Liputan6.com, Kyiv - Konflik Ukraina ikut terbawa ke World Economic Forum (WEF) 2022. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengecam retorika Henry Kissinger di WEF karena menyarankan supaya Ukraina menyerahkan tanahnya ke Rusia agar situasi bisa kembali ke "status quo ante" atau status quo sebelumnya.
Pada status quo sebelumnya, Rusia sudah daerah Ukraina, seperti Krimea. Selain itu, Kissinger juga berharap agar Rusia tidak diisolasi karena bisa mengembalikan perang dingin.
Advertisement
Baca Juga
"Ukraina seharusnya menjadi jembatan antara Eropa dan Rusia, tetapi sekarang sebagaima hubungannya dibentuk ulang, kita mungkin masuk ke area di mana garis pemisah digambar ulang dan Rusia benar-benar terisolasi. Kita menghadapi situasi sekarang di mana Rusia bisa benar-benar terasingkan dari Eropa dan mencari aliansi permanen di tempat lain," ujar Henry Kissinger, dikutip situs WEF, Jumat (27/5/2022).
Ketinggalan Zaman
Kissinger adalah menteri luar negeri AS di zaman perang dingin. Ia juga dianggap kontroversial pada masa Perang Vietnam. Kini, pandangan Kissinger dianggap ketinggalan zaman.
"Mr. Kissinger muncul dari masa lalu yang terkubur dan berkata bahwa bagian dari Ukraina harus diberikan ke Rusia, sehingga tidak ada alienasi terhadap Rusia dari Eropa," ujar Presiden Zelensky, dilansir situs Kepresidenan Ukraina.
"Sepertinya kalender Mr. Kissinger bukan dari 2022, tetapi 1938, dan ia berpikir sedang bicara kepada audiens bukan di Davos, tetapi di Munich di zaman itu," kata Presiden Zelensky.
Ucapan Presiden Zelensky menyindir Perjanjian Munich yang mengizinkan Nazi Jerman untuk mencaplok tanah milik Cekoslowakia.
Presiden Zelensky juga mengingatkan bahwa dulu keluarga Kissinger adalah pelarian dari rezim Nazi.
"Pada tahun 1938 sesungguhnya, ketika keluarga Mr. Kissinger kabur dari Nazi Jerman, ia masih 15 tahun, dan ia paham segalanya dengan sempurna. Dan tak ada yang pernah dengar darinya bahwa saat itu perlu beradaptasi kepada para Nazi ketimbang lari atau melawan mereka," ujar Presiden Ukraina.
Ia pun meminta agar para "ahli geopolitik" supaya melihat keadaan rakyat Ukraina yang kompak menolak untuk memberikan rakyat mereka untuk perdamaian.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pimpinan MPR: Aspek Kemanusiaan Dikedepankan dalam Upaya Perdamaian Krisis Rusia-Ukraina
Dampak konflik Rusia-Ukraina harus dilihat dari sisi krisis yang berdampak pada kemanusiaan. Karena itu Indonesia harus mampu berperan dalam menciptakan perdamaian, seperti yang diamanatkan konstitusi.
"Pada alinea pertama UUD 1945 mengamanatkan kepada kita untuk ikut menciptakan perdamaian dunia dengan mencegah penjajahan dengan mengedepankan aspek kemanusiaan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Menuju Perdamaian Rusia-Ukraina yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/5).
Pada diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Luthfi Assyaukanie itu hadir Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, Guru Besar Universitas Pertahanan, Anak Agung Banyu Perwita, Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan, Connie Rahakundini Bakrie, Direktur Eksekutif Indonesian Institute of Advance International Studies / INADIS, Ple Priatna dan Aktifis Komite Persahabatan Rakyat Indonesia-Rusia Joko Purwanto sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Dr. Polit. Sc. Henny Saptatia D.N., MA (Ketua Program Studi Kajian Wilayah Eropa, Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia/ SKSG-UI) dan Ade Alawi (Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, krisis Rusia-Ukraina harus segera diakhiri karena dampaknya sangat mempengaruhi tatanan di sejumlah sektor di dunia.
"Belum tuntas dampak pandemi kita atasi, sejumlah krisis yang mengikutinya memberi tekanan tersendiri dalam upaya negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk bangkit," ujar Rerie sapaan akrab Lestari dalam keterangan tertulisnya.
Ancaman terhadap kemanusiaan dalam krisis Rusia-Ukraina, menurut Rerie, harus sesegera mungkin diakhiri dengan menggalang dukungan negara-negara di dunia.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap Indonesia dapat melakukan langkah dan sikap yang tepat dalam ikut serta mengatasi konflik Rusia-Ukraina menuju perdamaian.
Advertisement
Perusahaan Multinasional Berbondong-bondong Tinggalkan Rusia
Ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina tiga bulan lalu, konflik tampak terasa jauh dari wilayah Rusia.
Namun dalam beberapa hari, datang rangkaian sanksi dari pemerintah Barat terhadap Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Beberapa perusahaan juga menerapkan hukuman ekonomi terhadap negara tersebut. Banyak rakyat Rusia yang terguncang akibat sejumlah pukulan finansial dan isolasi yang kini berlaku.
Pusat perbelanjaan yang luas di Moskow berubah menjadi hamparan menakutkan dari etalase pengecer Barat yang kini tutup, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (25/5).
Raksasa makanan cepat saji Amerika McDonald's keluar dari Rusia sepenuhnya sebagai tanggapan atas operasi militer tersebut.
Produsen mobil besar Renault juga pergi, walaupun memiliki jumlah investasi besar di negara Beruang Merah tersebut.
Sementara perusahaan multinasional pergi, ribuan orang Rusia juga melarikan diri, khawatir akan tindakan pemerintah mereka.
Chris Weafer, analis kawakan ekonomi Rusia di Macro-Advisory, kepada kantor berita Associated Press mengatakan "Terdapat ketakutan nyata bahwa pengangguran akan meningkat dalam bulan-bulan mendatang pada musim panas, bahwa akan ada penurunan besar dalam konsumsi dan penjualan ritel dan investasi."
Jika aksi militer berlarut, lebih banyak perusahaan akan keluar dari Rusia, kata Weafer. Ia memperkirakan perusahaan yang tersisa yang hanya menangguhkan operasi mungkin melanjutkan operasi jika gencatan senjata dan kesepakatan damai untuk Ukraina tercapai. Tetapi jendela untuk kemungkinan tersebut kini tampaknya tertutup, imbuhnya.
Ukraina Ingatkan Dunia, Kemungkinan Rusia Bisa Serang Negara Lain
Sebelumnya, Presiden Ukrainia, Volodymyr Zelenskyy pada Jumat (22/4), menggunakan pernyataan seorang jenderal Rusia, sebagai bukti bahwa Moskow akan menyerang negara lain apabila Rusia berhasil di Ukraina.
Jenderal itu mengatakan, Rusia bertujuan merebut semua wilayah Ukraina selatan dan timur serta menghubungkannya dengan provinsi yang memisahkan diri di negara tetangga Moldova.
"Itu hanya menegaskan apa yang telah saya katakan beberapa kali: invasi Rusia ke Ukraina hanya sebagai permulaan," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam pidatonya Jumat malam.
Dia mengatakan sebelumnya, komentar Rustam Minnekayev, wakil komandan distrik militer pusat Rusia menunjukkan bahwa Rusia tidak akan berhenti dengan Ukraina.
Kantor berita milik pemerintah Rusia mengutip Minnekayev yang mengatakan Moskow ingin merebut seluruh wilayah Donbas di timur Ukraina, membuat koridor darat untuk menghubungkan dengan semenanjung Krimea dan merebut seluruh wilayah selatan negara itu ke arah barat hingga wilayah Moldova yang memisahkan diri dan diduduki Rusia.
Moldova memanggil duta besar Rusia hari Jumat untuk mengungkapkan “keprihatinan mendalam” atas komentar jenderal itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jalina Porter menolak mengomentari pernyataan jenderal Rusia itu, tetapi mengatakan Washington dengan tegas mendukung kedaulatan Moldova.
Advertisement