Liputan6.com, New York - Presiden AS Joe Biden berencana mendesak reformasi Dewan Keamanan PBB ketika ia menghadiri sidang Majelis Umum PBB, kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan hari Selasa (20/9).
Dikutip VOA Indonesia, Rabu (21/9/2022), dengan frustrasinya pejabat AS setelah Rusia memveto langkah dan deklarasi Dewan Keamanan atas invasi Rusia ke Ukraina, Biden dapat mendesak reformasi itu secara pribadi kepada Sekjen PBB dan pejabat lainnya, atau justru mengumumkannya secara terbuka, kata Sullivan.
Baca Juga
“Saya berharap presiden akan berbicara secara substantif mengenai wacana reformasi Dewan Keamanan (DK) PBB saat ia berada di New York,” kata Sullivan, menjawab pertanyaan VOA.
Advertisement
Wacana reformasi DK PBB selalu muncul setiap terjadi krisis internasional, ketika salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan (AS, Rusia, China, Inggris dan Prancis) menggunakan hak vetonya untuk menjegal resolusi yang didukung oleh pihak-pihak lain.
Cara Moskow menggunakan hak vetonya semenjak menginvasi Ukraina telah mendorong Washington untuk menghidupkan kembali wacana tersebut dan mendorong perluasan keanggotaan Dewan Keamanan.
“Saya rasa hal ini akan menjadi agenda dan Anda akan melihatnya membuat pernyataan terbuka” dengan tindakan-tindakan tertentu, kata Sullivan.
“Dunia akan melihat bahwa ketika salah satu anggota tetap [Dewan Keamanan] bertindak seperti ini, hal itu amat bertentangan dengan prinsip dasar DK PBB, dan hal itu seharusnya membuat semua orang secara bersama-sama memberikan tekanan kepada Moskow agar merubah sikapnya,” ujar Sullivan.
Bentuk Pelanggaran Piagam PBB
Dalam paparannya di Majelis Umum, Biden akan fokus menggambarkan invasi Rusia ke Ukraina sebagai sebuah pelanggaran Piagam PBB, katanya.
Pesan piagam itu adalah “negara-negara tidak boleh menaklukkan tetangga mereka secara paksa,” ungkapnya.
Biden “akan berbicara kepada setiap negara, mereka yang telah bergabung dengan koalisi kami yang luas untuk mendukung Ukraina, dan mereka yang sejauh ini hanya menyaksikan dari pinggir,” katanya.
Biden juga akan membuat pengumuman tentang investasi pemerintah AS untuk mengatasi kerawanan pangan dunia, yang diperparah oleh invasi ke Ukraina, kata Sullivan.
Advertisement
Sekjen Ajak Dunia Bersatu dan Bertindak Atasi Krisis Pangan dan Iklim Dunia
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau para pemimpin dunia agar bersatu dan mengambil tindakan untuk mengatasi masalah dunia yang "penuh dengan gejolak."
"Kita berada di lautan ganas; musim dingin yang dipenuhi ketidakpuasan global sudah di depan mata," ungkapnya dalam pidato pembukaan sidang tahunan Majelis Umum PBB seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (21/9/2022).
"Krisis biaya hidup sedang berkecamuk. Kepercayaan runtuh. Ketimpangan meledak," sambung Guterres.
"Dan planet kita sedang terbakar," ia memperingatkan.
"Kita membutuhkan harapan… dan lebih dari itu, kita perlu bertindak."
Ia menyerukan agar seluruh pihak segera meredakan krisis pangan global. Elemen penting upaya tersebut adalah menyelesaikan masalah yang disebutnya “kegentingan pasar pupuk global.”
Dampak Invasi
Semenjak Rusia menginvasi Ukraina 24 Februari lalu, Rusia memberlakukan kuota ekspor pupuk. Rusia adalah salah satu eksportir pupuk utama dunia dan kelangkaan yang disebabkan olehnya telah menyebabkan lonjakan harga di pasar internasional, membuat beberapa petani kecil kesulitan membelinya, sehingga berpotensi mengurangi hasil panen mereka secara signifikan.
"Tanpa tindakan saat ini, kelangkaan pupuk dunia akan dengan cepat berubah menjadi kelangkaan pangan dunia," tandas Guterres.
Ia menyerukan agar "semua hambatan yang tersisa" dalam ekspor pupuk Rusia dan bahan-bahannya, termasuk amonia, dapat segera diangkat.
"Produk-produk ini tidak dikenai sanksi – dan kita membuat kemajuan dalam menghilangkan dampak tidak langsungnya," ia menekankan.
Meskipun tidak ada sanksi Barat terhadap ekspor pangan dan pupuk Rusia, Moskow mengklaim sebaliknya.
Advertisement