Liputan6.com, Sydney - Lorikeet Paralysis Syndrome (LPS) atau Sindrom Kelumpuhan Lorikeet adalah penyakit musiman yang terjadi setiap tahun antara Oktober hingga Juni yang menyebabkan lorikeet jatuh dari langit dan tidak bisa bergerak.
Mengutip dari Odditycentral, Senin (7/11/2022), ahli ornitologi dan dokter hewan telah mengetahui tentang LPS selama bertahun-tahun, tetapi terlepas dari upaya terbaik mereka, penyebab penyakit ini tetap menjadi misteri.
Baca Juga
Top 3 Berita Hari Ini: Wamen Pariwisata Minta Maaf Usai Diprotes karena Angkat Lagi Wacana Wisata Halal di Bali
Remaja Australia Diprediksi Banyak yang Libur Nataru di Bali, Diperingatkan Soal Asuransi dan Hormati Budaya Lokal
Cassius Buaya Penangkaran Terbesar di Dunia Mati Usia 110 Tahun dengan Bobot Nyaris 1 Ton
Hal ini sangat mengkhawatirkan karena penyakit ini menyerang ribuan burung lorikeet setiap tahun dan terbukti berakibat fatal. Burung-burung yang terserang tidak bisa makan atau melarikan diri dari pemangsa.
Advertisement
Kasus LPS telah dilaporkan di Australia sejak 1970. Meskipun para ilmuwan telah mampu menentukan beberapa 'kemungkinan' penyebabnya, tetapi mereka masih belum mengetahui apa penyebab sebenarnya.
“Kami mengesampingkan hal-hal umum yang mungkin menyebabkan gejala pada burung-burung ini – kami tahu itu bukan racun yang dihasilkan sebagai akibat polusi, itu bukan racun yang terkait dengan pestisida atau semacamnya,” kata Profesor David Phalen dari School of Veterinary Science University of Sydney kepada The Sydney Morning Herald. “Kami juga tahu itu bukan penyakit menular.”
Selama bertahun-tahun, banyak teori telah mencoba memecahkan misteri sindrom kelumpuhan yang menyerang spesies burung beo ini, tetapi belum ada satupun yang terkonfirmasi.
Beberapa teori mengaitkan penyakit ini dengan keracunan timbal, defisiensi tiamin, seng atau selenium, dan beberapa dokter hewan percaya bahwa itu disebabkan oleh kerusakan pada tulang belakang leher.
Diduga Keracunan Makanan
Sementara itu teori yang paling banyak diterima menyebutkan, LPS disebabkan oleh tanaman yang dimakan lorikeet pada bulan-bulan antara Oktober dan Juni.
Fakta bahwa penyakit LPS musiman dan terjadi di wilayah tertentu di Australia tentu mengarah ke sana. Akan tetapi, sejauh ini tidak ada yang dapat mengidentifikasi tanaman apa itu.
"Ada sejumlah besar makanan alami di luar sana, bunga dari segala jenis, tapi entah bagaimana itu menyebabkan penyakit," pakar burung Darryl Jones dari Griffith University mengatakan kepada ABC News. "Kami tidak tahu hubungannya - kami tahu apa itu, tetapi kami tidak tahu apa yang menyebabkannya atau mengapa."
Menemukan penyebab penyakit mengerikan ini telah terbukti sangat rumit. Sehingga para ahli burung mulai mengimbau masyarakat umum, meminta mereka untuk mengambil foto setiap kali mereka melihat lorikeet memakan tanaman tertentu.
Melalui foto-foto itu, para ahli dapat menyelidiki dan setidaknya mempertimbangkannya sebagai daftar tanaman yang berpotensi beracun.
Advertisement
Tidak Mampu Bergerak hingga Mati
Tanda-tanda klinis Sindrom Kelumpuhan Lorikeet bervariasi dalam tingkat keparahan dan termasuk ketidakmampuan untuk terbang, kelumpuhan semua anggota badan dan leher, kelumpuhan lidah, ketidakmampuan untuk menelan, bahkan ketidakmampuan untuk berkedip.
Beberapa burung mati sebagai akibat dari gejala-gejala ini, seperti ketidakmampuan untuk makan, sementara yang lain ditabrak mobil atau dijemput oleh predator atau semut di tanah karena ketidakmampuan mereka untuk bergerak.
“Saya hanya bisa membayangkan apa yang harus mereka lalui, memikirkan tidak bisa bergerak dan bertanya-tanya bagaimana akhir mereka nanti,” kata Prof. David Phalen.
“Mereka memiliki cakar yang terkepal, sehingga mereka tidak dapat mendarat dan berpegangan pada cabang: itulah masalah sederhananya,” tambah Prof. Darryl Jones. “Mereka jatuh ke tanah dan mati kelaparan atau predator menangkapnya atau semut mengerubunginya. Ini cukup mengerikan.”
Kasus pertama LPS tahun ini telah dilaporkan, tetapi penyakit musiman diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Desember, Januari dan Februari.
Kematian Massal Burung Pipit di Cirebon
Sementara itu, misteri kematian massal pada burung juga terjadi di Cirebon, Indonesia tahun lalu.
Belum ada penelitian lebih lanjut terkait penyebab kematian massal burung pipit di area Balai Kota Cirebon. Meski demikian, banyak yang menduga kematian burung tersebut diperkirakan karena faktor cuaca.
Praktisi konservasi burung Indonesia, Ria Saryanthi mengatakan, hipotesa awal kematian massal burung Pipit atau Bondol itu karena faktor cuaca ekstrem. Pengaruh hujan besar membuat daya tahan tubuh si burung pipit turun sehingga jatuh hingga mati.
"Karena kejadiannya juga mirip-mirip seperti di Bali dan hipotesa awalnya juga mirip," ujar Yanthi saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (14/9/2021).
Dia menjelaskan, burung pipit atau bondol terbiasa hidup berkoloni atau berkelompok. Mereka biasa mencari makan bersama dan tinggal bersama di tenggeran pohon tinggi.
Cuaca ekstrem, kata dia, membuat daya tahan tubuh si burung diduga melemah. Bulu-bulu pada tubuh si burung tidak mampu menahan dinginnya cuaca dan air hujan yang menetes deras.
"Tidak menutup kemungkinan juga terkena petir karena burung bertengger di pohon tinggi besar hujan lebat sehingga mereka jatuh," ujar dia.
Kendati demikian, diharapkan ada tindakan pemerintah setempat untuk membantu meneliti penyebab matinya ratusan burung pipit tersebut.
Penulis: Safinatun Nikmah
Advertisement