Kabul - Wanita-wanita di seluruh dunia kini memiliki lebih banyak hak untuk berkembang dan memilih jalan hidup mereka. Namun tak demikian di Afghanistan. Wanita kesulitan belajar di dalam kelas atau berprestasi sebagai atlet.
Dilaporkan ABC Indonesia, Jumat (13/1/2023), seorang wanita muda Noura bercerita bagaimana ia menekuni olahraga begitu kuatnya bahkan ia harus mengabaikan penentangan dari keluarganya sendiri selama bertahun-tahun.
Advertisement
Baca Juga
Siksaan fisik dari ibunya dan cemoohan dari tetangganya tidak menghentikan niatnya untuk terlibat dalam kegiatan olahraga.
Tapi perempuan Afghanistan berusia 20 tahun tersebut tidak bisa meremehkan aturan yang diterapkan Taliban yang kini menguasai negaranya.
Menurut Noura mereka tidak saja melarang semua perempuan untuk melakukan kegiatan olahraga, tapi juga aktif mengintimidasi mereka yang masih diam-diam melakukan latihan.
Noura merasa kehidupannya seperti terhenti.
"Saya merasa seperti bukan orang yang sama lagi," katanya.
"Sejak Taliban berkuasa, saya merasa seperti orang mati."
Sejumlah perempuan Afghanistan, yang sebelumnya terlibat dalam kegiatan olahraga, mengatakan mereka mendapatkan ancaman dari Taliban, baik dalam bentuk didatangi secara langsung atau ditelepon sebagai peringatan untuk tidak lagi terlibat olahraga.
Mereka mau menceritakan kisahnya, tapi meminta agar identitasnya dirahasiakan karena takut akan diancam lagi.
Mereka berpose untuk difoto kantor berita AP dengan peralatan olahraga sesuai minat mereka.
Tapi mereka menggunakan burka untuk menutupi identitas, yang tidak dikenakan saat berolahraga tapi harus dipakai saat keluar rumah.
Perjuangan
Noura menghadapi penentangan seumur hidupnya di saat dia berusaha berpartisipasi dalam kegiatan olahraga.
Dilahirkan di pemukiman miskin di Kabul, Noura mulai bermain sepakbola dengan anak-anak laki-laki di sekitar rumahnya.
Ketika berusia sembilan tahun, seorang pelatih melihat bakatnya dan atas anjurannya dia ikut tim sepakbola remaja putri.
Dia merahasiakan hal tersebut dari keluarganya kecuali dari ayahnya, meski akhirnya ketahuan juga karena bakatnya yang menonjol.
Di usia 13 tahun, dia menjadi pemain sepak bola terbaik di tingkat usianya, hingga nama dan fotonya disiarkan oleh televisi.
"Di seluruh dunia ketika seorang perempuan terkenal dan gambarnya ditayangkan oleh televisi itu menjadi hari paling membahagiakan," katanya.
"[Tapi] bagi saya hari itu sangat menyedihkan dan menjadi awal dari hari-hari buruk sesudahnya."
Mengetahui hal tersebut ibunya marah dan melarangnya bermain bola lagi.
Namun dia tetap main diam-diam dan terungkap lagi ketika timnya memenangkan kejuaraan nasional dan fotonya muncul di berita. Kali ini ibunya memukulnya.
Noura kemudian diam-diam menghadiri upacara pemberian penghargaan dan menangis di panggung ketika yang hadir bertepuk tangan.
"Hanya saya yang tahu mengapa saya menangis, karena kesepian dan susahnya hidup yang saya alami," katanya.
Mengetahui hal tersebut kemudian ibunya membakar sepatu dan seragam tim sepak bolanya.
Advertisement
Dunia yang Berbeda
Noura berhenti main bola dan beralih ke tinju.
Akhirnya ibunya setuju setelah menyadari ia tidak bisa menghentikan putrinya berolahraga.
Ketika Taliban memasuki Kabul, pelatihnya memberitahu ibunya untuk membawa Noura ke bandara untuk mengungsi ke luar negeri.
Noura mengatakan ibunya tidak menyampaikan pesan tersebut karena tidak ingin putrinya meninggalkan Afghanistan.
Ketika dia mengetahui pesan tersebut namun sudah terlambat, Noura mengatakan dia sempat memotong nadi tangannya sebelum berhasil ditolong dan dibawa ke rumah sakit.
"Dunia jadi gelap bagi saya," katanya.Tiga bulan kemudian seorang pria yang mengatakan dia ada anggota Taliban menelepon keluarganya dan mengancam Noura.
"Mereka mengatakan "mengapa kamu bermain tinju. Olahraga dilarang," katanya.
Ketakutan dengan ancaman tersebut, dia meninggalkan Kabul, memakai burka untuk pergi ke kota asalnya. Ia sekarang sudah kembali lagi ke Kabul, namun masih dalam ketakutan.
"Bahkan bila pun hidup saya sulit, saya dulu memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri dan saya tahu apa yang bisa saya lakukan," katanya.
"Sekarang saya tidak lagi memiliki harapan itu."
Prediksi Aktivis Jadi Nyata
Aktivis perempuan di Afghanistan meragukan narasi yang menyebut Taliban sudah berubah. Dalam konteks hak perempuan, Taliban dinilai belum menunjukkan respons positif.
"Apa yang mengkhawatirkan adalah faktanya adalah Taliban telah bereaksi negatif terhadap protes-protes serta tuntutan yang dibuat perempuan," ujar Mariam Wardak dari Her Afghanistan di acara Global Town Hall 2021 yang digelar oleh FPCI pada 2021.
Ia pun berkata kehidupan yang lebih liberal masih sulit dicapai bagi perempuan Afghanistan, sehingga peran tekanan internasional penting dalam aspek ini.
Ketika Taliban merebut kekuasaan, ada pandangan-pandangan yang menilai Taliban tidak akan separah dulu. Meski demikian, Mariam mengaku ogah memberikan harapan palsu.
"Saya tidak akan memberikan harapan palsu terkait bahwa Taliban telah berubah. Tidak," kata Mariam.
Ia pun menyindir bahwa hal yang bisa "dipuji" adalah sikap Taliban yang konsisten dalam mengekang perempuan.
"Satu-satunya yang saya puji adalah konsistensi mereka bahwa mereka akan sangat ketat terkait bagaimana perempuan aktif dalam masyarakat," jelasnya.
Advertisement