Liputan6.com, Yerevan - Pemimpin Republik Nagorno-Karabakh Samvel Shahramanyan mengatakan bahwa negara yang dideklarasikannya itu akan lenyap pada Tahun Baru 2024. Pengumuman itu disampaikannya pada Kamis (28/9/2023), setelah dia menandatangani perintah pembubaran seluruh lembaga negara mulai 1 Januari.
Wilayah yang telah dikuasai Armenia selama tiga dekade itu direbut Azerbaijan pekan lalu. Lebih dari separuh penduduknya yang mayoritas etnis Armenia telah melarikan diri.
Dunia internasional mengakui Nagorno-Karabakh sebagai bagian dari Azerbaijan, namun Armenia mengambil kendali pada tahun 1990-an, setelah runtuhnya Uni Soviet.
Advertisement
Shahramanyan menerangkan bahwa keputusannya untuk membubarkan Republik Nagorno-Karabakh didasarkan pada prioritas untuk menjamin keamanan fisik dan kepentingan vital rakyat. Pernyataannya itu merujuk pada perjanjian dengan Azerbaijan atas perjalanan bebas, sukarela, dan tanpa hambatan yang dijaminkan bagi penduduk.
Lebih lanjut, Shahramanyan pun mendorong masyarakat Nagorno-Karabakh, termasuk mereka yang saat ini tinggal di luar wilayah itu untuk membiasakan diri dengan syarat-syarat re-integrasi ke Azerbaizan. Pembicaraan terkait hal ini sendiri telah dimulai.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan memperkirakan tidak akan ada lagi warga Armenia yang tersisa di Nagorno-Karabakh dalam beberapa hari mendatang.
Ketakutan akan kekerasan baru muncul ketika Azerbaijan melancarkan blokade efektif terhadap rute penting menuju wilayah kantong tersebut pada Desember 2022.
Pada 20 September 2023, gencatan senjata mengakhiri pertempuran selama 24 jam.
Tuduhan Pembersihan Etnis
Banyak dari 120.000 etnis Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh khawatir mereka tidak memiliki masa depan di Nagorno-Karabakh. Pashinyan mengatakan bahwa "pembersihan etnis" telah dimulai di wilayah tersebut.
Pada Kamis, dia menyerukan tindakan internasional atas masalah ini.
"Jika kecaman tidak diikuti dengan keputusan politik dan hukum yang memadai maka kecaman tersebut menjadi tindakan sepakat dengan apa yang terjadi," katanya kepada anggota kabinetnya.
Pemerintah negara-negara Barat telah menekan Azerbaijan agar mengizinkan pengamat internasional memasuki Karabakh untuk memantau perlakuan negara tersebut terhadap penduduk setempat, namun akses tersebut belum diberikan.
Sementara itu, menurut pihak berwenang Azerbaijan, seorang mantan pemimpin daerah kantong tersebut telah didakwa melakukan sejumlah kejahatan termasuk pendanaan terorisme.
Ruben Vardanyan, yang memimpin pemerintahan separatis dari November 2022 hingga Februari, ditangkap pada Rabu ketika mencoba berangkat ke Armenia.
Advertisement
Gelombang Pengungsian
Dari sisi Armenia, pemerintahan negara itu bersikukuh bahwa mereka mampu mengatasi meningkatnya jumlah orang yang melarikan diri dari Nagorno-Karabakh. Seorang pejabat senior mengatakan kepada BBC bahwa membantu saudara-saudari Armenia di wilayah tersebut adalah hal yang prinsipil.
Kemacetan lalu lintas terjadi di jalan keluar Karabakh menuju Armenia selama berhari-hari, dengan keluarga-keluarga berdesakan di dalam mobil.
Di Kota Goris, dekat perbatasan, upaya bantuan semakin intensif. Hotel-hotel lokal penuh, menawarkan kamar gratis.
Tawaran bantuan tempat tinggal juga datang dari masyarakat sipil lainnya, yang menyampaikannya melalui media sosial.