Liputan6.com, Madrid - Wakil Perdana Menteri Spanyol Yolanda Diaz pada Jumat (13/10/2023), meminta komunitas internasional menekan Israel agar menghindari pembantaian di Gaza.
Pernyataannya muncul setelah pasukan Israel memperingatkan agar lebih dari 1 juta penduduk di utara Gaza pindah ke selatan dalam waktu 24 jam.
Baca Juga
"Komunitas internasional tidak boleh memalingkan muka," tulis Diaz di platform X alias Twitter. "Uni Eropa harus menuntut Israel menghentikan rencana yang menyebabkan pembantaian tersebut."
Advertisement
Diaz yang merupakan ketua Partai Sumar yang berhaluan kiri jauh juga meminta Spanyol dan Uni Eropa untuk segera bergerak agar perdamaian segera terjadi.
Awal pekan ini, Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares mengatakan bahwa seluruh pemerintah mengutuk serangan Hamas terhadap Israel, namun setuju bahwa setiap respons militer harus sesuai dengan hukum internasional. Demikian seperti dilansir Middle East Monitor, Sabtu (14/10).
PBB telah memperingatkan bahwa perintah Israel untuk mengevakuasi warga sipil di utara Gaza tidak mungkin dilakukan tanpa konsekuensi kemanusiaan yang menghancurkan.
Spanyol adalah salah satu dari sedikit negara Barat yang mengumumkan peningkatan bantuannya ke Palestina di tengah konflik.
"Kita tidak bisa menyamakan Hamas dengan rakyat Palestina," ujar Albares pada Selasa (10/10). "Apa yang kita perlukan di masa mendatang bukanlah bantuan yang lebih sedikit; ini lebih merupakan bantuan kemanusiaan untuk Palestina."
Menurut surat kabar El Pais, Kementerian Luar Negeri Spanyol juga berkoordinasi dengan negara-negara Eropa lainnya dalam upaya mengevakuasi sekitar 120 warga Spanyol dari Jalur Gaza yang terkepung.
Namun, saat ini, para pejabat mengatakan tidak mungkin masuk atau keluar Gaza. Untuk memfasilitasi evakuasi, pihak berwenang Spanyol mengatakan kepada El Pais bahwa mereka memerlukan izin dari Israel, Hamas, dan kemungkinan kolaborasi dengan Mesir.
Raquel Marti, Direktur Eksekutif Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Spanyol mengatakan kepada El Pais bahwa koridor kemanusiaan sangat penting untuk mengeluarkan orang dan membiarkan bantuan masuk.
"Masyarakat tidak menerima semua yang mereka butuhkan karena kami melakukan penjatahan karena kami tidak tahu berapa lama hal ini akan berlangsung," kata dia.
Israel Serukan Warga Gaza Mengungsi, Hamas: Pertahankan Rumah Anda, Mereka Ingin Mengusir Kita dari Tanah Kita
Masjid-masjid pada Jumat (13/10/2023), menyiarkan pesan-pesan yang meminta penduduk Jalur Gaza untuk tetap tinggal di rumah-rumah mereka. Imbauan itu bertentangan dengan seruan militer Israel agar lebih dari satu juta warga sipil di utara Gaza pindah ke selatan dalam waktu 24 jam sebagai persiapan invasi darat mereka.
Para pemimpin kelompok militan Hamas juga mendesak warga Gaza untuk mengabaikan seruan militer Israel dan hingga Jumat sore dilaporkan tidak ada tanda-tanda eksodus dari wilayah utara Gaza.
 Setiap serangan ke Gaza akan menjadi momen penting dalam perang Hamas Vs Israel, setelah pada Sabtu 7 Oktober kelompok militan itu melancarkan serangan paling berdarah terhadap Israel sejak perang Arab-Israel tahun 1973.
Israel telah melancarkan serangan udara masif ke Gaza, mengerahkan 300.000 tentara cadangan, dan menumpuk tank di dekat perbatasan sebagai respons atas serangan Hamas.
Di Gaza, ancaman invasi darat disebut memunculkan gambaran Nakba, kata dalam bahasa Arab yang berarti bencana dan mengacu pada perang yang diciptakan Israel pada tahun 1948, yang menyebabkan perampasan massal wilayah Palestina.
Analis Gaza Talal Okal menggambarkan perintah relokasi Israel sebagai upaya untuk mendorong rakyat Palestina di Gaza ke jurang Nakba.
"Seperti yang mereka lakukan pada tahun 1948 ketika mereka mengusir orang-orang dari Palestina yang bersejarah dengan menjatuhkan berbarel-barel bahan peledak ke kepala mereka, hari ini Israel mengulangi hal yang sama di depan mata dunia dan di depan kamera langsung," kata Okal kepada Reuters, seperti dikutip, Sabtu (14/10).
Dalam seruannya, militer Israel mengatakan kepada warga sipil Gaza untuk mengungsi ke selatan demi keselamatan mereka sendiri, keluarga mereka, dan menjauhkan diri mereka dari teroris Hamas yang menggunakan mereka sebagai tameng manusia.
Sementara di Gaza, masjid-masjid melalui pengeras suara menyiarkan pesan: "Pertahankan rumahmu. Pertahankan tanahmu."
Advertisement
Kemlu RI: Indonesia Ingin Jadi Pemecah Masalah di Tengah Konflik Israel-Hamas
Di tengah memanasnya isu antara Israel dan Palestina pasca serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober, Indonesia berkomitmen untuk menjadi problem solver atau pemecah masalah dalam konflik ini. Hal ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) Lalu Muhammad Iqbal dalam pernyataan persnya di Jakarta, Jumat (13/10).
"Dalam isu ini, Indonesia ingin menjadi problem solver dan ingin memberikan peran yang konstruktif," kata Iqbal.Â
Terkait konflik Israel dan Hamas yang masih berlangsung hingga hari ini, Indonesia telah menyuarakan keprihatinannya dan mendesak agar segala bentuk kekerasan segera dihentikan namun tidak mengecam atau mengutuknya secara terang-terangan.
"Jadi penekanan Indonesia bukan masalah mengutuk atau tidak mengutuk. Tapi ini adalah problem yang akan terus terjadi selama akar masalahnya tidak diselesaikan," sambungnya.
Fokus Indonesia saat ini adalah untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan di wilayah konflik.
Pasalnya, Israel sendiri telah memblokade akses bantuan kemanusiaan seperti makanan hingga obat-obatan untuk warga Palestina, terutama di Jalur Gaza. Lebih jauh, akses listrik dan pasokan air di wilayah tersebut juga terputus.
Maka dari itu, Indonesia kemudian bergerak untuk mendorong terbukanya jalur bantuan kemanusiaan lewat komunikasi dengan berbagai pihak di tingkat internasional.
Indonesia Berkomunikasi dengan Berbagai Pihak
Iqbal menyebut bahwa Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menjalin komunikasi dengan Brasil sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB (DK PBB), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
"Dengan Presiden DK PBB yaitu Brasil, menlu menyampaikan pentingnya untuk membahas masalah ini secara khusus di DK PBB," kata Iqbal.Â
Menlu Retno mendorong agar segala bentuk aksi kekerasan segera dihentikan karena tanpanya, akses bantuan kemanusiaan tidak mungkin terbuka.
"Kita khawatir akan ada lebih banyak korban warga sipil yang berjatuhan," tambahnya.
Selain itu, Menlu Retno juga menjalin komunikasi dengan mitranya di Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan mendorong agar isu ini segera dibahas dalam forum tersebut.
Kemudian dengan Presiden ICRC, Menlu Retno mendorong ICRC untuk menginisiasi dibukanya jalur bantuan kemanusiaan untuk mengatasi masalah utama di wilayah konflik.
"Jadi itu yang dilakukan Indonesia secara terus menerus. Menlu setiap hari melakukan komunikasi dengan berbagai pihak di luar negeri dalam rangka mengatasi situasi kemanusiaan ini dan fokusnya adalah segera mengatasi isu kemanusiaan bagi korban terdampak konflik," pungkas Iqbal.
Advertisement