Eks Presiden Prancis: Vladimir Putin Sangat Rasional

Putin dinilai akan berusaha mengonsolidasikan keuntungannya untuk menstabilkan konflik, berharap opini publik akan lelah, dan warga Eropa akan takut pada eskalasi, sehingga memunculkan prospek negosiasi.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Feb 2023, 09:13 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2023, 09:13 WIB
Ekspresi Vladimir Putin saat Perayaan 8 Tahun Rusia Merebut Krimea
Presiden Rusia Vladimir Putin saat menyampaikan pidatonya pada konser perayaan delapan tahun referendum tentang status negara bagian Krimea dan Sevastopol serta penyatuannya kembali dengan Rusia, di Moskow, Rusia (18/3/2022). (Sergei Guneyev/Sputnik Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Paris - Vladimir Putin merupakan pemimpin yang sangat rasional yang bertaruh bahwa negara-negara Barat akan bosan mendukung Ukraina dan menyetujui negosiasi yang akan menguntungkan Rusia sebagai penyelesaian konflik. Pandangan tersebut disampaikan oleh mantan Presiden Prancis Francois Hollande.

Hollande, yang menjabat pada 2012-2017, memiliki banyak pengalaman langsung dengan Putin. Salah satunya ketika keduanya terlibat dalam Format Normandia pada 2014 setelah Rusia menganeksasi Krimea dari Ukraina dan mendukung separatis pro-Rusia di wilayah Donbass.

Namun, dialog dalam Format Normandia tidak membuahkan hasil.

"Itu mengekspos Putin sebagai pemimpin yang hanya memahami kekuatan dan meragukan semua upaya pembicaraan selanjutnya, termasuk upaya tunggal yang dipimpin oleh Presiden Prancis saat ini Emmanuel Macron," kata Hollande kepada Politico seperti dikutip pada Rabu (2/2/2023).

"Dia adalah orang yang sangat rasional atau orang yang radikal secara rasional. Dia punya alasannya sendiri dan dalam kerangka itu dia siap menggunakan kekuatan."

Menjelang peringatan satu tahun invasi skala penuh Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, Hollande menambahkan bahwa Putin akan berusaha mengonsolidasikan keuntungannya untuk menstabilkan konflik, berharap opini publik akan lelah, dan warga Eropa akan takut pada eskalasi, sehingga memunculkan prospek negosiasi.

Jika dalam Format Normandia negosiasi dengan Putin dipimpin oleh Prancis dan Jerman, maka menurut Hollande, kali ini tugas mediasi kemungkinan akan jatuh ke tangan Turki atau China.

Bergerak ke Arah Timur

Perjuangan Tentara Medis Militer Ukraina di Medan Pertempuran Melawan Rusia
Petugas medis militer membantu tentara yang terluka ke dalam kendaraan evakuasi dekat Kremenna di wilayah Luhansk, Ukraina, 16 Januari 2023. Hingga saat ini pejabat Ukraina menolak untuk mengonfirmasi jumlah korban dalam perangnya dengan Rusia, setelah ketua Komisi Uni Eropa pada akhir November 2022 lalu memperkirakan bahwa "lebih dari 20.000 warga sipil dan 100.000 tentara Ukraina telah tewas di Ukraina hingga saat ini." (AP Photo/LIBKOS)

Melemahnya kepemimpinan Prancis dan Jerman selama perang Ukraina memperkuat argumen bahwa kekuatan di Eropa bergerak ke timur, tepatnya ke negara-negara seperti Polandia, yang paling terang-terangan mendukung Ukraina.

Meski demikian, Hollande tidak yakin bahwa negara-negara di utara dan timur Eropa rela ikut campur dengan menanggung risiko sendiri.

"Negara-negara ini, terutama Baltik, Skandinavia, pada dasarnya terikat dengan Amerika Serikat (AS). Mereka melihat perlindungan AS sebagai tameng," ungkap Hollande.

"Hingga hari ini, Presiden AS Joe Biden telah menunjukkan solidaritas yang patut dicontoh dan menjalankan perannya dalam aliansi trans-Atlantik dengan sempurna. Tapi besok, dengan presiden AS yang berbeda dan Kongres yang lebih isolasionis atau setidaknya kurang tertarik pada pengeluaran, akankah Amerika Serikat memiliki sikap yang sama?," tanya Hollande. "Kita harus meyakinkan mitra kita bahwa Uni Eropa adalah tentang prinsip dan nilai politik. Kita tidak boleh menyimpang dari mereka, tetapi kemitraan juga dapat menawarkan jaminan keamanan yang berharga dan solid," tambah Hollande.

Hollande adalah salah satu presiden Prancis yang paling tidak populer saat menjabat, dengan peringkat persetujuan hanya satu digit. Tetapi, dia telah menikmati kebangkitan sejak meninggalkan Elysée dan sekarang menjadi politikus paling populer kedua di negara itu setelah mantan Perdana Menteri Edouard Philippe, lima langkah di depan Macron.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya