Liputan6.com, Kota New York - Gabungan berat bangunan di Kota New York, Amerika Serikat (AS) mungkin menyebabkan kota metropolis itu tenggelam, kata para peneliti. Namun, mungkin ada alasan lain mengapa kota itu tenggelam, termasuk cara Bumi terus bergeser setelah akhir zaman es terakhir lebih dari 10.000 tahun yang lalu, tambah para ilmuwan.
Memahami bagaimana dan mengapa daerah seperti Kota New York dapat tenggelam membantu para peneliti memperkirakan risiko banjir yang mungkin dihadapi daerah tersebut di masa depan karena perubahan iklim. Permukaan laut di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara diperkirakan akan naik tiga hingga empat kali lebih cepat dari rata-rata global, catat para peneliti.
"Kenaikan permukaan laut pada akhirnya akan menimbulkan tantangan genangan di New York dan secara global," kata Tom Parsons, penulis utama studi, dan ahli geofisika di Survei Geologi AS, sebagaimana dilansir dari Live Science, Sabtu (27/5/2023).
Advertisement
Data GPS menunjukkan Manhattan bagian bawah sedang tenggelam, atau surut, dengan kecepatan sekitar 2,1 mm per tahun.
Alasan untuk itu bisa jadi alami.
Selama bagian terdingin dari zaman es terakhir, lapisan es raksasa menutupi sebagian besar planet ini. Alhasil, tanah tepat di bawah lapisan es tenggelam, yang pada gilirannya membuat tepi daratan miring ke atas.
Setelah lapisan es mencair, area yang telah terdorong ke atas sekarang tenggelam, yang menurut penelitian sebelumnya dapat mengakibatkan penurunan muka tanah sebanyak 48 hingga 150 cm di sepanjang Pantai Timur pada 2100.
Berat dari 1.084.954 Bangunan di 5 Wilayah Kota New York adalah 762 Miliar Kg
Selain penyebab alami penurunan muka tanah, Parsons dan rekannya ingin mengeksplorasi efek potensial dari penyebab buatan, seperti bangunan. Ide tersebut ia kemukakan saat mengunjungi keluarga istrinya di Belgia pada 2019.
"Kami kebetulan tinggal di sebelah katedral di Antwerp," kata Parsons.
"Saya terus melihat batu-batu pondasi yang besar dan berpikir tentang bagaimana mereka semua harus dibawa dari jarak bermil-mil jauhnya, dan kemudian ditumpuk di satu tempat yang terkonsentrasi, seperti membangun sebuah gunung kecil. Saya ingin tahu tentang apa yang mungkin terjadi pada bumi di bawahnya," lanjutnya.
Semua bangunan akan tenggelam ke dalam tanah atau "mengendap" sedikit setelah dibangun, "bahkan yang dibangun di atas batu keras," kata Parsons.
"Mereka yang berada di tanah yang lebih lunak akan mengendap lebih banyak."
Para ilmuwan memperkirakan bahwa massa dari 1.084.954 bangunan di lima wilayah Kota New York setara dengan 762 miliar kg yang tersebar di area seluas 778 km persegi.
Advertisement
Banyak Bangunan Mempercepat Penurunan Muka Tanah
Parsons dan rekan ilmuwannya kemudian mengembangkan model komputer untuk melihat bagaimana semua bobot itu dapat menyebabkan tenggelam pada berbagai kondisi tanah.
Data satelit mengungkapkan rata-rata penurunan muka tanah sekitar 1 hingga 2 mm per tahun di seluruh kota. Itu konsisten dengan tenggelamnya model komputer yang disarankan mungkin terjadi karena pergeseran alami bumi setelah zaman es terakhir.
Namun, para ilmuwan juga menemukan beberapa bagian kota menunjukkan tingkat penurunan muka tanah yang jauh lebih cepat. Mereka mencatat hal itu mungkin karena berat bangunan, meskipun mereka memperingatkan kemungkinan penyebab lain.
Parsons mencatat bahwa Kota New York rata-rata hanya tenggelam dalam jumlah kecil per tahun.
"Namun, kenaikan permukaan laut di New York sekitar 1 hingga 2 mm per tahun, jadi setiap milimeter penurunan muka tanah setara dengan pergerakan satu tahun ke depan terkait dengan kenaikan permukaan laut," jelasnya.
Para ilmuwan menerbitkan temuan tersebut pada 8 Mei dalam jurnal Earth's Future.
Banyak Warganya Hengkang, New York dan California Hilang Duit Rp 1.327 Triliun
Omong-omong soal Kota New York, New York dan California mengaku kehilangan pendapatan dengan jumlah lebih dari USD90 miliar (setara Rp1.327 triliun) selama COVID-19.
Sebab, masyarakat pembayar pajak kebanyakan pindah ke negara bagian lain. Itu sekaligus mendukung tren tentang orang berpenghasilan lebih tinggi yang cenderung pindah ke daerah dengan pajak lebih rendah.
Melansir dari CNBC, Jumat (11/5/2023), mengutip data terbaru dari Internal Revenue Service yang menunjukkan bahwa negara bagian New York kehilangan pendapatan kotor yang disesuaikan sebesar USD25 miliar karena migrasi keluar pada 2021, setelah sebelumnya kehilangan USD20 miliar di 2020.
Dalam data tersebut juga California melaporkan kerugian bersih sebesar USD29 miliar pada 2021, menyusul angka USD18 miliar pada 2020 sebelumnya. Jika digabungkan, kedua negara bagian kehilangan USD92 miliar selama dua tahun.
Adapun data menunjukkan, perpindahan dari negara bagian dengan pajak tinggi ke negara bagian berpajak rendah itu meningkat pesat selama pandemi meski telah terjadi selama bertahun-tahun tanpa disadari.
Ditambah lagi, kerugian dari pendapatan nasional California dan New York pada 2021 lebih dari tiga kali lipat kerugian gabungan mereka pada 2019, sebelum pandemi terjadi di AS.
Para ahli juga mengemukakan, negara bagian dengan pajak yang lebih tinggi akan terus melihat arus keluar dari orang-orang berpenghasilan tinggi, sebagian disebabkan pekerjaan jarak jauh dan pertumbuhan pekerjaan kerah putih.
Advertisement