Dubes Rusia: Ini Perang Proxy, Ukraina Kalah Tanpa NATO

Duta Besar Rusia Lyudmila Vorobieva membahas invasi Rusia yang terus berlanjut hingga akhir 2022.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Feb 2023, 12:37 WIB
Diterbitkan 21 Des 2022, 16:00 WIB
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Invasi Rusia masih terus berlanjut hingga penghujung 2022. Rusia masih belum bisa menaklukkan Ukraina, meski situs Global Firepower menyebut Rusia memiliki militer terkuat di Benua Eropa. 

Namun, Ukraina masih terus melakukan resistensi. Wilayah-wilayah yang dianeksasi Rusia juga masih ditarget Ukraina untuk direbut. 

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, berkata bahwa Ukraina mendapat bantuan NATO sehingga bisa bertahan. Dubes Rusia berkata ada perang proxy. 

"Tentu tak mudah karena sekarang kita bertarung tidak melawan Ukraina tapi melawan NATO," ujar Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Rabu (21/12/2022). 

Dubes Rusia bahkan berkata operasi militer negaranya bisa berakhir pada April 2022 jika Ukraina tidak dibantu NATO. Rusia lantas menyalahkan NATO yang melakukan perang proxy di tengah invasi.

"Jadi ini adalah perang proxy," ujar Dubes Rusia. "Bagi kami makna perang di Ukraina adalah perang proxy oleh barat dengan menggunakan Ukraina."

Meski pemerintah Inggris menyebut Rusia sedang mengalami kesulitan persenjataan, Dubes Vorobieva menyebut tentara Rusia masih terus bergerak maju. 

"Kami bisa melihat bahwa tentara kami bergerak maju. Pertempurannya saya bilang sangat berat," ucapnya. 

Lebih lanjut, Dubes Rusia juga berkata situasi ekonomi di negaranya tidak mengalami krisis, meski terkena sanksi. Sektor perbankan Rusia menjadi sasaran sanksi internasional. Dubes Rusia berkata sanksi-sanksi internasional bersifat ilegal, sehingga ia pun sampai harus membawa uang tunai terus.

Menteri Pertahanan Inggris: Iran Jadi Beking Militer Rusia

Rusia Resmi Caplok 4 Wilayah Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara bersama Pemimpin Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik (kiri), dan Pemimpin Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin (kanan) saat perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina dengan Rusia di Lapangan Merah, Moskow, Rusia, 30 September 2022. (Sergei Karpukhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengungkap bahwa ada rencana antara Rusia dan Iran untuk saling menyediakan senjata. Rusia menginginkan ratusan drone dari Iran.

Informasi tersebut diungkap oleh Wallace di Parlemen Inggris.

"Iran telah menjadi beking teratas bagi militer Rusia," ujar Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace dalam videonya di Gedung Parlemen Inggris, dikutip Rabu (21/12).

Ia menyebut Rusia memesan ratusan drone dari Iran untuk tujuan kamikaze. Drone kamikaze ini menjadi sorotan karena digunakan untuk menyerang Ukraina. Drone yang dipakai untuk kamikaze tersebut adalah drone murah.

Rusia juga menyediakan Iran komponen militer canggih.

"Sebagai timbal balik karena diberi pasokan lebih dari 300 drone kamikaze, Rusia kini berniat menyediakan Iran dengan komponen-komponen militer yang maju," ucap Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace.

Menteri Pertahanan Inggris berkata tindakan Rusia itu bisa melemahkan keamanan di Timur Tengah dan internasional, sehingga ia mengekspos hal tersebut di hadapan parlemen.

Lebih lanjut, Ben Wallace berkata relasi Rusia-Iran mengungkapkan masalah di dalam militer Rusia, pasalnya Rusia disebut mulai kekurangan amunisi. Sanksi-sanksi dari dunia internasional juga disebut Ben Wallace telah melemahkan kapasitas militer Rusia.

"Di balik layar, sanksi-sanksi internasional, termasuk sanksi yang diterapkan secara independen oleh Kerajaan Bersatu, telah melemahkan industri pertahanan Kremlin," ujar Ben Wallace. "Mereka kini ingin membongkar pesawat untuk mencari spare-parts."

Rudal Iran

Presiden Rusia Vladimir Putin Peringatkan Tak Ragu Pakai Senjata Nuklir Lawan Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu menggunakan senjata nuklir untuk menangkal upaya Ukraina merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow. (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Sebelumnya dilaporkan, Rusia kembali meluncurkan rudal ke Ukraina dan targetnya adalah ibu kota Kyiv. Tak ada korban jiwa dalam serangan tersebut, namun Kyiv menjadi mati lampu.

Dilaporkan BBC, Selasa (20/12), pihak UKraina mengaku berhasil menembak jatuh mayoritas rudal yang datang, tetapi sejumlah rudal mengenai "infrastruktur kritis" sehingga terjadi mati lampu. Serangan terjadi sebelum Presiden Vladimir Putin tiba di Belarusia untuk bertemu Presiden Alexander Lukashenko pada Senin kemarin.

Serangan malam ke Kyiv ini disebut bukan hal biasa. Ada 23 rudal Iran yang ditembakkan pihak Rusia, Ukraina berhasil menangkal 18 di antaranya.

Foto-foto viral di media sosial menampilkan pemadam kebakaran berupaya memadamkan api besar di lokasi pembangkit listrik. Ada dua orang yang terluka.

Pada Jumat lalu, Rusia juga meluncurkan rudal ke arah Kyiv. Serangan-serangan menarget infrastruktur sipil di tengah musim dingin. Ukraina lantas menyebut Rusia berusaha menggunakan musim dingin sebagai senjata.

Terkait Belarusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut Rusia akan melancarkan serangan darat pada awal tahun depan melalui Belarusia. Namun, sejumlah pakar belum melihat bukti bahwa Rusia berusaha melakukan serangan baru.

Ketika invasi dimulai pada Februari 2022, Belarusia mengizinkan Rusia memakai daerah mereka untuk merangsek masuk ke Ukraina. Namun, Belarusia tidak terlibat secara langsung ke perang yang terjadi. 

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko merupakan orang dekat Presiden Vladimir Putin. Rezim Presiden Lukashenko terkenal korup dan berkuasa di Belarusia sejak 1994.

Rusia Janji Tak Gempur Ukraina Saat Natal

Rusia Resmi Caplok 4 Wilayah Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin (tengah) berbicara dengan Pemimpin Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik (kiri), Pemimpin Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin (kedua kiri), Kepala Wilayah Kherson Vladimir Saldo (kedua kanan), dan Kepala Wilayah Zaporizhzhia Yevgeny Balitsky (kanan) berdiri di dekatnya saat perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina dengan Rusia di Lapangan Merah, Moskow, Rusia, 30 September 2022. (Sergei Karpukhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Rusia mengesampingkan "gencatan senjata Natal" setelah hampir 10 bulan perang di Ukraina dan menolak seruan Kyiv untuk mulai menarik pasukan sebelum Natal sebagai langkah untuk mengakhiri konflik terbesar Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12), Rusia dan Ukraina saat ini tidak terlibat dalam pembicaraan untuk mengakhiri pertempuran, yang berkecamuk di timur dan selatan dengan sedikit pergerakan di kedua sisi. 

Kekerasan kembali terjadi di Kyiv pada Rabu (15 Des), dengan  serangan drone besar pertama di ibu kota Ukraina dalam beberapa minggu. Dua gedung administrasi dihantam, tetapi sebagian besar pertahanan udara berhasil menghalau serangan itu. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan 13 drone telah ditembak jatuh.

Di salah satu distrik Kyiv, di mana salju menutupi tanah, penduduk mengatakan mereka mendengar deru mesin pesawat tak berawak Iran Shahed yang keras diikuti oleh ledakan kuat di sebuah gedung di sebelah rumah mereka.

Puluhan ribu orang telah terbunuh, jutaan lainnya mengungsi dan kota-kota menjadi puing-puing sejak Rusia menginvasi tetangganya pada 24 Februari, dengan mengatakan bahwa hal itu diperlukan untuk melindungi penutur bahasa Rusia dari kaum nasionalis sayap kanan Ukraina. 

Kyiv dan sekutunya menyebutnya perang pilihan tanpa alasan.

"Tidak ada ketenangan di garis depan," kata Zelenskyy dalam pidatonya. Ia menggambarkan penghancuran kota-kota di timur oleh Rusia dengan artileri "sehingga hanya reruntuhan dan kawah kosong" yang tersisa.

Infografis Rusia Didepak dari Dewan HAM PBB
Infografis Rusia Didepak dari Dewan HAM PBB (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya