Liputan6.com, Hanoi - Vietnam Expo 2022 digelar pada 13-16 April 2022 di Hanoi. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Hanoi, Viet Nam, berpartisipasi pada Vietnam International Trade Fair ke-31 (Vietnam Expo 2022) yang digelar di Hanoi International Center for Exhibition (ICE).
Paviliun Indonesia seluas 90 m2 turut hadir dan menampilkan beragam sektor, termasuk properti, material konstruksi, pakan ternak, pendidikan, produk farmasi, baterai kering dan hibrida, serta makanan dan minuman.
Advertisement
Baca Juga
"Paviliun Indonesia pada Vietnam Expo 2022 menawarkan dan memfasilitasi peluang untuk menjalin kontak bisnis, mendorong potensi transaksi, serta menghubungkan dengan jejaring mitra potensial Viet Nam," tulis keterangan KBRI Hanoi, dikutip Jumat (15/4/2022).
Berikut peserta exhibitor dari Indonesia di acara Vietnam Expo 2022:
- PT Trimitra Baterai Perkasa (hybrid batteries)
- Thang Long Cement Joint Stock Company (construction materials)
- Citra Westlake (housing projects)
- PT. Mitra Aviasi Perkasa (education)
- Dexa Medica Vietnam (pharmaceutical products)
- Japfa Comfeed Vietnam Co. Ltd (feed-farm-food process)
- PT Pacific Food Indonesia (food & beverage)
- United Family Food Vietnam Co., Ltd (food & beverage)
- PS Distribution (Orang Tua Group) (food & beverage)
- We Link., Co., Ltd (food & beverage)
- PT. Niramas Utama (INACO) (food & beverage)
- Magnetar Global International Vietnam Co., Ltd (food & beverage)
Pihak Kedubes juga menjelaskan bahwa Vietnam Expo adalah salah satu pameran yang pertama kali diselenggarakan secara luring sejak merebaknya pandemi COVID-19 pada 2020. Selain Indonesia, Vietnam Expo juga diikuti peserta internasional lainnya dari berbagai negara.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Investasi Berkelanjutan di Indonesia
Terkait investasi, sebelumnya dilaporkan bahwa Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan, ada tiga tantangan besar terhadap pengembangan investasi berkelanjutan di Indonesia. Pertama, adalah imbal hasil atau return.
Andry menerangkan, aspek pertama penilaian investor terhadap suatu proyek investasi ialah imbal hasil. Sayangnya, investasi berkelanjutan menawarkan imbal hasil bersifat jangka panjang yang dinilai kurang menarik bagi investor.
"Itu imbal hasil menjadi faktor dominan begitu investor masuk melihat berapa nih kemudian returnnya. Kemudian, apakah menarik dibandingkan yang konvensional," ujarnya dalam Webinar Sustainable Investment fo Global Recovery, Rabu (13/4).
Faktor selanjutnya ialah dukungan perbankan. Menurutnya, tidak semua lembaga perbankan siap untuk mendukung pengembangan investasi berkelanjutan di Indonesia.
Sebab, umumnya proyek investasi berkelanjutan membutuhkan dana yang besar dengan imbal hasil bersifat jangka panjang. "Ini yang kemudian menjadi tantangan," tekannya.
Terakhir, ialah dukungan insentif pemerintah. Andry bilang, insentif amat diperlukan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah.
Selain itu, insentif juga bisa menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Termasuk dalam proyek investasi hijau.
"Contoh, mau berinvestasi di pembangkit listrik tenaga angin. Sementara ada banyakin risiko perubahan jalur angin dan sebagainya. Nah itu butuh kepastian insentif," tutupnya.
Advertisement
Indonesia Butuh Rp 67.000 T Capai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Sebelumnya, Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Nasional Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto mengatakan, paling tidak masih ada dua tantangan besar untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, yakni dari segi pembiayaan dan komunikasi.
Adapun kalkulasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai SDGs sebesar Rp 67.083 triliun, dengan selisih (gap) pendanaan sekitar Rp 14 ribu triliun yang masih harus dipenuhi.
"Untuk mencapai target SDGs hingga 2030, dibutuhkan pembiayaan besar, sebesar Rp 67 ribu triliun, dan lebih dari Rp 14 ribu triliun yang masih harus dipenuhi," ujar Arifin dalam sesi webinar, Selasa (12/4).
Arifin memperkirakan, kebutuhan pembiayaan SDGs akan meningkat pasca masa pandemi Covid-19. Dengan begitu, tantangan pencapaian SDGs bakal semakin besar.
"Akibat pandemi, kita hadapi tantangan besar untuk wujudkan SDGs. Target pertumbuhan ekonomi 2045 juga berpotensi tertunda. Pasca pandemi perlu pertumbuhan 6 persen untuk bawa Indonesia negara maju dan lepas dari middle income trap sebelum 2045," serunya
KKP-Kadin Kerja Sama Tingkatkan Investasi Berbasis Ekonomi Biru
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia guna meningkatkan investasi serta mendorong pertumbuhan usaha sektor kelautan dan perikanan berbasis ekonomi biru di Indonesia. Penandatangan nota kesepahaman kedua belah pihak berlangsung di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Rabu (6/4).
"Kita punya potensi yang besar, sektor perikanan menjadi leading sektornya, utamanya di sektor budidaya dan perikanan tangkap. Kerja sama ini harus segera ditindaklanjuti namun tetap harus memperhatikan ekologi, kita jaga wilayah konservasi, pulau-pulau kecil," ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, Rabu (6/4/2022).
Penerapan ekonomi biru menurutnya memang harus dilakukan secara terintegrasi dan saling sinergi. Cakupan ekonomi biru yang dimaksud antara lain pengelolaan sumber daya ikan melalui penangkapan ikan terukur, perluasan dan peningkatan kualitas pengelolaan kawasan konservasi. Kemudian pengawasan pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta seluruh aktivitas pembangunan yang memanfaatkan ruang laut, dan juga penanganan sampah laut.
“Ditargetkan akan terjadi keseimbangan ekologi laut yang terjaga dengan baik, pertumbuhan ekonomi wilayah dan nasional, penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa negara, peningkatan penerimaan negara dari pajak dan PNBP, yang ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,” tambah Menteri Trenggono.
Advertisement