Liputan6.com, Sydney - Australia mengatakan akan mengakhiri persyaratan isolasi COVID-19 mulai bulan depan.
Dilansir BBC, Sabtu (30/9/2022), saat ini siapa pun yang hasil tesnya positif COVID-19 harus mengisolasi diri selama lima hari. Kendati demikian aturan tersebut akan berakhir mulai 14 Oktober mendatang.
Baca Juga
Kadang-kadang dijuluki "Benteng Australia", negara ini memiliki beberapa pembatasan paling ketat di dunia sejak pandemi dimulai.
Advertisement
Kepala petugas medis Australia, Paul Kelly, mengatakan "fase darurat" dari tanggapannya mungkin sudah berakhir. Tetapi Prof Kelly mengatakan keputusan itu "sama sekali tidak menunjukkan bahwa pandemi sudah selesai". Isolasi wajib telah menjadi salah satu dari sedikit pembatasan yang tersisa.Â
Australia terus mencatat sekitar 5.500 kasus Virus Corona setiap hari, menurut angka resmi pemerintah. Selain itu Negeri Kanguru juga tercatat sebagai salah satu negara yang paling banyak divaksinasi di dunia.
Prof Kelly mengatakan negara itu akan melihat "puncak masa depan" dari Virus Corona COVID-19, tetapi saat ini memiliki jumlah penerimaan rumah sakit dan wabah perawatan lansia yang "sangat rendah".
Asosiasi Medis Australia menentang perubahan itu, dengan mengatakan mereka yang mendorongnya tidak "melek ilmiah" dan membahayakan nyawa.
Sekitar 15.000 orang telah meninggal akibat Virus Corona COVID-19 di Australia - lebih sedikit dari banyak negara.Â
Sebagian besar telah terjadi tahun ini setelah negara itu dibuka.
Australia telah menutup perbatasan internasional selama sekitar dua tahun dan memberlakukan batasan ketat pada pergerakan di seluruh negeri.
Aturan Lain Ikut Dicabut
Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan, sebagian besar pembayaran pemerintah yang ada untuk orang-orang yang harus kehilangan pekerjaan karena COVID-19 juga akan dibatalkan.Â
"Selalu dipertimbangkan bahwa tindakan ini adalah tindakan darurat," katanya.
Pekerja lepas dan mereka yang berada di area berisiko tinggi seperti perawatan lanjut usia atau kesehatan masih bisa mendapatkan dukungan keuangan.
Sementara itu, dikutip dari The Guardian, Selasa (5/7/2022), Menteri Dalam Negeri Australia, Clare O'Neil, mengumumkan pada Minggu, 3 Juli 2022, bahwa pemerintah akan menghapus pembatasan yang diberlakukan sejak perbatasan negara dibuka kembali akhir tahun lalu, dengan perubahan pada Undang-Undang Keamanan Hayati yang dibuat mengikuti saran dari kepala petugas medis, Paul Kelly. Perubahan akan mulai berlaku pada Rabu, 6 Juli 2022.
"Ini adalah berita bagus bagi keluarga yang pulang dari liburan sekolah yang sekarang tidak perlu menggunakan DPD (deklarasi penumpang digital)," kata O'Neil.
Ia menambahkan, semakin banyak yang bepergian ke luar negeri dan semakin percaya diri dalam mengelola risiko COVID, bandara Australia semakin sibuk. Menghapus persyaratan ini tidak hanya akan mengurangi penundaan di bandara tetapi juga akan mendorong lebih banyak pengunjung dan pekerja terampil untuk memilih Australia sebagai tujuan.
Kartu digital, yang diumumkan September lalu dan menghabiskan biaya pengembangan sekitar 75 juta dolar AS, menggantikan formulir kedatangan penumpang asli dan mengharuskan orang untuk mengunggah status vaksinasi mereka sebelum memasuki Australia. Tetapi, aplikasi itu dikritik karena kaku dan sulit digunakan.
O'Neil mengatakan pemerintah telah "mendengarkan umpan balik" tentang izin tersebut. "Sembari menunggu waktunya tiba untuk menggantikan kartu penumpang masuk berbasis kertas, perlu lebih banyak pekerjaan untuk membuatnya ramah bagi pengguna," katanya.
Advertisement
Peneliti: Hampir Setengah Warga Australia Sudah Terkena COVID-19
Media Australia melaporkan bahwa hampir setengah warga Negeri Kanguru terinfeksi COVID-19.
Mengutip ABC Australia, Kamis (28/7/2022), setidaknya 46 persen warga dewasa Australia sudah pernah terkena COVID-19 hingga awal Juni 2022. Angka ini didapat dari tes darah yang dilakukan untuk mengetahui antibodi virus tersebut.
Para peneliti sudah melakukan "serosurvey", atau survei yang dilakukan dengan memeriksa darah, terhadap mereka yang menyumbangkan darah.
Ini adalah serosurvey kedua yang dilakukan untuk menemukan adanya antibodi terhadap SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
Hasilnya, angka antibodi sudah meningkat hampir tiga kali lipat dari angka 17 persen di akhir Februari lalu.
Peneliti senior di Kirby Institute, Dorothy Machalek, mengatakan penemuan ini tidaklah mengejutkan walau angka antibodi ini sangat besar.
"Pada bulan April, perbatasan internasional dibuka dan berbagai pembatasan dilonggarkan, juga banyak warga yang tidak lagi mengenakan masker sehari-hari," kata Dr Machalek. "Kita juga memasuki musim dingin sehingga perilaku warga berubah - cuaca juga lebih dingin jadi kita lebih banyak berada dalam ruangan.
"Jadi ini bukan hal yang sangat mengejutkan, tetapi memang terjadi kenaikan besar."
Rendahnya angka pengetesan, banyaknya kasus tanpa gejala, dan juga tes antigen yang dilakukan di rumah menyebabkan kemungkinan angka kasus yang lebih tinggi daripada yang resmi dilaporkan.
Dr Machalek mengatakan, meskipun tes darah dari para pendonor ini bukan gambaran sempurna dari apa yang terjadi sebenarnya, namun telah memberikan gambaran lebih nyata mengenai berapa banyak warga Australia yang sebenarnya sudah terinfeksi COVID-19.
Infeksi Paling Banyak di Kalangan Dewasa Muda
Bukti dari angka-angka infeksi sebelumnya menunjukkan mereka yang paling banyak terjangkit adalah kelompok yang berusia antara 18-29 tahun, dengan jumlah 61,7 persen, sementara yang paling rendah, sebanyak 25,7 persen, adalah mereka yang berusia 70-89 tahun di negara bagian Victoria, NSW, Queensland dan Australia Barat.
Di Australia Barat, berdasarkan survei donor darah, terjadi kenaikan jumlah infeksi dari 0,5 persen ke angka 37,5 persen dalam tiga bulan.
Para peneliti mengecek 5.139 sampel dari para donor Australia yang berusia antara 18-89 tahun untuk menemukan adanya antibodi COVID-19.
Mereka mencoba menemukan dua tipe antibodi SARS-CoV-2 untuk mengetahui apakah infeksi itu terjadi selama beberapa bulan terakhir atau baru terjadi belakangan ini saja.
Sampel donor tersebut diambil dari periode tanggal 9 sampai 18 Juni tahun ini.
Dr Machalek mengatakan ada sejumlah keterbatasan yang mereka alami dan survei yang mereka lakukan tidaklah 100 persen akurat.
"Kami menyadari bahwa mungkin kami tidak bisa menangkap sekitar 20 persen infeksi yang ada," katanya.
Advertisement