Liputan6.com, Moskow - Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev memberikan sindiran keras kepada Ukraina. Medvedev berkata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan terus meminta bantuan dari Barat berupa uang.
Medvedev yang saat ini menjabat sebagai ketua deputi di Dewan Keamanan Rusia juga berkata Presiden Zelensky tidak ingin perdamaian.
Advertisement
Baca Juga
"Zelensky tidak ingin perjanjian perdamaian. Baginya, perdamaian adalah akhir," ujarnya melalui Telegram, dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Selasa (3/5/2022).
Medvedev juga mengulang narasi bahwa pemerintah Ukraina dipengaruhi oleh Nazi yang mengancam nyawa Zelensky apabila berdamai dengan Rusia.
Ia berkata ada dua akhir untuk Zelensky, entah itu disingkirkan Nazi karena membuat kesepakatan dengan Rusia, atau disingkirkan oleh pesaingnya karena kalah perang.
"Inilah mengapa Zelensky di masa depan akan terus meminta-minta ke Barat untuk uang dan senjata, karena berusaha membuktikan ia masih berada di permainan ini, bahwa ia adalah harapan dunia liberal, bahwa ia adalah benteng terakhir dari demokrasi Eropa," ujarnya.
Melawan Nazifikasi adalah salah satu narasi Rusia untuk membenarkan invasi ke Rusia. Tuduhan itu diberikan ke Ukraina, meski Presiden Zelensky sendiri adalah orang Yahudi. Lembaga amal Yahudi seperti World Jewish Relief juga berusaha membantu Ukraina.
Medvedev pun menuduh bahwa Presiden Ukraina akan menggunakan tameng manusia dan berusaha membunuh para jurnalis Rusia. Meski demikian, jurnalis TV Rusia yang menolak perang, Marina Ovsyannikova, justru malah sempat diinterogasi oleh pemerintah Rusia.Â
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Minta Rp 28,8 Triliun per Bulan ke Joe Biden untuk Pemulihan Ekonomi
Pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta anggaran sebesar US$ 2 miliar (Rp 28,8 triliun) per bulan kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk membantu pemulihan ekonomi. Dana itu diminta meski kondisi ekonomi AS sedang inflasi.Â
Angka US$ 2 miliar itu hanya angka minimal. Pihak Ukraina berkata kondisi kemanusiaan di negaranya bisa makin parah jika dana itu tidak cair.Â
Hal itu berdasarkan laporan The Washington Post terkait pertemuan antara Menteri Keuangan Ukraina Serhii Marchenko. Total yang dibutuhkan Ukraina disebut US$ 5 miliar (Rp 72 triliun) per bulan dengan dana US$ 2 miliar berasal dari AS.
Dana itu rencananya akan digunakan untuk bulan April, Mei, dan Juni. Ada pula kebutuhan jangka panjang untuk pulih dari perang akibat invasi Rusia.
Media pemerintah Ukraina, Ukrinform, melaporkan bahwa Ukraina hanya bisa mendapatkan 54 persen anggaran yang dibutuhkan jika dari pajak saja. Angka itu belum menghitung biaya militer.
Marchenko berkata Ukraina mencari bantuan ekonomi untuk lanjut membayar pensiun, gaji pegawai kesehatan dan pendidikan, serta kebutuhan kemanusiaan lain.
Â
(US$ 1: Rp 14.406)
Advertisement
Bank Dunia Ungkap Dampak Ekonomi dari Invasi Ukraina
Sementara, Bank Dunia juga baru mengeluarkan laporan mengenai dampak perang di Ukraina. Efek dari invasi merambat ke pasar komoditas, aliran finansial, hingga kepercayaan pasar.
Bank Dunia menegaskan bahwa ekonomi Ukraina sedang hancur. Perang mengakibatkan dampak berupa kematian, disabilitas, kehancuran infrastruktur, jutaan masyarakat yang harus mengungsi, serta hilangnya pekerjaan dalam skala besar.
Bank Dunia juga mengingatkan bahwa dunia, termasuk negara-negara berkembang, ikut terdampak akibat perang ini.
"Konflik ini mengikis kepercayaan global, melemahkan pertumbuhan, menambah stres fiskal dan finansial, dan memperburuk masalah kekurangan makanan dan nutrisi," tulis Bank Dunia dalam laporan yang rilis pada 12 April 2022.
Selain itu, efek gabungan pandemi COVID-19, perubahan iklim, dan perang dikhawatirkan bisa menambah kelaparan, malnutrisi, dan kurangnya makanan bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Para pembuat kebijakan pun akan kesulitan sebab ruang fiskal semakin terbatas, sehingga dikhawatirkan akan mengambil kebijakan-kebijakan yang sulit. Alhasil, agenda iklim akan terabaikan.
Rencananya, Bank Dunia sedang mendiskusikan untuk penggunaan dana US$ 170 miliar untuk periode April 2022 hingga Juni 2023 untuk membantu berbagai negara agar kuat dari krisis yang ada.
Bappenas Ingatkan Perang Ukraina Ikut Ancam Ekonomi Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) membunyikan alarm di G20 terkait dampak angka panjang perang di Ukraina. Invasi yang dilakukan Rusia bisa mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berusaha pulih dari COVID-19.Â
Pada acara 2022 CSIS Global Dialogue, Deputi Bidang Ekonomi di Bappenas Amalia Widyasanti memaparkan laporan terkait dampak perang di Ukraina terhadap Indonesia. Beberapa faktor yang disorot adalah sanksi ekonomi dan masalah suplai gas dari Rusia.
"Jika berkepanjangan, krisis terkait Rusia-Ukraina bisa menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan perlambatan," ujar Amalia dalam acara bertajuk G20 Indonesia: Windows for Recovering Together and Stronger, Kamis (28/4).Â
Kondisi itu lantas bisa berdampak pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ingin tumbuh di atas 5 persen pada tahun ini.Â
Berdasarkan data penelitian bersama Oxford Economics, dampak perang bisa memperlambat ekonomi hingga 0,1 persen di 2022, lalu makin berkurang jadi 0,29 persen di 2023 bagi Indonesia.Â
Rusia pun ikut rugi. Diprediksi ekonomi negara itu melambat hingga minus 7,10 persen pada 2023. Asumsi yang dipaparkan Bappenas adalah konflik antara Rusia dan Barat diprediksi semakin tereskalasi karena perang yang berkepanjangan.Â
Advertisement