Respons Referendum Rusia, AS Siapkan Langkah Tambahan

Amerika Serikat dalam beberapa hari ke depan akan membebankan biaya ekonomi pada Rusia atas referendum "palsu" yang digelarnya di wilayah Ukraina.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Sep 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2022, 18:00 WIB
Pasukan Ukraina Pukul Mundur Tentara Rusia dari Wilayah Kharkiv
Seorang tentara Ukraina berdiri di atas bendera Rusia di Izium, wilayah Kharkiv, Ukraina, 13 September 2022. Pasukan Rusia tampak meninggalkan Kota Izium dan Svatove di Luhansk usai pasukan Ukraina memulai serangan baru ke arah timur melalui Kharkiv. (AP Photo/Kostiantyn Liberov)

Liputan6.com, Washington D.C - Amerika Serikat dalam beberapa hari ke depan akan membebankan biaya ekonomi pada Rusia atas referendum "palsu" yang digelarnya di wilayah Ukraina yang diduduki, kata Departemen Luar Negeri AS pada Rabu (28/9).

Juru bicara Departemen Luar Negeri, Ned Price, mengatakan kepada wartawan bahwa AS bersama sekutu dan mitra akan terus berusaha "lebih menekan Rusia."

Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre menambahkan bahwa langkah-langkah itu akan mencakup hukuman pada individu dan entitas, di dalam dan di luar Rusia, yang mendukung aneksasi, dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (29/9/2022).

Rusia, pada Rabu, menyatakan siap mencaplok wilayah Ukraina, dengan merilis apa yang disebut hasil penghitungan suara yang menunjukkan dukungan di empat provinsi yang sebagian diduduki untuk bergabung dengan Rusia.

Tindakan tersebut menuai kecaman. Pihak Kyiv dan Barat menyebutnya sebagai referendum palsu ilegal yang diadakan di bawah todongan senjata.

Pihak berwenang yang didukung Rusia mengklaim telah melakukan referendum selama lima hari di sejumlah provinsi yang membentuk sekitar 15 persen dari wilayah Ukraina.

Presiden Vladimir Putin akan mengumumkan pencaplokan itu dalam pidatonya dalam beberapa hari, lebih dari seminggu sejak dia mendukung pelaksanaan referendum tersebut, memerintahkan mobilisasi militer di dalam negeri dan mengancam akan menggunakan senjata nuklir jika perlu demi mempertahankan Rusia.

Gedung Putih: Referendum Rusia Diatur dan Dimanipulasi

Pasukan Ukraina Pukul Mundur Tentara Rusia dari Wilayah Kharkiv
Amunisi Rusia berserakan di lantai pabrik yang ditinggalkan di Izium, wilayah Kharkiv, Ukraina, 13 September 2022. Anthony Blinken menyatakan terlalu dini menjelaskan apa yang terjadi sekarang di Kharkiv. (Ukrainian Military Unit Kholodnyi Yar, Iryna Rybakova via AP)

Sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengecam referendum "palsu" yang digelar Rusia di wilayah Ukraina yang diduduki. Ia menilai proses tersebut sebagai proses yang "diatur dan dimanipulasi" dan "langsung dari buku pedoman Kremlin."

Jean-Pierre, pada Rabu (28/9), membuat komentar dalam pemaparan Gedung Putih, sehari setelah pejabat pro-Rusia mengatakan bahwa dalam jumlah yang luar biasa, penduduk di keempat wilayah Ukraina yang diduduki memilih bergabung dengan Rusia dalam referendum yang digelar oleh Kremlin.

Menyebut hasil referendum sebagai "pemaksaan dan disinformasi oleh otoritas boneka," Gedung Putih menyatakan tindakan Rusia "jelas-jelas curang dan tidak memiliki signifikansi hukum apa pun, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (29/9/2022).

"Kami tidak akan pernah mengakui upaya pencaplokan yang ilegal dan tidak sah ini," kata Jean-Pierre.

Hasil yang telah ditentukan sebelumnya itu membuka celah untuk fase baru yang berbahaya dalam invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung selama tujuh bulan. Kremlin mengancam akan mengerahkan lebih banyak pasukan ke pertempuran itu dan kemungkinan akan menggunakan senjata nuklir.

Sementara, Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan Ukraina akan "membela" warganya di wilayah-wilayah yang diduduki Rusia, ketika pihak berwenang di sana mengumumkan hasil dari apa yang disebut referendum yang telah dikecam oleh Barat.

