Ilmuwan Gunakan Kecerdasan Buatan Untuk Pengobatan Tumor Otak Langka pada Anak

Terobosan baru yang mencerahkan masa depan dalam dunia pengobatan, harapannya dapat berguna bagi penyakit apapun di masa depan.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Sep 2021, 20:40 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2021, 20:40 WIB
Ilustrasi ilmuwan
ilustrasi ilmuwan-peneliti (Unsplash.com/Ani Kolleshi)

Liputan6.com, London - Para ilmuwan telah berhasil menggunakan kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) untuk menciptakan sistem pengobatan baru bagi anak-anak dengan bentuk kanker otak yang mematikan.

Dilansir dari The Guardian Kamis (23/9/2021), tidak ada peningkatan pada angka keselamatan penderita kanker jenis ini selama lebih dari setengah abad. Dalam jurnal Cancer Discovery, terobosan ini adalah jalan menuju era baru yang menggembirakan, mengetahui AI dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pengobatan baru untuk semua jenis kanker.

"Penggunaan AI menjanjikan efek transformatif pada penemuan obat," kata Prof Kristian Helin, Kepala Eksekutif The Institute of Cancer Research (ICR), London, tempat tim ilmuwan, dokter, dan analis data membuat penemuan tersebut.

Ilmuwan komputer dan spesialis kanker di ICR dan Royal Marsden NHS Foundation Trust menggunakan AI untuk mengetahui bahwa menggabungkan obat everolimus dengan vandetanib, dapat mengobati Diffuse Intrinsic Pontine Glioma (DIPG), jenis tumor otak langka yang tumbuh cepat di anak-anak.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Akan Dilakukan Uji Klinis Skala Penuh

Ilustrasi Kanker Otak
Ilustrasi Kanker Otak

DIPG dan jenis tumor serupa lainnya sangat sulit untuk diangkat melalui pembedahan dari anak-anak karena sifatnya yang menyebar. Hal ini menyebabkan tidak ada batas yang jelas untuk dioperasi.

Namun, setelah mengolah data tentang obat-obatan yang ada, tim menemukan everolimus dapat meningkatkan kemampuan vandetanib untuk 'menyelinap' masuk melalui blood-brain barrier (BBB) atau sawar darah otak, dan menyembuhkan kanker.

Kombinasi tersebut telah terbukti efektif pada tikus dan sekarang telah diuji pada anak-anak. Para ahli sekarang berharap untuk mengujinya pada kelompok anak-anak yang jauh lebih besar dalam uji klinis utama.

Penelitian menemukan bahwa menggabungkan dua obat tersebut memperpanjang kelangsungan hidup pada tikus sebesar 14% dibandingkan dengan mereka yang menerima pengobatan kontrol standar.

"Penelitian kami menunjukkan seberapa banyak AI dapat membawa penemuan obat untuk kanker seperti DIPG dalam mengusulkan kombinasi pengobatan baru yang tidak akan jelas bagi orang-orang," kata Chris Jones, profesor biologi tumor otak pedriatrik di ICR.

"Kami masih membutuhkan uji klinis skala penuh untuk menilai apakah pengobatan dapat bermanfaat bagi anak-anak, tetapi kami telah mencapai tahap ini, jauh lebih cepat daripada yang mungkin terjadi tanpa bantuan AI," tambahnya.


Hasil Kolaborasi Teknologi dan Kesehatan

Ilustrasi riset, penelitian, peneliti, ilmuwan
Ilustrasi riset, penelitian, peneliti, ilmuwan. Kredit: Michal Jarmoluk via Pixabay

Kedua obat dalam penelitian ini didanai oleh Brain Research UK, DIPG Collaborative, Children with Cancer UK, dan Royal Marsden Cancer Charity. Obat ini juga telah disetujui untuk mengobati kanker jenis lain.

Ide awal untuk penelitian ini berasal dari BenevolentAI – sebuah perusahaan yang telah membangun platform penemuan obat AI. Para peneliti di ICR bekerja dengan orang-orang dari BenevolentAI menggunakan platformnya untuk mengidentifikasi obat yang dapat digunakan untuk mengobati DIPG.

Prof Peter Richardson, wakil presiden bidang farmakologi di BenevolentAI mengatakan bahwa penemuan ini merupakan awal yang menjanjikan.

Ia menambahkan, "Pendekatan yang disempurnakan dengan AI telah membuktikan nilainya dalam memperluas kemampuan peneliti untuk menemukan pendekatan pengobatan baru yang inovatif – baik dengan mengungkap terapi baru atau menggunakan kembali yang sudah ada – tidak hanya untuk DIPG, tetapi juga penyakit lain di masa depan."

 

Penulis: Anastasia Merlinda

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya