Indonesia: Myanmar Isu Kompleks, Tak Bisa Selesai dalam 1 Tahun Keketuaan ASEAN

Indonesia menjadi ketua ASEAN 2023. Adakah harapan bagi rakyat Myanmar?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 29 Jan 2023, 13:28 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2023, 12:00 WIB
Potret Polisi Myanmar Pukuli Pengunjuk Rasa
Petugas polisi anti huru hara menahan seorang pengunjuk rasa ketika mereka membubarkan demonstrasi di Kotapraja Tharkata di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (6/3/2021). PBB Myanmar mengecam tindakan kekerasan aparat terhadap pendemo dalam aksi damai menolak kudeta militer. (AP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 2023, Indonesia kini menjadi ketua ASEAN. Posisi ini secara bergantian diduduki oleh negara-negara ASEAN.

Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, pemerintah Indonesia mengakui kesulitan menyelesaikan konflik di Myanmar. Saat ini, junta militer masih berkuasa setelah melakukan kudeta pada 2021. PBB menyebut rakyat sipil menderita dan ekonomi Myanmar kolaps.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berkata tidak ingin agenda ASEAN 2023 ditawan oleh isu Myanmar. Sementara, petinggi Kemlu RI juga berkata menyelesaikan isu Myanmar tidak seperti membangun candi Roro Mendut.

"Fokus ASEAN saat ini adalah pada masalah kemanusiaan, penyelesaian politik. Tapi karena kompleksitas masalah ini membuat kita juga harus realistis. Tidak bisa setahun ini. Tidak bisa seperti membangun candi roro mendut besok pagi jadi," ujar Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Sidharto R. Suryodipuro dalam acara Kick Off keketuaan ASEAN Indonesia 2023, Minggu (29/1/2023).

"Jadi kita harus pragmatis. Tapi kita cukup optimis bahwa kita bisa membawa banyak kemajuan," ia menambahkan.

Posisi pemerintah Indonesia saat ini adalah masih mengandalkan Five-Point of Consensus (5C) agar situasi di Myanmar bisa kondusif, meski pemerintah telah mengakui bahwa konsensus tersebut belum memberikan kemajuan signifikan.

Poin pertama dari konsensus itu adalah agar semua pihak di Myanmar menahan diri dan mencegah kekerasan.

Namun, laporan terbaru PBB menyebut kondisi di Myanmar semakin parah. Serangan udara, eksekusi luar hukum, penyiksaan, dan pembakaran desa masih terus terjadi.

"Hampir pada setiap tolok ukur yang ada, dan pada setiap area hak asasi manusia – ekonomi, sosial dan budaya, dan juga sipil dan politik – Myanmar telah mengalami kemunduran mendalam," ujar kepala HAM PBB Volker Türk. 

"Rakyat sipil telah menjadi target sebenarnya dari serangan-serangan," ungkap pihak PBB.


1,2 Juta Orang Mengungsi

Myanmar Gelar Parade Militer di Hari Angkatan Bersenjata
Personel militer berpartisipasi dalam parade pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar (27/3/2021). Myanmar saat ini sedang dalam kekacauan sejak para jenderal militer menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari. (AP Photo)

Laporan dari UN News juga menyebut bahwa ada 1,2 juta orang Myanmar yang terpaksa mengungsi. Sementara, 700 ribu orang lainnya pergi ke luar negeri.

Informasi kredibel yang didapat PBB mengindikasikan ada lebih dari 34 ribu struktur warga sipil, termasuk rumah, klinik, sekolah, dan rumah ibadah yang telah dibakar dalam dua tahun terakhir.

"Dan ekonomi Myanmar telah kolaps dengan hampir setengah populasi kini hidup di bawah garis kemiskinan," tulis laporan di situs resmi PBB.

Selain itu, PBB juga telah menyadari bahwa Five-Point Consensus diabaikan oleh para jenderal Myanmar.

"Kami melihat sebaliknya. Kekerasan terjadi di luar kendali dan akses kemanusiaan telah dibatasi secara ketat," ujar Türk.

Pihak PBB juga menegaskan agar HAM dihormati serta supaya Kanselir Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint dibebaskan sesuai dengan permintaan Dewan Keamanan PBB.

Para jenderal-jenderal itu juga disebut PBB harus bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi. 

"Mereka yang bertanggung jawab atas serangan sehari-hari terhadap rakyat sipil dan pelanggaran hak asasi manusia harus dibuat bertanggung jawab," ujar Türk


Tak Mau Disandera Isu Myanmar

Puluhan Pengunjuk Rasa Tewas dalam Bentrokan di Myanmar
Seorang polisi mengarahkan senjatanya ke orang-orang di Taunggyi, sebuah kota di Negara Bagian Shan (28/2/2021). Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. (AFP/STR)

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyorot isu Myanmar usai acara peresmian dimulainya Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023. Hingga kini, situasi politik di Myanmar masih dikendalikan junta militer yang tidak demokratis.

Menlu Retno berkata ASEAN akan terus mengandalkan Five-Point of Consensus atau 5 Poin Konsensus (yang disepakati para pemimpin negara ASEAN, termasuk junta Myanmar, pada 2021) untuk membantu Myanmar, meski junta militer tidak mematuhinya. Menlu juga berkata hanya Myanmar yang bisa membantu diri mereka sendiri.  

"Jadi kita ingin implementasi Five-Point of Consensus ini menjadi platform utama, mekanisme utama dari ASEAN untuk berkontribusi, untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politiknya. Tetapi sekali lagi, yang dapat menolong Myanmar adalah bangsa Myanmar sendiri," ujar Menlu Retno Marsudi di Jakarta, Minggu (29/1/2023).

Lebih lanjut, Menlu Retno berkata ASEAN siap membantu sebagai keluarga, akan tetapi ASEAN hanya akan membantu lewat Five-Point of Consensus, walau belum ada kemajuan.

"Sejarah Myanmar sangat kompleks. Tapi kita sebagai keluarga kita siap bantu. Dan kita selalu sampaikan message ke junta militer bahwa implementasi Five-Point of Consensus adalah pendekatan ASEAN. Satu-satunya pendekatan ASEAN untuk membantu Myanmar. Unfortunately, sampai saat ini belum ada kemajuan signifikan," ujar Menlu Retno. 

Myanmar tetap diundang di acara ASEAN 2023, namun Menlu Retno berkata kehadiran mereka bersifat non-political level.

Ketika ditanya apakah isu Myanmar akan menjadi prioritas di keketuaan ASEAN 2023, Menlu Retno menegaskan tidak ingin isu negara itu menyandera agenda ASEAN tahun ini. Fokus tahun ini adalah membangun komunitas ASEAN. 

"Tentunya kewajiban kita adalah juga membantu Myanmar keluar dari krisis politiknya, tetapi kita tidak ingin isu Myanmar kemudian meng-hostage semua proses yang sedang berjalan di ASEAN. Kita ingin pastikan proses ini berjalan terus," kata Menlu Retno.


Indonesia Harap Indikator Keberhasilan Tak Hanya Isu Myanmar

Puluhan Pengunjuk Rasa Tewas dalam Bentrokan di Myanmar
Para pengunjuk rasa, seperti yang terlihat melalui jendela, mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon 28/2/2021). Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. (AFP/ Ye Aung Thu)

Sebelumnya dilaporkan, Kemlu RI berharap indikator keberhasilan Indonesia sebagai ketua ASEAN tidak hanya diukur dari isu Myanmar saja. 

"Tentunya harus sedari awal dipahami oleh masyarakat ASEAN pada umumnya, kita tidak mau setahun berjalan keketuaan kita, indikator pelaksanaan kita hanya pada isu Myanmar," ujar Teuku Faizasyah, Jubir Kementerian Luar Negeri usai acara PPTM, Rabu (11/1). 

Sebagai latar belakang, tema keketuaan Indonesia adalah ASEAN Matters: Epicentrum of Growth.

"Dari dua frase tersebut, menjadi arah kerja yang kita lakukan, memastikan ASEAN tetap memiliki peranannya sebagai ASEAN Matters apakah dalam isu ekonomi, tadi disebutkan juga masalah politik dan lainnya," ujar Fauzasyah lagi. 

Faizasyah juga mengatakan bahwa Epicentrum of Growth berarti kemajuan ekonomi ASEAN harus terus dijaga dan para negara ASEAN berkontribusi bagi semua kemajuan di kawasan.

"Tadi Bu Menlu juga merujuk kepada berbagai indikator ekonomi anyg tetap menempatkan sebagai satu satunya pusat pertumbuhan ekonomi dunia," sambungnya lagi. 

Infografis 4 Cara Tampil Menawan Saat Foto Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 4 Cara Tampil Menawan Saat Foto Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya