Liputan6.com, Jakarta - Sejak HMS Beagle --kapal sekoci Tentera Laut Diraja British yang dilancarkan pada 11 Mei 1820-- tiba di Galapagos bersama Charles Darwin untuk mempelajari keluarga burung kutilang, para ilmuwan ekologi telah kesulitan memahami pertanyaan yang rumit, seperti: Mengapa ada begitu banyak spesies di beberapa tempat di Bumi dan begitu sedikit di tempat lain? Apa faktor utama yang mempengaruhi keanekaragaman hewan?
Dengan akses terhadap data iklim global yang besar dan strategi baru, tim dari Departemen Ilmu Daerah Aliran Sungai di Quinney College of Natural Resources dan Pusat Ekologi berhasil mengidentifikasi beberapa faktor yang membantu menjawab pertanyaan mendasar tersebut.
Melansir dari Phys.org, Selasa (5/12/2023), mereka menemukan bahwa makanan hewan, serta interaksi hewan dengan iklim, memainkan peran penting dalam membentuk keanekaragaman hayati.
Advertisement
Temuan tersebut baru saja dipublikasikan dalam jurnal Ecology Letters.
"Secara historis, penelitian yang mengamati distribusi spesies di sepanjang gradien garis lintang bumi telah mengabaikan peran ekologi trofik, bagaimana makanan yang dimakan hewan berdampak pada lokasi mereka ditemukan," ungkap Trisha Atwood, penulis studi dari Department of Watershed Sciences and the Ecology Center.
Atwood mengungkapkan bahwa penelitian baru tersebut menunjukkan bahwa predator, omnivora, dan herbivora tidak tersebar secara acak di seluruh dunia. Ada pola di mana kelompok hewan tersebut ditemukan.
Kunci Keanekaragaman Hewan di Berbagai Wilayah Dunia
Terdapat beberapa wilayah di Afrika, Eropa, dan Greenland yang memiliki kehadiran predator pemakan daging yang tak terduga. Pada tempat dengan iklim lebih dingin, herbivora cenderung lebih banyak ditemukan, sementara omnivora dominan di wilayah yang lebih hangat.
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi pola tersebut, yaitu curah hujan dan pertumbuhan tanaman.
Trisha Atwood menjelaskan bahwa curah hujan yang stabil sepanjang tahun adalah faktor utama dalam menentukan di mana kelompok mamalia dapat berkembang biak. Wilayah yang mengalami variasi curah hujan musiman, namun tidak secara ekstrem, memiliki tingkat keanekaragaman mamalia yang tinggi.
"Perlu diingat bahwa kita tidak berbicara tentang jumlah total curah hujan," ujar Jaron Adkins, penulis utama penelitian tersebut.
"Jika Anda membayangkan ekosistem di seluruh dunia berdasarkan skala curah hujan dan musim, tempat-tempat tertentu di Utah dan hutan hujan Amazon berada di salah satu ujung dengan variabilitas yang rendah, tempat-tempat tersebut memiliki tingkat curah hujan yang stabil sepanjang tahun," ungkap Adkins.
Advertisement
Pentingnya Curah Hujan dan Pertumbuhan Tanaman dalam Keanekaragaman Mamalia
Jaron Adkins juga menambahkan bahwa di wilayah lain, seperti selatan California, terdapat tingkat curah hujan yang stabil sepanjang tahun, tetapi terjadi variasi yang sangat tinggi. Pada periode antara bulan Desember dan Maret, sekitar 75 persen dari curah hujan tahunan terjadi.
Namun, Adkins menyatakan bahwa zona terbaik bagi predator dan herbivora terletak di tengah-tengah, antara dua ekstrem tersebut.
Daerah seperti Madagaskar, di mana curah hujan terbagi secara merata antara musim hujan dan kemarau, masing-masing selama enam bulan, memberikan kombinasi ekologi yang ideal untuk mendukung kedua kelompok tersebut. Tempat dengan iklim sangat stabil cenderung memunculkan keanekaragaman omnivora.
Faktor kedua yang berperan dalam keanekaragaman mamalia, sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini, adalah jumlah pertumbuhan tanaman di suatu wilayah. Faktor tersebut diukur sebagai "produktivitas primer bruto."
Adkins menjelaskan, "Tampaknya masuk akal jika hewan pemakan tumbuhan mendapatkan manfaat dari pertumbuhan tanaman."
Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa dampaknya justru paling signifikan pada karnivora. Hubungan yang kuat antara predator dan pertumbuhan tanaman menyoroti pentingnya kelimpahan tanaman dalam menjaga kestabilan seluruh rantai makanan.
"Sangat mengejutkan bahwa faktor ini lebih penting bagi predator daripada bagi omnivora dan herbivora, dan mengapa hal ini terjadi masih merupakan misteri," ungkap Atwood.
Implikasi dan Prediksi Masa Depan
Menurut penelitian tersebut, meskipun proses evolusi adalah penyebab utama dari munculnya spesies yang berbeda, kondisi iklim juga memiliki pengaruh pada faktor-faktor terkait seperti kecepatan evolusi, kepunahan, dan persebaran hewan.
Hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi jumlah spesies dan karakteristik unik yang ada pada mereka.
Di berbagai ekosistem di seluruh dunia, terjadi penurunan cepat dalam keanekaragaman hewan karena habitat yang hilang dan perubahan iklim. Dampak dari hal ini bersifat negatif terhadap keseimbangan ekosistem.
Memprediksi bagaimana perubahan iklim akan mempengaruhi sistem hewan di masa depan dianggap sangat penting, seperti yang diungkapkan oleh Atwood. Penelitian tersebut merupakan langkah awal dalam upaya untuk lebih baik mengelola kondisi hewan di seluruh dunia di masa mendatang.
Menurut Atwood, keanekaragaman hewan dapat menjadi sistem alarm bagi stabilitas ekosistem.
"Mengidentifikasi mekanisme ekologi yang membantu mendorong pola kekayaan memberikan wawasan untuk mengelola dan memprediksi dengan lebih baik bagaimana keanekaragaman dapat berubah dalam iklim masa depan," ujar Atwood.
Advertisement