"Lelucon di wilayah pendudukan ini bahkan tidak bisa disebut sebagai tiruan referendum," kata Zelensky pada Selasa 27 September 2022 dalam sebuah video yang diposting di Telegram. "Kami akan bertindak untuk melindungi rakyat kami baik di wilayah Kherson, di wilayah Zaporizhzhia, di Donbas, di daerah yang saat ini diduduki di wilayah Kharkiv, dan di Krimea."

Hasil Pemungutan Suara

Rudal Rusia Hantam Depot Minyak Ukraina
Asap mengepul setelah serangan rudal Rusia menghantam depot minyak di kota Vasylkiv di luar Kiev, Ukraina (27/2/2022). Menteri luar negeri Ukraina mengatakan pada 27 Februari, bahwa Kyiv tidak akan menyerah pada pembicaraan dengan Rusia mengenai invasinya. (AFP/Dimitar Dilkof)

Di Kherson yang tertelak pada wilayah tenggara, pihak berwenang mengatakan 87% pemilih memilih penyerobotan Rusia setelah penghitungan suara selesai.

Di wilayah Luhansk, Ukraina timur yang dikendalikan oleh separatis pro-Rusia, 98,4% memilih penyerobotan oleh Rusia, kata kantor berita Rusia, mengutip otoritas setempat. "Sudah jelas" bahwa Luhansk akan kembali ke pangkuan Rusia, kata Leonid Pasechnik, pemimpin Republik Rakyat Lugansk yang memproklamirkan diri di Telegram.

Di wilayah Donetsk yang berbatasan, badan jajak pendapat mengatakan 99,2% pemilih memilih penyerobotan Rusia setelah semua surat suara dihitung, demikian menurut kantor-kantor berita setempat.

Penolakan dari Blok Barat

Presiden Rusia Vladimir Putin Peringatkan Tak Ragu Pakai Senjata Nuklir Lawan Ukraina
Rudal balistik RS-24 Yars Rusia meluncur di Lapangan Merah saat parade militer Hari Kemenangan di Moskow, Rusia, 24 Juni 2020. Ancaman Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina jika "integritas teritorial" Rusia terancam telah memicu diskusi mendalam di Barat tentang bagaimana ia akan merespons. (AP Photo, File)

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken mengatakan bahwa Blok Barat tidak akan pernah mengakui penyerobotan Rusia atas wilayah Ukraina, yang disebutnya sebagai bagian dari "skema jahat" oleh Moskow.

Nato mengecam referendum sebagai "palsu" dan "pelanggaran hukum internasional".

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen terhadap integritas teritorial Ukraina di dalam perbatasan yang diakui.

Sebelumnya, dalam sebuah pidato di hadapan dewan keamanan PBB, Presiden Volodymyr Zelenskiy memperingatkan bahwa Ukraina tidak akan dapat bernegosiasi dengan Rusia setelah pemungutan suara.

"Pengakuan Rusia atas referendum sebagai hal wajar, penerapan apa yang disebut skenario dan upaya lain untuk mencaplok wilayah Ukraina berarti tidak ada yang bisa dibicarakan," katanya dalam pesan video.

"Di depan mata seluruh dunia, Rusia melakukan lelucon yang disebut "referendum" di wilayah Ukraina yang diduduki," katanya.

Dugaan Referendum Palsu

Presiden Rusia Vladimir Putin Peringatkan Tak Ragu Pakai Senjata Nuklir Lawan Ukraina
Dalam foto yang dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia ini, kapal selam nuklir Rusia Pangeran Vladimir (atas) dan Yekaterinburg berlabuh di pangkalan angkatan laut Rusia di Gazhiyevo, Semenanjung Kola, Rusia, 13 April 2021. Para analis tidak yakin Presiden Rusia Vladimir Putin bersedia menjadi orang pertama yang melepaskan senjata nuklir sejak AS mengebom Jepang pada 1945. (Russian Defense Ministry Press Service via AP, File)

"Orang-orang dipaksa untuk mengisi beberapa kertas untuk gambar TV di bawah moncong senapan mesin. Angka-angka yang diduga hasil dari referendum semu itu telah digambar sebelumnya."

Presiden Vladimir Putin dijadwalkan berpidato di hadapan kedua majelis parlemen Rusia pada Jumat (30/9) mungkin menggunakan pidato tersebut untuk secara resmi mengumumkan penyerobotan ke Rusia dari wilayah Ukraina yang mengadakan referendum, kata Kementerian Pertahanan Inggris dalam pembaruan intelijen terbarunya.

Presiden Vladimir Putin mengatakan pada Selasa (27/9) bahwa Rusia ingin "menyelamatkan orang-orang" di wilayah-wilayah tersebut.

Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya