Liputan6.com, Beijing - Republik Rakyat China (RRC) tidak terima karena pendatang dari negaranya diwajibkan ikut tes COVID-19 ketika masuk negara lain. Kebijakan itu turut diambil di Korea Selatan dan Jepang.Â
Aturan wajib tes COVID-19 bagi pendatang dari China diambil karena lonjakan kasus yang signifikan di China. Namun, pemerintah China melonggarkan aturan COVID-19 mereka.Â
Baca Juga
Dilaporkan Global Times, Rabu (4/1/2022), sejumlah pejabat di sektor pemerintahan dan kesehatan China menolak kebijakan tersebut, dan menilai aturan tes COVID-19 itu sebagai "sementara, tak perlu, dan kurang dasar ilmiah."
Advertisement
Media pemerintah China itu juga menyebut kebijakan wajib tes ini sebagai "buang-buang waktu dan sumber daya" saja.Â
Negara-negara tetangga China seperti Jepang, Korea Selatan, dan India kompak mengambil kebijakan ini.Â
Amerika Serikat turut menerapkan yang sama. Uni Eropa belum menerapkan kebijakan ini, tetapi beberapa anggotanya sudah mewajibkan tes COVID-19, seperti Prancis, Italia, dan Spanyol.Â
Kementerian Luar Negeri China Mao Ning juga ikut mengkritik kebijakan wajib tes COVID-19.Â
"Sejumlah kebijakan-kebijakan tidak proporsional dan tak bisa disetujui. Kami secara tegas menolak tindakan-tindakan COVID untuk tujuan politik dan akan mengambil tindakan-tindakan untuk merespons bermacam situasi berdasarkan prinsip timbal balik," ujar Mao Ning.
Mao lantas meminta agar kebijakan COVID-19 tidak berdasarkan politik serta tidak berdampak ke masyarakat umum.Â
"Hal tersebut (tes COVID-19) seharusnya tak digunakan untuk manipulasi politik, seharusnya tak ada kebijakan-kebijakan diskriminasi terhadap negara-negara tertentu," ujar jubir Kemlu China itu.
AS Cuek Protes China
Amerika Serikat mengatakan pada Selasa (3 Januari) bahwa persyaratan tes COVID-19 untuk pelancong dari China didasarkan pada sains dan karena kurangnya transparansi Beijing pada kasus yang melonjak.
Dilansir Channel News Asia, Rabu (4/1/2023), China sebelumnya mengecam tindakan yang diambil oleh sejumlah negara pada para pelancongnya dan menyebut bahwa aturan tersebut "tidak dapat diterima". Itu terjadi dua hari sebelum penumpang udara berusia dua tahun ke atas akan diminta untuk menunjukkan tes COVID-19 negatif untuk memasuki Amerika Serikat.Â
"Ini adalah pendekatan yang semata-mata dan secara eksklusif didasarkan pada sains," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price kepada wartawan ketika ditanya tentang pernyataan rekannya dari China.
Langkah-langkah tersebut memiliki "masalah kesehatan masyarakat yang mendasarinya" karena "lonjakan kasus COVID-19 di RRT dan kurangnya data urutan genom virus dan epidemiologis yang memadai dan transparan yang dilaporkan dari RRT", kata Price, mengacu pada Republik Rakyat Tiongkok.
Price menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat siap untuk membagikan vaksin COVID-19-nya dengan China, yang telah gencar mempromosikan vaksinnya sendiri di luar negeri yang menurut pakar kesehatan internasional kurang efektif.
China telah mengalami lonjakan jumlah penyakit COVID-19 sejak tiba-tiba mengakhiri pembatasan secara drastis.
Advertisement
Dubes RI Imbau WNI Waspada dan Jaga Kesehatan
Duta Besar Republik Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun mengingatkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) di Tiongkok bahwa aturan terkait COVID-19 tetap berlaku meski pemerintah setempat telah mengumumkan pelonggaran. Dia meminta WNI tetap waspada dan menjaga kesehatan.
"Imbauan KBRI kepada masyarakat dan pelajar masih berlaku saat dikeluarkan pada akhir November, untuk tetap waspada dan jaga kesehatan," ujar Djauhari Oratmangun saat dihubungi Liputan6.com pada Selasa (3/1/2023).Â
Diplomat senior RI ini juga menyampaikan perkembangan kasus COVID-19 di China yang ia sebut telah menurun.
"Meski kasus sudah jauh menurun tapi sebaiknya tetap diperhatikan," ujar Djauhari Oratmangun.
"Alhamdulillah sampai saat ini belum ada kasus berarti dari masyarakat Indonesia, sebagian besar sudah beraktivitas seperti biasa lagi."
Usai pelonggaran aturan COVID-19, pemerintah China kembali membuka perbatasannya bagi pelancong, terutama menjelang libur Tahun Baru Imlek.
Amerika Serikat, Jepang, dan sejumlah negara lainnya memutuskan mewajibkan tes COVID-19 bagi pelancong yang datang dari China. Langkah tersebut mencerminkan kekhawatiran global bahwa varian baru dapat muncul dalam wabah eksplosif.
Orang Indonesia Masih Nyaman Pakai Masker
Di tengah pandemi COVID-19 yang belum selesai, Pemerintah masih menganjurkan penggunaan masker terutama di ruang tertutup. Kesadaran memakai masker selepas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dicabut juga diharapkan terwujud.
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin, orang Indonesia ke depannya akan terlihat lebih nyaman memakai masker dengan adanya COVID-19. Dalam hal ini, masyarakat belajar dari pandemi untuk memakai masker, terlebih lagi kalau dilanda flu dan batuk - pilek.
Budaya memakai masker orang Indonesia bisa saja terjadi seperti halnya di negara lain. Bahwa setiap individu dapat menjaga kesehatan masing-masing dan berupaya agar tidak menulari virus kepada orang lain.
"Nah, saya rasa nanti dengan adanya COVID-19 ini, orang Indonesia akan lebih nyaman memakai masker. Seperti orang Jepang itu bagus, sedikit-sedikit pakai masker, itu budaya yang baik, protokol kesehatan yang baik," tutur Budi Gunadi di Istana Negara Jakarta baru-baru ini.
"Ya cuci tangan juga. Ada tuh cara cuci tangan dengan benar. Kemudian kalau kerumunan terlampau banyak (orangnya) ya kita lebih hati-hati. Apalagi kalau ada orang banyak batuk-batuk, ya pakai masker."
Advertisement