21 Januari 1998: Disambut Fidel Castro, Yohanes Paulus II Jadi Paus Pertama yang Menginjakkan Kaki di Kuba

Kedatangan Paus Yohanes Paulus II disambut meriah, langsung oleh Presiden Fidel Castro dan kerumunan warga Kuba yang tertekan secara ekonomi, tapi penuh pengharapan menyambutnya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Jan 2023, 12:57 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2023, 06:00 WIB
Paus Yohannes Paulus II
Paus Yohanes Paulus II mencium sebuah plakat yang diberikan kepadanya oleh anak-anak Kuba sesaat setelah ia tiba di Havana pada Rabu, 21 Januari 1998. (Dok. AP/Joe Cavaretta)

Liputan6.com, Jakarta - Rabu, 21 Januari 1998, Paus Yohanes Paulus II melawat ke Kuba. Kunjungan tersebut bersejarah, tidak hanya bagi kepausan, namun juga bagi Kuba karena itu adalah pertama kali seorang pemimpin Gereja Katolik menginjakkan kaki di sana.

Kedatangan Paus Yohanes Paulus II disambut meriah, langsung oleh Presiden Fidel Castro dan kerumunan warga Kuba yang tertekan secara ekonomi, tapi penuh pengharapan menyambutnya.

Ketika Paus Yohanes Paulus II turun dari pesawat, tepat setelah jam 4 sore, kerumunan di bandara bersenandung, "Juan Pablo Segundo! Te quiere todo el mundo!" — "John Paul the Second! Semua orang mencintaimu!"

"Tentu saja saya akan datang untuk melihatnya. Semua orang akan keluar, bahkan yang tidak beriman sekalipun," ungkap petugas kantor pos Jorge Luis Jimenez seperti dikutip dari businessinsider.com.

Sementara itu, sebelumnya, pekerja Partai Komunis bergabung dengan sukarelawan gereja untuk menempelkan potret paus ke pohon palem, tiang telepon hingga bagian belakang taksi sepeda di seluruh kota.

Salah satu potret paus bahkan terlihat di National Capitol, tempat kaum revolusioner Castro pernah menyatakan Kuba sebagai negara ateis.

Menambah kenangan kunjungan Paus Yohanes Paulus II, para pekerja di Havana diberi libur paruh hari, di mana mereka dapat menikmati sore yang cerah dengan lebih santai.

Semoga Kuba Memiliki Perdamaian Abadi

Bendera Kuba. (Freepik)
Bendera Kuba. (Freepik)

Pidato kedatangan Paus Yohanes Paulus II di bandara di Havana, seperti dikutip dari situs resmi kepausan, diakhiri dengan doa, "Semoga Kuba diliputi kebebasan, saling percaya, berkeadilan sosial, dan memiliki perdamaian abadi. Semoga Kuba, dengan segala potensinya yang luar biasa, membuka diri kepada dunia dan semoga dunia membuka diri kepada Kuba, sehingga orang-orang yang bekerja untuk membuat kemajuan dan yang merindukan kerukunan serta perdamaian dapat memandang masa depan dengan harapan."

Kunjungan Paus Yohanes Paulus II, yang telah lama tertunda, sangat dinantikan. Lawatannya diharapkan dapat membantu menetapkan arah baru bagi gereja Kuba. Paling tidak, gereja menjadi cukup kuat untuk memainkan peran dalam transisi apa pun - setelah Castro.

Sesaat sebelum mendarat, sang paus mengatakan bahwa ia ingin mendengar langsung dari Castro kebenaran utuh tentang Kuba, tentang hubungan antara gereja dan negara. Menurutnya, revolusi Kuba telah meningkatkan pendidikan dan kesehatan, tetapi perlu membuat "kemajuan dalam tatanan kebebasan manusia".

Di lain sisi, Castro menyambut baik bantuan apa pun yang mungkin diberikan Paus Yohanes Paulus II untuk membujuk Amerika Serikat (AS) melonggarkan embargo.

Dalam pidato sambutannya, Castro mencap embargo AS sebagai "genosida". Ia disebut berusaha menyamakan cita-cita revolusinya dengan cita-cita gereja.

"Tidak ada negara lain yang lebih siap untuk memahami gagasan Anda dengan tepat... bahwa pemerataan kekayaan dan solidaritas di antara manusia dan masyarakat harus diglobalisasikan," kata Castro.

Perjalanan ke Kuba merupakan lawatan paling bermuatan politik kedua yang dilakukan Paus Yohanes Paulus II setelah Polandia pada tahun 1979.

Gereja Kuba

Ilustrasi gereja
Ilustrasi gereja. (Photo by Andrew Seaman on Unsplash)

Dibandingkan negara-negara Amerika Latin lainnya, gereja Kuba disebut selalu lemah.

Meski tidak pernah dilarang, namun pasca revolusi, aktivitas gereja dibatasi. Sekolah Katolik ditutup, misalnya.

Sejak awal 1990-an, Castro memang telah melonggarkan sejumlah pembatasan terhadap gereja, tetapi para pemimpin Katolik masih menginginkan lebih banyak ruang. Salah satunya, untuk mengimpor pastor asing.

Klimaks dari kunjungan lima hari Paus Yohanes Paulus II adalah misa di Plaza of the Revolution, yang menarik setengah juta orang atau bahkan lebih. Banyak yang berharap momen itu akan membawa perubahan bagi negara kecil bernyali besar itu.

Harapan yang Belum Terwujud

Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AS)
Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AS)

Bagi banyak warga Kuba, yang menyalahkan embargo perdagangan AS atas berbagai kemalangan finansial, kunjungan paus menawarkan secercah harapan.

"Saya harap dia membela kami terkait embargo AS," kata Jorge Puig Lopez. "Itu hal nomor satu."

Seolah menjawab doa Jorge Puig Lopez, paus mengomentari soal embargo AS. Ditanya apakah dia memiliki pesan untuk Washington terkait sanksi, dia menjawab, "Agar berubah, agar berubah."

Namun, bagaimanapun, mereka yang saat itu berharap kunjungan perdana seorang paus ke Kuba dapat memicu perubahan politik besar, agaknya masih harus bersabar. Gereja dan paus tidak memiliki pengaruh di Kuba seperti halnya di Polandia, negara asal Paus Yohanes Paulus II, di mana pesan kepausan membantu menggembleng gerakan yang menggulingkan komunisme.

Dan fakta lainnya, hingga hari ini, embargo AS atas Kuba masih berlanjut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya