Balas Pembatasan Perjalanan Korea Selatan dan Jepang, China Tangguhkan Penerbitan Visa

Penangguhan akan disesuaikan jika Korea Selatan menghapus tindakan pembatasan masuk yang diskriminatif yang menargetkan China.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Jan 2023, 17:02 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 17:02 WIB
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19 Fernando Zhiminaicela via Pixabay (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19 Fernando Zhiminaicela via Pixabay (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Seoul - China menangguhkan penerbitan sejumlah visa untuk Korea Selatan dan Jepang. Langkah ini menandai balasan Beijing atas pembatasan perjalanan, di mana penumpang asal China diwajibkan melakukan tes COVID-19.

"Konsulat China di Korea Selatan akan berhenti mengeluarkan visa jangka pendek untuk kunjungan, bisnis, wisata, perawatan medis, transit, dan isu pribadi mulai Selasa (10/1)," demikian diumumkan Kedutaan Besar China di Seoul seperti dikutip dari The Straits Times.

"Penangguhan akan disesuaikan jika Korea Selatan menghapus tindakan pembatasan masuk yang diskriminatif yang menargetkan China," imbuh Kedubes China.

Kyodo News melaporkan bahwa China juga menangguhkan penerbitan visa untuk Jepang dengan alasan serupa.

Langkah China yang mencabut kebijakan "nol COVID-19" di tengah lonjakan kasus telah memicu kekhawatiran berbagai negara. Terlebih, Beijing tidak lagi mempublikasikan informasi harian yang mendetail tentang pembaruan kasus COVID-19 di wilayahnya.

Menurut Kementerian Luar Negeri China, langkah balasan ini diumumkan sehari setelah menteri luar negerinya, Qin Gang, menyatakan keprihatinan terkait pembatasan perjalanan kepada rekannya Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin via telepon.

Korea Selatan: Alasan Kami Objektif

Rumah Sakit Beijing Kekurangan Tempat Tidur saat Kasus Covid-19 Menggila
Seorang perempuan merawat kerabat lansianya yang terbaring di tandu saat pasien menerima infus di bangsal darurat sebuah rumah sakit di Beijing, Kamis (5/1/2023). Pasien, kebanyakan dari mereka lansia, berbaring di tandu di lorong dan menerima oksigen sambil duduk di kursi roda saat kasus COVID-19 melonjak di ibu kota China, Beijing. (AP Photo/Andy Wong)

Menyusul pengumuman tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Lim Soo-suk menuturkan, "Langkah-langkah pencegahan yang diperkuat pemerintah Korea Selatan bagi pendatang dari China didasarkan pada alasan yang ilmiah dan objektif."

"Kami telah secara transparan bertukar informasi dengan komunitas internasional, termasuk juga berkomunikasi dengan China," imbuhnya.

Korea Selatan mulai mewajibkan tes COVID-19 bagi kedatangan asal China pekan lalu. Seoul tidak sendiri, karena sejumlah negara pun mengambil langkah serupa.

Selain mewajibkan tes COVID-19, Korea Selatan sebelumnya juga telah mengumumkan akan membatasi penerbitan visa jangka pendek hingga akhir Januari. Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan pada Senin bahwa langkah-langkah pembatasan harus fokus pada keselamatan warganya.

Di lain sisi, China telah memperingatkan bahwa tindakan pembatasan akan menuai balasan sesuai dengan prinsip timbal balik.

Negara-negara yang juga menerapkan pembatasan terhadap kedatangan dari China termasuk Amerika Serikat, Prancis, Kanada, Jepang, dan Australia.

Mengingatkan pada Perselisihan Lama

Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Konfrontasi dalam hubungan bilateral China dan Korea Selatan bukan kali pertama terjadi. Pada tahun 2017, China secara dramatis mengambil kebijakan mengurangi perdagangan dengan Korea Selatan setelah presiden Korea Selatan saat itu, Moon Jae-in, setuju untuk menjadi tuan rumah sistem antirudal AS THAAD.

Bara belum padam hingga kini. Pasalnya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol dalam beberapa bulan terakhir mengulang pernyataan untuk bekerja lebih dekat AS.

China Setop Publikasi Data COVID-19

Rumah Sakit Beijing Kekurangan Tempat Tidur saat Kasus Covid-19 Menggila
Pasien lanjut usia (lansia) beristirahat di sepanjang koridor bangsal darurat saat mereka menerima infus di Beijing, Kamis (5/1/2023). Pasien, kebanyakan dari mereka lansia, berbaring di tandu di lorong dan menerima oksigen sambil duduk di kursi roda saat kasus COVID-19 melonjak di ibu kota China, Beijing. (AP Photo/Andy Wong)

Komisi Kesehatan Nasional China telah berhenti menerbitkan laporan harian tentang kematian akibat COVID-19 pada 25 Desember. Per 2 Januari, jumlah kematian resmi akibat COVID-19 di China adalah 5.253 sejak pandemi dimulai pada Januari 2020. Populasi China sendiri mencapai lebih dari 1,4 miliar orang pada tahun 2021.

Menurut perkiraan yang diterbitkan 28 Desember oleh Airfinity, sebuah firma riset di London yang berfokus pada analitik kesehatan prediktif, infeksi COVID-19 di China akan mencapai puncak pertama pada 13 Januari 2023, dengan 3,7 juta kasus per hari. Adapun kematian diperkirakan mencapai puncaknya 10 hari kemudian, yakni sekitar 25.000 per hari. Demikian seperti dilansir VOA.

Dokter penyakit menular Amerika Serikat yang juga cendekiawan senior di Johns Hopkins Center Amesh Adalja mengatakan, "Pemerintah China mampu dan harus meningkatkan akses ke Paxlovid bagi individu berisiko tinggi untuk mempertahankan kapasitas rumah sakit mereka dan meminimalkan kematian."

Infografis Pelancong China Wajib Tes Covid-19
Infografis Pelancong China Wajib Tes Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya