Liputan6.com, Beijing - Kasus COVID-19 tengah kembali melonjak di China. Seperti dilansir Channel News Asia, per harinya, kasus yang terjadi di Negeri Tirai Bambu itu mencapai 40 ribu.
Pemerintah China pun menerapkan lockdown besar-besaran di beberapa wilayah. Protokol kesehatan super ketat juga diberlakukan. Masyarakat China diwajibkan melakukan tes COVID-19 setiap harinya dengan tameng aturan "COVID Zero".
Baca Juga
Kondisi ini ternyata berimbas kepada kebijakan tayangan langsung Piala Dunia 2022 di Qatar. Seperti dilansir Daily Mail, Pemerintah China memutuskan untuk menyensor gambar yang menampilkan banyaknya suporter yang tidak menggunakan masker di tribun stadion.
Advertisement
Footage atau gambar-gambar yang menampilkan para penonton di stadion yang tidak menggunakan masker itu kemudian diganti dengan aktivitas pemain cadangan atau pelatih di pinggir lapangan.
Tayangan langsung Piala Dunia 2022 di negeri yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu disiarkan oleh stasiun televisi milik pemerintah, China Central Television (CCTV).
Pemerintah China khawatir apa yang terpampang di tayangan langsung Piala Dunia 2022, di mana begitu banyak suporter yang tak mengenakan masker akan dijadikan "senjata" untuk menyerang kebijakan lockdown ketat yang mereka terapkan.
Pasalnya, saat ini, mulai muncul gelombang demonstrasi besar-besaran yang menolak kebijakan lockdown tersebut. Para demonstran menganggap kebijakan atau aturan Zero COVID yang diterapkan pemerintah China berlebihan.
Makin Masif
Protes terhadap aturan lockdown di China sendiri mulai masif sejak terjadi kebakaran di Urumqi Compleks di sebelah Barat wilayah Xinjiang yang menewaskan 10 orang, dua hari lalu.
Gedung ini termasuk salah satu yang di-lockdown. Padahal, menurut demonstran, wilayah di daerah tersebut masuk dalam risiko rendah untuk COVID-19.
Advertisement
Mahasiswa China Tuntut Demokrasi, Rakyat: Xi Jinping Mundur!
Sementara itu, para mahasiswa di China ikut turun untuk protes melawan kebijakan COVID-19 di negara mereka. Protes itu juga menjadi platform untuk mengkritik Presiden China Xi Jinping serta menuntut demokrasi.
Berdasarkan laporan Nikkei Asia, Senin (28/11/2022), para mahasiswa yang ikut demo ternyata berasal dari kampus-kampus top, seperti Universitas Peking dan Universitas Tsinghua.
Mereka menggunakan taktik kertas kosong untuk mengkritik pemerintahan China. Kertas kosong itu dapat menjadi cara efektif untuk menghindari sensor dari otoritas China.
Ketika berorasi, mereka dengan lantang meminta adanya demokrasi, serta aturan COVID-19 yang lebih longgar.
"Jangan lockdown, tetapi kebebasan. Jangan tes PCR, tetapi makanan," sebagian berteriak.
Ada pula mahasiswa yang lebih berani dan menuntut demokrasi.
"Beristirahat dengan damai, panjang umur rakyat." Dan berteriak "demokrasi, aturan hukum, kebebasan berekspresi."
Terjadi di Kota Besar Lain
Tak hanya di Beijing dan Shanghai, para mahasiswa juga demo di kota-kota besar seperti Shanghai, Beijing, Guangzhou, Chengdu, hingga Wuhan yang menjadi tempat pertama virus corona terdeteksi.
Warga Shanghai dengan lantang meminta agar Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis China (PKC) mundur.
"Mudur, Xi Jinping. Mundur PKC."
Sementara rakyat Chengdu mengingatkan agar tidak ada kaisar di China, serta menolak pemimpin seumur hidup. Presiden Xi Jinping baru saja terpilih untuk lanjut tiga periode pada Kongres PKC 2022.
"Protes-protes ini adalah yang tindakan resistensi terbesar di China sejak demonstrasi Tiananmen pada 1989," ujar Wu Qiang, mantan dosen politik Universitas Tsinghua. Wu Qiang dipecat karena mendukung protes di Hong Kong.
Advertisement