Aksi Rasmus Paludan Bakar Salinan Alquran Tidak Mewakili Sikap Uni Eropa

Tindakan kebencian oleh Rasmus Paludan dengan membakar salinan Alquran bukan sekali terjadi.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 26 Jan 2023, 15:03 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2023, 10:02 WIB
Rasmus Paludan, politisi Denmark yang bakar Al-Quran.
Rasmus Paludan, politisi Denmark yang bakar Al-Quran. Dok: Instagram Rasmus Paludan @lawlordofdenmark

Liputan6.com, Jakarta - Ekstremis sayap kanan yang juga pemimpin Partai Stram Kurs, Rasmus Paludan, kembali melancarkan aksi provokatif pada Sabtu, 21 Januari 2023: membakar salinan kitab suci Alquran. Tindakan yang dilakukannya di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, itu menuai badai kutukan dari segala penjuru dunia.

Segera setelah aksi keji Paludan, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson melayangkan kutukan. Kristersson menggarisbawahi soal kebebasan berekspresi yang digunakan orang-orang seperti Paludan untuk melancarkan kejahatan kebencian.

"Kebebasan berekspresi adalah bagian mendasar dari demokrasi. Tapi apa yang legal belum tentu sesuai. Membakar kitab suci bagi banyak orang adalah tindakan yang kurang ajar. Saya ingin mengungkapkan simpati saya untuk semua muslim yang tersinggung dengan apa yang terjadi di Stockholm hari ini," demikian twit PM Kristersson pada Sabtu malam.

Sikap keras PM Kristersson digaungkan kembali oleh Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket.

"Tentu saja ada kebebasan berbicara dan berekspresi di Swedia. Namun, apa yang ia (PM Kristersson) sampaikan bahwa apa yang legal belum tentu sesuai adalah kesimpulan yang bagus. Yang melakukan ini adalah politikus ekstremis. Jadi, tidak merefleksikan pandangan keseluruhan yang dimiliki orang Eropa pada umumnya," ujar Dubes Piket dalam sebuah kesempatan pada Selasa, 24 Januari 2023.

Diplomat berkebangsaan Belanda itu mengungkapkan bahwa terdapat delapan persen populasi muslim yang membentuk total 35 juta warga Eropa.

"Jika Anda bertanya kenapa mereka memilih Eropa, mereka mungkin akan menjawab 'karena di tempat ini mereka merasa seperti di rumah dan menjadi bagian dari masyarakat', dihormati," tutur Dubes Piket.

Perwakilan Tinggi Aliansi Peradaban PBB Miguel Angel Moratinos melalui pernyataan tertulisnya menekankan bahwa tindakan Paludan bukan bagian dari kebebasan berekspresi.

"Itu kurang ajar dan menghina penganut Islam serta tidak boleh digabungkan dengan kebebasan berekspresi," kata Moratinos.

Dosen Kajian Eropa, Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada, Muhadi Sugiono menilai bahwa pembakaran Alquran merupakan fenomena Islamofobia yang menjadi masalah serius di Eropa. Meski demikian, ia menggarisbawahi bahwa kejahatan kebencian yang dilakukan Paludan tidak mewakili sikap Eropa terhadap Islam.

"Di setiap negara ada elemen-elemen Islamofobia. Tetapi, respons masing-masing negara berbeda-beda. Ini yang sangat menentukan kuat tidaknya Islamofobia di negara-negara tersebut," jelas Muhadi kepada Liputan6.com pada Selasa (24/1).

Lebih lanjut, Muhadi mengatakan bahwa penganut Islamofobia memiliki jaringan di Eropa dan kehadiran mereka dalam politik di Eropa semakin terlihat.

"Apakah itu meningkat atau menurun, perlu data akurat. Tetapi yang jelas, Islamofobia menjadi isu yang tidak bisa diabaikan dan memiliki potensi yang sangat serius di masa depan," kata Muhadi.

Muhadi menyoroti bahwa Islamofobia di Eropa mungkin merupakan persoalan sosial akibat perkembangan ekonomi, sosial, maupun politik. Dan ia mengkritik tidak adanya tindakan lebih lanjut.

"Berulangnya kasus-kasus yang mencerminkan Islamofobia menggambarkan persoalan struktural atau sistemik di Uni Eropa. Sekalipun, para pemimpin mengecam tindakan Paludan, tetapi lebih dari pernyataan itu, tidak ada tindak lanjut yang dilakukan," imbuhnya.

Aksi Bakar Al-Qur'an Tidak Mewakili Sikap Swedia dan Eropa
Aksi Bakar Al-Qur'an Tidak Mewakili Sikap Swedia dan Eropa. (Liputan6.com)

Konsisten Menyebar Kebencian

Rasmus Paludan, politisi Denmark yang bakar Al-Qur'an.
Rasmus Paludan, politisi Denmark yang bakar Al-Qur'an di Swedia. Dok: Instagram Rasmus Paludan @lawlordofdenmark

Tindakan kebencian oleh Paludan dengan membakar salinan kitab suci, bukan sekali terjadi. Pada April 2019, bertempat di Viborg, Denmark, Paludan membungkus salinan Alquran dengan daging babi sebelum membakarnya. Demikian dikutip dari trtworld.com.

Pada tahun 2020, pendukung Paludan membakar salinan Alquran di Kota Malmo, Swedia, memicu protes keras. Paludan dilarang memasuki Belgia selama satu tahun, Swedia selama dua tahun, dan diusir dari Prancis setelah mengisyaratkan niatnya untuk membakar Alquran di Paris.

April 2022, pembakaran salinan kitab suci Alquran dilakukan Paludan di Kota Linkoping, Swedia. Mei 2022, Paludan kembali beraksi membakar salinan Alquran di depan Masjid Raslatt di Jonkoping, Swedia.

Politikus Sosial Demokrat yang juga mantan Menteri Kehakiman Swedia Morgan Johansson mendeskripsikan Paludan sebagai "ekstremis sayap kanan tolol, yang satu-satunya tujuannya adalah mendorong kekerasan dan perpecahan."

Dikutuk Keras

Ilustrasi kejahatan kebencian
Ilustrasi kejahatan kebencian (Dok. Pixabay)

Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI), mengatakan bahwa penistaan kitab suci melukai dan menodai toleransi umat beragama.

"Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al Qur'an oleh Rasmus Paludan, politikus Swedia, di Stockholm," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI melalui akun resminya di Twitter pada Minggu.

"Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama. Kebebasan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab," tambah Kemlu RI.

Kemlu RI dikabarkan telah memanggil Duta Besar Swedia untuk Indonesia Marina Berg.

"Benar. Sudah dipanggil dan diterima Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Pak Umar Hadi siang tadi," ungkap juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah kepada Liputan6.com.

Arab Saudi mengutuk, tidak hanya aksi Paludan, tapi juga otoritas Swedia karena mengizinkan Paludan membakar salinan Alquran.

"Posisi tegas kerajaan menyerukan penyebaran nilai-nilai dialog, toleransi, dan hidup berdampingan, serta menolak kebencian dan ekstremisme," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi seperti dilansir Anadolu.

Kementerian Luar Negeri Mesir menyebutkan tindakan Paludan sebagai tindakan tercela.

"Tindakan tercela ini memprovokasi perasaan umat muslim di seluruh dunia. Praktik ekstremis ini tidak sesuai dengan nilai-nilai menghormati orang lain, kebebasan berkeyakinan, hak asasi manusia, dan kebebasan fundamental manusia," sebut Kementerian Luar Negeri Mesir.

Qatar menegaskan perilaku Paludan sebagai insiden keji.

"Insiden keji ini merupakan tindakan penghasutan dan provokasi serius terhadap perasaan lebih dari dua miliar muslim di dunia," kata Kementerian Luar Negeri Qatar.

Selain mengutuk Paludan, Uni Emirat Arab juga menegaskan penolakannya terhadap semua praktik yang bertujuan untuk mengacaukan keamanan dan stabilitas yang bertentangan dengan nilai dan prinsip kemanusiaan serta moral.

Uni Emirat Arab pun menyerukan perlawanan terhadap ujaran kebencian dan kekerasan serta menggarisbawahi perlunya menghormati simbol-simbol agama dan menghindari menghasut kebencian dengan menghina agama.

Di Kuwait, Menteri Luar Negeri Sheikh Salem Abdullah Al-Jaber Al-Sabah ikut mengutuk pembakaran salinan Alquran oleh Paludan. Ia mengatakan aksi itu melukai sentimen muslim di seluruh dunia dan menandai provokasi serius.

Turki menyebut pembakaran Alquran sebagai serangan keji.

"Kami mengutuk sekeras mungkin serangan keji terhadap kitab suci kami, Alquran," ujar Kementerian Luar Negeri Turki.

Oman menyebut pembakaran Alquran sebagai tindakan provokasi terhadap perasaan umat Islam dan hasutan untuk melakukan kekerasan dan kebencian oleh para ekstremis di Swedia. Muscat menggarisbawahi perlunya upaya internasional untuk mengonsolidasikan nilai-nilai toleransi dan hidup berdampingan serta mengkriminalisasi semua tindakan yang mempromosikan ideologi kebencian.

Tidak Masuk Akal

Ilustrasi Al-Quran
Ilustrasi Al-Quran (Sumber: steemit.com)

Iran menyebut pembakaran Alquran sebagai upaya untuk mengobarkan kebencian dan kekerasan terhadap umat Islam. Teheran mengatakan bahwa sejumlah negara Eropa dengan dalih palsu mengadvokasi kebebasan berbicara telah memungkinkan elemen ekstremis dan radikal menyebarkan kebencian terhadap kesucian dan nilai-nilai Islam.

Yordania bergabung dengan paduan suara kecaman. Amman menekankan penolakan atas tindakan yang memicu kebencian ini serta menggarisbawahi perlunya menyebarkan budaya perdamaian dan penerimaan satu sama lain. Amman juga menyatakan bahwa mengutuk ekstremisme adalah tanggung jawab bersama.

Maroko mengatakan "terkejut" dengan izin Swedia untuk membakar salinan kitab suci umat Islam.

"Tindakan penuh kebencian ini, yang menyinggung perasaan lebih dari satu miliar umat muslim, dapat memicu kemarahan dan kebencian antara agama dan masyarakat," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Maroko.

Pakistan menyebut insiden itu sebagai tindakan Islamofobia yang tidak masuk akal dan provokatif, yang melukai kepekaan agama lebih dari 1,5 miliar muslim di seluruh dunia.

"Tindakan semacam itu tidak tercakup dalam ekspresi yang legal dari hak atas kebebasan berekspresi atau berpendapat, yang memikul tanggung jawab berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional, seperti kewajiban untuk tidak melakukan ujaran kebencian dan menghasut orang untuk melakukan kekerasan," kata Kementerian Luar Negeri Pakistan.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengutuk tindakan menghina nilai-nilai suci umat Islam di seluruh dunia dengan kedok kebebasan berekspresi.

Kutukan terhadap aksi Paludan juga datang dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), menyebutnya sebagai tindakan provokatif yang menargetkan umat Islam, menghina nilai-nilai suci mereka, dan berfungsi sebagai contoh lebih lanjut dari tingkat mengkhawatirkan yang dicapai oleh Islamofobia. OKI meminta Swedia untuk menghukum mereka yang berada di belakang "kejahatan kebencian."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya