G20 Didesak Galang Solidaritas bagi Negara Rentan Kelaparan

Kondisi itu mempengaruhi 828 juta orang pada 2021, atau meningkat sekitar 46 juta orang sejak 2020 dan 150 juta sejak 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Okt 2022, 14:09 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2022, 14:09 WIB
20170214-Indonesia Kirim Bantuan Beras ke Sri Lanka-Jakarta
Pemerintah Indonesia mengirimkan 5.000 metrik ton beras untuk masyarakat Sri Lanka yang sedang mengalami krisis pangan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), dalam memperingati Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober, mendorong negara-negara G20 untuk segera bertindak dalam menggalang solidaritas bagi negara-negara yang rentan mengalami kelaparan.

"Fokusnya harus mendukung negara-negara yang berisiko kelaparan dan kekurangan gizi," kata Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal, seperti disampaikan FAO Indonesia dalam keterangannya pada Jumat, dikutip dari Antara (15/10/2022).

Berdasarkan data FAO, saat ini 3,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak mampu membeli makanan yang sehat dan kelaparan terus meningkat.

Kondisi itu mempengaruhi 828 juta orang pada 2021, atau meningkat sekitar 46 juta orang sejak 2020 dan 150 juta sejak 2019.

Hanya dalam dua tahun, jumlah orang yang rawan pangan telah meningkat dari 135 juta pada 2019 menjadi 193 juta pada 2021, dan 2022 kemungkinan akan terbukti lebih buruk, kata FAO.

 

Hampir 1 Juta Orang di 5 Negara Terancam Kelaparan

Negara Kawasan Tanduk Afrika Mengalami Kekeringan-AP Photo-20170305
Seekor sapi tergeletak di Bandarero, Kenya, Jumat (3/3). Kenya kini tengah menghadapi kekeringan parah dan krisis pangan. (AP Photo / Ben Curtis)

Badan Pangan Dunia itu juga memperkirakan bahwa sekitar 970.000 orang di lima negara --Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan dan Yaman-- akan hidup dalam kondisi kelaparan.

Oleh karena itu, FAO menekankan pentingnya untuk memastikan dukungan mata pencaharian masyarakat yang efektif, terkoordinasi dengan baik dan tepat waktu serta memperhitungkan musim tanam dan musim produksi ternak yang kritis.

"Kita harus selalu ingat bahwa setidaknya dua dari setiap tiga orang yang mengalami kelaparan ekstrem adalah produsen makanan skala kecil dari daerah pedesaan, yang membutuhkan dukungan kita untuk membantu mewujudkan transformasi sistem pertanian-pangan," ujar Aryal.

 

Dibutuhkan Lebih Banyak Koordinasi

Puluhan anak Muda Lakukan Aksi Longmarch di Jalan Pemuda
Puluhan anak muda menggelar longmarch sepanjang jalan Pemuda, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Aksi yang bertemakan Youth20ccupy: Voice of the Future tersebut dilakukan untuk menyuarakan permasalahan pengerusakan lingkungan yang berakibat krisis pangan serta menghambat pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Untuk itu, kata dia, dibutuhkan lebih banyak koordinasi antara dukungan darurat dan bantuan pembangunan, dan inisiatif untuk mempromosikan perdamaian di daerah yang terkena dampak konflik.

"Semua orang perlu bekerja sama untuk mendukung negara-negara yang terkena dampak krisis pangan untuk meningkatkan produksi pangan lokal dan memperkuat ketahanan populasi yang paling rentan," ucapnya.

Aryal menambahkan bahwa Indonesia sebagai ketua G20 tahun ini berkesempatan mengajak negara-negara anggota G20 lainnya untuk menguatkan solidaritas dengan negara-negara yang lebih rentan.

"Negara-negara anggota G20 juga harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga pembiayaan internasional untuk meningkatkan likuiditas dan ruang fiskal memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat termiskin," katanya.

"Kita harus mengurangi sampah makanan, makan makanan bergizi, musiman dan produksi lokal, serta merawat sumber daya alam seperti tanah dan air," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya