Liputan6.com, Yangon - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berseru kepada Myanmar untuk meminta pertanggungjawaban siapa pun yang menggunakan kekuatan berlebihan terhadap warga sipil tak bersenjata, setelah pasukan keamanan menabrakkan mobil ke pengunjuk rasa anti-kudeta hingga menewaskan lima dari mereka, menurut media dan saksi.
Dilansir dari laman Channel News Asia, Senin (6/12/2021), foto-foto dan video yang diposting di media sosial menunjukkan sebuah kendaraan yang melaju kencang menabrak sekelompok pengunjuk rasa anti-kudeta Myanmar pada hari Minggu (5/12) di kota utama Yangon. Korban tewas tergeletak di jalan.Â
Advertisement
Baca Juga
Saksi mata mengatakan kepada Reuters, puluhan orang terluka.
"Mereka yang bertanggung jawab atas penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak proporsional terhadap warga sipil tak bersenjata harus dimintai pertanggungjawaban," kata Ramanathan Balakrishnan, koordinator residen PBB di Myanmar, dalam sebuah pernyataan.
Portal berita Myanmar Now mengatakan insiden itu terjadi beberapa menit setelah "flash mob" orang-orang yang memprotes kudeta militer 1 Februari telah terbentuk.Â
Selain setidaknya lima kematian, 15 orang juga telah ditangkap, kata portal berita tersebut.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bubarkan Kerumunan Massa
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah mengatakan pasukan keamanan membubarkan "kerusuhan yang melanggar hukum" dan menangkap delapan pengunjuk rasa.Â
Dikatakan tiga orang terluka tetapi tidak menyebutkan kematian dan mengatakan mereka yang ditangkap akan menghadapi tindakan hukum.
Kedutaan Besar AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka "terkejut dengan laporan bahwa pasukan keamanan melepaskan tembakan dan membunuh beberapa pengunjuk rasa yang damai".
Protes anti-militer belum berhenti meskipun lebih dari 1.300 orang tewas sejak Februari ketika penggulingan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi dan kembalinya kekuasaan militer.
Advertisement