Liputan6.com, London - Sebuah gunung es yang hampir seukuran Kota London, di Inggris Raya pecah dari The Brunt Ice Shelf atau Beting Es Brunt di Antartika pada Minggu, 22 Januari 2023 lalu, menurut British Antarctic Survey (BAS).
Para ilmuwan pertama kali menemukan retakan signifikan di lapisan es satu dekade lalu, tetapi dalam dua tahun terakhir ada dua retakan besar. Stasiun Penelitian BAS Halley terletak di Beting Es Brunt dan ahli glasiologi mengatakan bahwa stasiun penelitian tersebut aman.
Apa penyebab gunung es berukuran sekitar 1.550 kilometer persegi itu pecah? Para peneliti mengatakan peristiwa ini sudah diperkirakan dan bukan akibat dari perubahan iklim.
Advertisement
"Peristiwa ini telah diperkirakan dan merupakan bagian dari perilaku alami Beting Es Brunt. Itu tidak terkait dengan perubahan iklim. Tim sains dan operasional kami terus memantau lapisan es secara real-time untuk memastikan keamanannya, dan untuk menjaga pengiriman sains yang kami lakukan di Halley," jelas Profesor Dominic Hodgson, ahli glasiologi BAS, dikutip dari CNN, Senin (20/3/2023).
Peristiwa runtuhnya es itu terjadi di tengah batas es laut yang mencapai rekor terendah di Antartika, di mana saat itu sedang musim panas.
"Sementara penurunan luas es laut Antartika selalu curam sepanjang tahun ini, tahun ini sangat cepat," para ilmuwan di Pusat Data Salju dan Es Nasional melaporkan pada awal Januari. Mereka juga mencatat bahwa pada akhir Desember, Antartika batas es laut berada di titik terendah dalam catatan satelit 45 tahun.
Suhu Memainkan Peran Penting dalam Pecahnya Lapisan Es Antartika
Para peneliti di pusat data mengatakan es laut yang rendah sebagian disebabkan oleh suhu udara yang lebih hangat dari suhu normal, yang naik hingga 2 derajat Celcius di atas rata-rata di atas Laut Ross pada November dan Desember. Angin kencang juga mempercepat penurunan es laut.
Data terbaru menunjukkan es laut belum pulih, menunjukkan benua itu bisa mengakhiri musim panas dengan rekor baru untuk tahun kedua berturut-turut.
Antartika telah mengalami pengalaman naik-turun dengan luas es laut selama beberapa dekade terakhir, berayun liar dari rekor tertinggi ke rekor terendah. Berbeda dengan Arktik, di mana para ilmuwan mengatakan perubahan iklim mempercepat dampaknya, luas es laut Antartika sangat bervariasi.
"Ada kaitan antara apa yang terjadi di Antartika dan tren pemanasan umum di seluruh dunia, tetapi itu berbeda dari apa yang kita lihat di gletser gunung dan apa yang kita lihat di Kutub Utara," kata Ted Scambos, ahli glasiologi di University of Colorado Boulder dan ilmuwan utama di National Snow and Ice Data Center.
Data satelit yang terbentang hingga tahun 1978 menunjukkan bahwa wilayah tersebut masih memproduksi rekor luas es laut baru-baru ini pada 2014 dan 2015. Kemudian, tiba-tiba anjlok pada 2016 dan tetap lebih rendah dari rata-rata sejak saat itu.
Advertisement
Gunung Es Raksasa di Antartika Terbelah, Apa Bahayanya untuk Alam?
Dengan terbalahnya gunung es raksasa ini, lantas apa bahanya untuk alam? Ahli Ekologi BAS Geraint Tarling mengatakan, pecahnya gunung es besar bakal berdampak besar terhadap ekosistem laut yang mendukung kekayaan keanekaragaman satwa laut yang ditemukan di kawasan Antartika.
"Saat gunung es mencair, ia akan melepaskan banyak nutrisi yang bisa bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman mikroskopis, seperti fitoplankton di dasar jaring makanan laut," ungkap Tarling, melansir dari Science Alert, Kamis (16/3/2023).
Sisi negatifnya, pencairan es dalam skala besar membuang banyak air tawar ke laut yang menurunkan tingkat salinitas dan membuat air tidak cocok untuk banyak fitoplankton dan zooplankton yang memakannya.
"Efek ini bisa saja mengalir ke atas jaring makanan untuk ikan, burung, anjing laut, dan paus," kata Tarling.
Sementara itu, riset terbaru di Kutub Utara menunjukkan adanya penipisan lapisan es lebih dari setengahnya dalam 15 tahun terakhir.
"Para ahli glasiologi dan tim operasi kami telah mengantisipasi peristiwa ini. Pengukuran beting es dilakukan beberapa kali sehari menggunakan jaringan otomatis instrumen GPS presisi tinggi," terang Direktur BAS Dame Jane Francis.
Tanda-tanda pertama perubahan jurang yang disebut Chasm-1, yang terbengkalai selama setidaknya 35 tahun, terdeteksi lewat pemantauan satelit pada 2012 lalu. Perubahan itu mulai berkembang pada 2015, dan Chasm-1 terus tumbuh meluas ke seluruh lapisan es pada Desember 2022.
Apakah Antartika Bisa Dihuni Suatu Hari Nanti?
Bicara soal lapisan es di Antartika yang runtuh, apakah Antartika bisa dihuni?
Selama ini. Antartika dikenal sebagai tempat yang beku dan tak layak huni, dengan suhu musim dingin yang ekstrem hingga minus 49 derajat Celsius dan kecepatan angin hingga 321 km/jam.
Tidak heran bila benua paling selatan Bumi ini juga paling sedikit penduduknya, dengan hanya segelintir ilmuwan yang melakukan penelitian di sana dan tidak ada penduduk tetap.
Namun, mengingat teknologi yang terus maju dan perubahan iklim yang terjadi, akankah Antartika berubah dan mendukung jenis pemukiman manusia yang permanen?
Dilansir Live Science, Rabu (15/11/2022), sementara sejumlah spesies tanaman dan hewan tertentu telah berpindah ke sisi Antartika yang menghangat, manusia belum masuk dalam daftar itu, dan kemungkinan tidak akan sampai setidaknya abad berikutnya.
Sebab, sebagian iklim dan medan saat ini tidak menopang berbagai keanekaragaman hayati untuk tanaman atau hewan untuk makanan.
Kendala lainnya adalah lokasi Antartika yang terpencil. Antartika cukup berbeda dengan beberapa tempat di Kutub Utara, seperti Islandia dan Greenland. Kedua tempat ini lebih mendukung untuk dihuni dan memenuhi kebutuhan hidup.
Advertisement