Liputan6.com, Islamabad - Pakistan sedang merasakan dampak nyata dari perubahan iklim. Banjir besar yang melanda negeri itu memicu kerugian hingga nyaris Rp 150 triliun.Â
Pemerintah Pakistan telah secara tegas menyebut kengerian perubahan iklim sebagai penyebab banjir.Â
Berdasarkan laporan BBC, Rabu (31/8/2022), Kementerian Perencanaan, Pembangunan, dan Reformasi Pakistan menyebut kerugian setidaknya mencapai US$ 10 miliar (Rp 147 triliun). Pakistan pun telah meminta dana bailout dari IMF sebesar US$ 1,1 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Jumlah korban kematian akibat banjir ini sudah lebih dari 1.000 orang dan berdampak kepada 33 juta orang lain. Dengan kata lain, 15 persen populasi Pakistan terdampak banjir.
Hujan deras juga merendam jalanan, tanaman, rumah, jembatan, dan infrastuktur lainnya. Menteri Perencanaan Ahsan Iqbal berkata pada Reuters bahwa kerugian akan lebih dari US$ 10 miliar.
"Saya pikir akan besar. Sejauh ini, estimasi yang sangat awal mengestimasi jumlahnya besar, lebih dari US$ 10 miliar," ujarnya.
Krisis Pangan
Ahsan Iqbal turut menyebut bahwa negaranya akan menghadapi kekurangan makanan pada beberapa pekan dan bulan ke depan. Banjir 2022 ini juga lebih parah dari banjir besar pada 2010 yang menewaskan lebih dari 2.000 orang.
Ia pun ikut meminta negara-negara kaya untuk membantu Pakistan secara finansial, sebab ia berkata Pakistan menjadi korban dari "pembangunan tak bertanggung jawab dari developed world".
Menteri Keuangan Miftah Ismail mempertimbangkan untuk mengimpor sayur-mayur dari India yang notabene rival negara.
Menteri Perubahan Iklim Sherry Rehman menggambarkan bencana banjir yang terjadi merupakan bencana kemanusiaan dalam proporsi besar yang dipicu iklim.
PBB Kirim Bantuan
Hujan lebat dan bencana banjir di seluruh Pakistan dilaporkan telah menewaskan lebih dari 1.000 warga. Tim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun meningkatkan responsnya untuk memberikan bantuan kepada para korban.
Menurut Stephane Dujarric, Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, PBB bersama pemerintah Pakistan merencanakan bantuan darurat (flash appeal) sebesar US$ 160 juta atau Rp 2,3 triliun untuk memenuhi kebutuhan kelompok yang paling rentan.Â
"Bantuan tersebut dikucurkan pada Selasa (30/8/2022) secara bersamaan dari Jenewa dan Islamabad," kata Dujarric seperti dilaporkan Xinhua.
PBB, lanjutnya, telah memobilisasi sekitar 7 juta dolar AS termasuk mengarahkan kembali program dan sumber daya yang telah ada guna memenuhi kebutuhan yang paling mendesak. Pemberian bantuan yang sedang berlangsung meliputi bantuan makanan dan nutrisi, pasokan dan layanan medis, air bersih, dukungan kesehatan ibu, vaksinasi ternak, dan penampungan.
Selain itu, Dana Tanggap Darurat Pusat PBB telah mengalokasikan US$ 3 juta untuk menyediakan layanan kesehatan, nutrisi, makanan, air, sanitasi, dan kebersihan bagi mereka yang paling membutuhkannya.
Advertisement
Warga Butuh Air Bersih
Menteri Perubahan Iklim Pakistan, Sherry Rehman, menyebut sepertiga wilayah negaranya telah teredam banjir. Krisis yang terjadi disebut sudah di luar perkiraan dan mempersulit akses air bersih.
"Ini semua lautan yang luas, tidak ada tanah kering untuk memompa air," ujarnya seperti dikutip BBC, Selasa (30/8).Â
Banjir yang terjadi adalah akibat hujan yang terus-terusan pada Juni 2022. Setidaknya 1.136 orang telah dilaporkan meninggal akibat dampak banjir yang terjadi, termasuk anak-anak.
Hujan musim panas yang bertubi-tubi ini adalah yang paling deras selama satu dekade terakhir. Pemerintah menyalahkan perubahan iklim atas apa yang terjadi.
"Literally, sepertiga Pakistan terendam air saat ini, yang bahkan lebih parah dari setiap batas, bahkan setiap norma yang kita lihat di masa lalu," ujar Menteri Rehman kepada AFP.
"Kita tidak pernah melihat sesuatu yang seperti ini," ia menambahkan.
Pada situs reliefweb, masalah akses air bersih dan penyakit akibat air juga menjadi sorotan. Turut disebutkan bahwa Palang Merah Singapura telah mengirim bantuan.
Menteri Luar Negeri Bilawal Bhutto-Zardari berkata sepertiga yang terbunuh diperkirakan anak-anak. Namun, ia masih memeriksa jumlah pasti dampak banjir.
Pemerintah memperkirakan 33 juta warga Pakistan terdampak banjir ini. Akses ke sejumlah desa pun terputus karena hancurnya jembatan dan jalanan.
"Desa-desa tersapu banjir. Jutaan rumah telah hancur," ujar Perdana Menteri Shehbaz Sharif usai memerisak area terdampak banjir dengan helikopter.
Provinsi yang paling parah terdampak adalah Sindh dan Balochistan, daerah pegunungan seperti Khyber Pakhtunkhwa juga kena. Bantuan internasional dilaporkan sudah berhasil mencapai Pakistan.
Kemlu RI: 1.267 WNI Selamat dari Banjir Bandang di Pakistan
Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) memastikan bahwa para WNI dilaporkan selamat dari terjangan banjir bandang di Pakistan. Namun, warga tetap diminta waspada.
Berdasarkan update dari Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha, Minggu (28/6), Pakistan mengalami bencana alam banjir badang di Prov. Balochistan dan Khyber Pakhtunkhwa. National Disaster Management Authority (NDMA) Pakistan mencatat sekitar 1.000 orang tewas. Pemerintah Pakistan telah mengumumkan kondisi darurat di wilayah terdampak.Â
KBRI Islamabad dan KJRI Karachi telah berkoordinasi dengan otoritas setempat dan berkomunikasi dengan simpul komunitas Indonesia, hingga saat ini tidak terdapat WNI yang menjadi korban bencana banjir tersebut. Jumlah WNI di Pakistan tercatat berjumlah 1.267 di mana mayoritas bertempat tinggal di Karachi, Islamabad Lahore, Karachi, Rawalpindi, Sialkot, Gujrat dan Peshawar.
KBRI dan KJRI juga telah menyampaikan imbauan untuk selalu tanggap dan waspada serta memantau informasi yang disampaikan National Disaster Management Authority (NDMA) dan Pakistan Meteorological Department (PMD), menunda perjalanan ke lokasi rawan bencana dan segera menghubungi otoritas setempat dan Perwakilan RI terdekat jika terjadi situasi darurat.
Advertisement