PM Mark Rutte Minta Maaf ke Warga Indonesia Atas Kekerasan Belanda selama Penjajahan

PM Belanda Mark Rutte menyampaikan permohonan maafnya kepada Indonesia atas kekerasan yang berlebihan.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 18 Feb 2022, 09:49 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2022, 09:45 WIB
Jokowi dan PM Belanda
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kiri) berbincang dengan PM Belanda Mark Rutte sebelum pertemuan di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (7/10/19). Pertemuan itu membahas kerja sama strategis antara Indonesia dan Belanda kedepan berdasarkan prinsip kemitraan komprehensif. (AP/Dita Alangkara)

Liputan6.com, Amsterdam - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte kembali menyampaikan permintaan maaf penuh kepada Indonesia, setelah tinjauan sejarah menemukan bahwa Belanda menggunakan "kekerasan berlebihan" dalam upaya sia-sia untuk mendapatkan kembali kendali atas bekas wilayah penjajahan mereka setelah Perang Dunia II.

Dilansir dari laman Gloucester Advocate, Jumat (18/2/2022), PM Rutte menanggapi temuan studi tersebut, yang mengatakan militer Belanda telah terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949.

Kajian tersebut juga menemukan bahwa kekerasan tersebut dimaafkan oleh pemerintah dan masyarakat Belanda pada saat itu.

"Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Rutte pada konferensi pers setelah temuan itu dipublikasikan pada hari Kamis.   

"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama pemerintah Belanda."

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Temuan Tinjauan

20161123-PM Belanda Kunjungi DPR RI-Jakarta
PM Belanda Mark Rutte menyampaikan sambutan saat melakukan kunjungan kerja ke Kompleks Parlemen, Jakarta Rabu (23/11). Kunjungan itu untuk mengadakan pertemuan bilateral guna membahas sejumlah agenda kerja sama RI-Belanda (Liputan6.com/Johan Tallo)

Temuan tinjauan, yang didanai oleh pemerintah Belanda pada tahun 2017 dan dilakukan oleh akademisi dan pakar dari kedua negara, dipresentasikan pada hari Kamis 17 Februari di Amsterdam.

Kekerasan oleh militer Belanda, termasuk tindakan seperti penyiksaan yang sekarang akan dianggap sebagai kejahatan perang, "sering dan meluas", kata sejarawan dan peserta studi Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda.

"Politikus yang bertanggung jawab menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum: mereka membantunya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menghukumnya hampir atau tidak sama sekali," katanya.

Sekitar 100.000 orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang, dan meskipun persepsi konflik telah berubah di Belanda, pemerintah Belanda tidak pernah sepenuhnya memeriksa atau mengakui ruang lingkup tanggung jawabnya.

Kekerasan oleh Belanda

20161123-Keakraban Jokowi Dengan PM Belanda-Jakarta
Presiden Jokowi menunjukkan sejumlah bangunan yang ada di Istana Kepresidenan kepada PM Belanda Mark Rutte, di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/11). Keduanya melakukan pembicaraan khusus empat mata. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pada tahun 1969 pemerintah Belanda menyimpulkan bahwa pasukannya secara keseluruhan telah berperilaku benar selama konflik, tetapi mengakui pada tahun 2005 bahwa mereka "berada di sisi sejarah yang salah".

Pada Maret 2020, saat berkunjung ke Indonesia, Raja Willem-Alexander membuat permintaan maaf yang mengejutkan atas kekerasan yang dilakukan Belanda. Pemerintah kemudian menawarkan kompensasi 5.000 euro (Rp 81 juta) kepada anak-anak Indonesia yang telah dieksekusi selama konflik setelah penyelesaian tahun 2013 dengan janda dari satu pembantaian terkenal, di desa Ragawede pada tahun 1947.

Terbaru, PM Rutte mengulangi pada hari Kamis bahwa tawaran Belanda untuk menyelesaikan klaim kompensasi tetap terbuka. Studi tersebut menemukan bahwa pemerintah mengirim tentara pada misi yang mustahil yang tidak dilatih dengan baik.

Beberapa kemudian terlibat dalam tindakan penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum dan penggunaan senjata yang tidak proporsional.

Baik Rutte maupun akademisi yang terlibat dalam penelitian tersebut menolak untuk membahas apakah Belanda mungkin bertanggung jawab atas kejahatan perang dalam konflik tersebut."Itu urusan jaksa penuntut umum," kata Rutte.

"Laporan itu memang tidak ditulis dari sudut pandang hukum tetapi dari segi sejarah -- tetapi bagaimanapun juga, hal-hal terjadi di sana yang hari ini kami kutuk sepenuhnya."

Studi tersebut mencatat bahwa pemerintah dan militer Belanda mendapat dukungan dari masyarakat yang setuju dan media yang tidak kritis -- semuanya berakar pada "mentalitas kolonial".

"Jelas bahwa pada setiap tingkat, Belanda tanpa ragu menerapkan standar yang berbeda untuk ... 'subyek' kolonial," ringkasan temuan tersebut mengatakan.

Meskipun studi tersebut berfokus pada tindakan Belanda, ia mencatat bahwa pasukan Indonesia juga menggunakan kekerasan "intens", dan menewaskan sekitar 6000 orang pada fase awal konflik, dengan sasaran orang Eurasia, Maluku, dan kelompok minoritas lainnya.

Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular COVID-19:

Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular Covid-19
Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya