Liputan6.com, Jakarta - Membahas tentang isu global, tentu tak akan terlepas dari perang Ukraina. Global Town Hall atau GTH 2022 yang mengumpulkan ribuan audiens dari berbagai penjuru dunia -- yang disebut global citizen atau warga global -- juga tak melewatkan isu ini.
Di antara 10 diskusi yang diinisiasi oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), salah satunya membahas tentang "Dampak Perang Ukraina terhadap Warga Global", Sabtu (5/11/2022).
Perang Ukraina telah membawa gelombang ketidakpastian, reposisi geopolitik, ancaman keamanan baru, dan tantangan pembangunan.
Advertisement
Perang mengakibatkan peningkatan pengeluaran untuk pertahanan setiap negara yang berpotensi mengalihkan anggaran negara dari komitmen bantuan internasional. Terlebih, diperkirakan seperlima dari populasi global sekarang tinggal di negara-negara 'penuh badai', sangat rentan terhadap tiga dimensi utama krisis -- pangan, energi, dan keuangan.
Dino Patti Djalal, Pendiri dan Ketua FPCI, mengawali diskusi Sabtu sore dengan pernyataan tersebut. Secara garis besar, diskusi oleh warga global sore itu berfokus pada dua hal, yaitu gelombang pengungsi akibat invasi Rusia di Ukraina dan tanggapan negara-negara sekitarnya.
Gelombang Pengungsi
Mantan Menteri Luar Negeri Polandia Jacek Czaputowicz menyebutkan, Ukraina adalah negara yang menderita dan Polandia beserta negara-negara sekitar lainnya juga terdampak, bukan hanya karena perang, tapi juga sikap agresif Rusia.
"Untuk menyerang Ukraina, Rusia harus melewati beberapa negara, salah satunya Polandia. Dengan jarak sejauh itu, mengapa Rusia tetap melakukannya? Bagaimana dengan nasib warga Ukraina?", ujar Jacek.
Polandia merupakan salah satu negara tetangga tempat warga terdampak perang Ukraina mengungsi.
Dengan gelombang migran yang masif ini, muncul pertanyaan, "Akankah gelombang migran ini dapat mengarah ke xenofobia oleh masyarakat penerima yang mengarah pada ketidakstabilan lebih lanjut di negara penerima?" kata Patti Djalal
Faktanya, para pengungsi memang tidak akan tinggal di negara-negara ltu selamanya, tapi perang masih terus berlangsung, tentu penduduk terdampak membutuhkan tempat bernaung.
Sementara itu, kehidupan di Ukraina semakin sulit. Di musim dingin ini, bahkan sebagian dari mereka tidak dapat menghidupkan penghangat karena akses listrik terputus.
"Kami tidak melihat polarisasi, intoleransi, apalagi xenofobia. Dengan situasi krisis sekarang ini, para penduduk asli dapat memahami situasinya," jawab Jacek.
Tanggapan Negara-Negara Sekitar
Dalam diskusi sesi delapan ini, FPCI menghadirkan beberapa petinggi negara sekitar Ukraina. Salah satunya, mantan Presiden Mongolia Elbergdoj Tsakhia yang berpendapat bahwa Perang Ukraina berada di level yang baru. Ia juga menyebutkan, sikap Mongolia adalah memfasilitasi negara-negara itu untuk memilih kebebasannya dan tidak berpihak pada salah satu sisi.
Mantan menlu Jacek menambahkan dengan tegas bahwa sangsi internasional harus diberlakukan agar Rusia menghentikan berbagai ancamannya. "Saat G20, Rusia tidak seharusnya mendapatkan peran penentu. Perang ini bukan sekadar perang dua negara, tapi perang terhadap dunia. Kita harus mengubah pola pikir Rusia yang keliru," ujar Jacek
Pendapat Jacek juga didukung oleh Olena Dudko dari Europa Union Frankfurt. Menurut Olena, genosida Rusia terhadap Ukraina memiliki dampak yang sangat besar di Eropa. Rusia bahkan membuat propaganda antar negara-negara di Eropa.
"Eropa dan dunia harus bersatu dan memastikan kebebasan Ukraina. Rusia harus bertanggung jawab dengan kerusakan yang mereka ciptakan," tegas Olena.
Sementara itu, Direktur Foreign Policy Research of SETA Foundation Prof. Murat Yeşiltaş menyebutkan bahwa Turki mengambil sikap sebagai mediator antara kedua negara untuk mencapai politik yang objektif. Turki berusaha memberikan strategi alternatif untuk kedua negara agar menemukan titik temu dan mencegah perang terus berlanjut.
"Koneksi yang strategis sangat diperlukan. Turki berusahan menengahi dialog diplomatik dan memfasilitasi pertemuan untuk Ukraina dan Rusia," ujar Murat.
Advertisement
Bersatu Tangani Krisis
Diskusi ini diakhiri dengan ajakan dari para petinggi Eropa itu untuk memberikan bantuan kemanusiaan pada Ukraina dan negara-negara lainnya yang saat ini menghadapi krisis.
Mereka juga mengajak pemimpin negara-negara yang akan menghadiri G20 Presidensi untuk mempersiapkan kebijakan apa saja yang perlu dimasukkan dalam final statement pertemuan besar itu, sehingga tidak ada lagi negara yang diserang atau menderita karena negara lain.
"Mari bersatu dukung satu sama lain dan kerja bersama. Saya akan selalu optimis dengan kemenangan dan perdamaian yang nyata," pungkas mantan presiden Mongolia.
Reporter: Safinatun Nikmah