Dokter Palestina Alumni Chevening Tewas Bersama Keluarga di Jalur Gaza

Dr Maisara Alrayyes merupakan penerima beasiswa Chevening. Ia baru saja menikah beberapa bulan lalu, namun tewas karena serangan Israel di Jalur.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 15 Nov 2023, 02:51 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2023, 06:30 WIB
Dr Maisara Alrayyes merupakan penerima beasiswa Chevening lulusan King's College London. Ia dilaporkan tewas di Gaza akibat serangan Israel.
Dr Maisara Alrayyes merupakan penerima beasiswa Chevening lulusan King's College London. Ia dilaporkan tewas di Gaza akibat serangan Israel. Dok: Instagram @kcl.sjp

Liputan6.com, London - Seorang dokter muda bernama Maisara Alrayyes dan keluarganya dilaporkan tewas di Jalur Gaza akibat terdampak peperangan antara Hamas vs. Israel. Ia merupakan alumni beasiswa internasional Chevening dan lulus dari King's College London (KCL) pada 2021.

Dr Maisara Arayyes baru menikah beberapa bulan lalu. Istrinya sempat dikabarkan tewas, namun dinyatakan selamat.

Kabar meninggalnya Maisara turut diviralkan oleh akun Instagram mahasiswa King's.

"Dr Maisara Alrayyes, Alumnus KCL, telah menjadi martir di bawah reruntuhan di Gaza akibat serangan udara Israel. Akibat pemadaman lampu yang dilancarkan tentara Israel, para penolong kesulitan untuk meraih Dr Alrayyes dan keluarganya yang terjebak di reruntuhan selama lebih dari 30 jam," ujar akun KCL Students for Justice for Palestine (KCL SJP) pada 7 November 2023.

Akun KCL SJP mengungkap bahwa beberapa hari sebelum kematiannya, Dr Maisara Alrayyes mengaku resah jika nasibnya akan terjebak di dalam reruntuhan. 

"Saya merasa semakin takut. Saya membayangkan diri saya di bawah reruntuhan, dan saya takut bertahan hidup di bawah reruntuhan," demikian ucapan Alrayyes. 

KCL SJP berkata masih ada alumni King's yang terjebak di Gaza. Akun itu pun berjanji untuk terus menyuarakan hak-hak Palestina. Selain berbagi info soal Palestina, KCL SJP juga telah melakukan penggalangan donasi di kampus dengan jualan makanan.

Pihak Chevening telah memberikan ungkapan dukacita atas meninggalnya Alrayyes. 

"Kami merasa hancur saat mengetahui kematian Alumnus Chevening Dr Maisara Al Rayyes dan anggota-anggota keluarganya. Kami mengirimkan dukacita mendalam kepada keluarganya yang selamat. Pikiran kami dan pikiran komunitas Alumni Chevening bersamamu," tulis akun resmi Chevening Awards via Facebook.

Isu Palestina dan Israel merupakan isu sensitif di Inggris, termasuk di kalangan University of London. Sebelumnya, King's College London dan University College London telah sama-sama mengeluarkan pernyataan untuk melindungi para mahasiswa dari ujaran negatif, baik itu Islamofobia atau anti-semitisme.

Pertengahan Oktober lalu, sejumlah mahasiswa dari  School of Oriental and African Studies (SOAS) dikenai sanksi kampus karena menghadiri demo pro-Paletstina. Hal itu diungkap oleh Instagram SOAS Palestine.

 

Update: Sebelumnya istri Dr. Maisaras disebut ikut tewas akibat serangan yang terjadi, namun surat kabar mahasiswa Roar News dari King's College London melaporkan bahwa istri dari sang dokter dalam keadaan selamat.


Wakil Perdana Menteri Belgia Minta Israel Diberi Sanksi Atas Kejahatannya di Gaza

Duka dan kehancuran pada minggu kedua perang Israel-Hamas
Warga Palestina yang terluka duduk di Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza, Jalur Gaza tengah, setelah tiba dari Rumah Sakit al-Ahli menyusul ledakan di sana, Selasa, 17 Oktober 2023. (AP Photo/Abed Khaled)

Wakil Perdana Menteri Belgia Petra De Sutter meminta pemerintah di negaranya untuk memberikan sanksi kepada Israel pada Rabu (8/11).

“Sudah waktunya memberikan sanksi terhadap Israel. Pengeboman itu tidak manusiawi,” tulisnya di Twitter.

“Sementara kejahatan perang terjadi di Gaza, Israel mengabaikan permintaan internasional untuk gencatan senjata.”

De Sutter menyerukan penangguhan segera terhadap perjanjian asosiasi antara UE dan Israel, dan mengusulkan agar Belgia mengalokasikan dana tambahan bagi Pengadilan Kriminal Internasional untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan Israel dan Hamas, katanya dalam siaran pers.

De Sutter juga menekankan orang-orang dan perusahaan-perusahaan yang memasok uang kepada Hamas harus diberi sanksi, dikutip dari laman politico.eu, Kamis (9/11/2023).

Sementara pemukim yang melakukan kekerasan, politisi dan tokoh militer yang bertanggung jawab atas kejahatan perang harus menghadapi larangan masuk Uni Eropa.

“Serangan Israel meningkatkan keputusasaan warga Palestina. Tanpa solusi nyata, kekerasan akan terus terulang. Oleh karena itu diperlukan solusi politik yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara,” ujarnya.

Pernyataan De Sutter muncul dua hari setelah PM Belgia Alexander De Croo menyebut tindakan Israel di Gaza “tidak lagi proporsional.”

Israel telah melancarkan serangan balasan yang berkelanjutan di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 10.500 warga Palestina termasuk ribuan anak-anak, menurut otoritas kesehatan yang dikendalikan Hamas, sebagai tanggapan atas serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.

Awal pekan ini, Menteri Lingkungan Hidup Belgia Zakia Khattabi, yang merupakan anggota partai hijau Ecolo yang berbahasa Prancis, mendapat kecaman karena menolak menyebut Hamas sebagai “organisasi teroris”, meskipun sebutan tersebut telah ditetapkan oleh Uni Eropa.


Ekonomi Jalur Gaza Luluh Lantak Usai Dibombardir Israel, 182 Ribu Pekerjaan Lenyap

Anak-Anak Palestina
Warga Palestina yang terluka tiba di Rumah Sakit al-Shifa dengan menaiki truk menyusul serangan udara Israel di Kota Gaza, Jalur Gaza, Kamis (19/10/2023). (AP Photo/Abed Khaled)

The International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional melaporkan bahwa 61% penduduk di Gaza kehilangan pekerjaan usai serangan 7.000 roket yang dilancarkan oleh milisi Hamas kepada Israel pada Sabtu 7 Oktober 2023. Usai serangkan tersebut konflik antara Hamas dan Israel memanas dan meluluhlantakkan jalur Gaza.

Jika dihitung, angka 61% tersebut setara dengan 182.000 pekerjaan lenyap imbas konflik yang sangat berdampak kepada ekonomi wilayah tersebut.

ILO pun memperingatkan dampak ekonomi yang lebih parah jika perang Palestina dan Israel ini berlangsung selama bertahun-tahun mendatang. Bahkan, dampak ekonomi tersebut tak bisa dibayangkan jika perang terus berlangsung.

"Penilaian awal kami mengenai dampak krisis tragis yang terjadi saat ini terhadap pasar tenaga kerja Palestina telah membuahkan hasil yang sangat mengkhawatirkan, dan hal ini hanya akan bertambah buruk jika konflik terus berlanjut," kata Direktur Regional ILO untuk Negara-Negara Arab, Ruba Jaradat, dikutip dari Merdeka.com, Kamis (9/11/2023).

Hal ini mengakibatkan, Jalur Gaza yang berada di bawah blokade Israel sejak 2005, menderita kerugian ekonomi yang parah bahkan sebelum dimulainya konflik terbaru. Alhasil, pengangguran di wilayah ini mencapai 46,4 persen pada kuartal II 2023.

Ini menjadi salah satu tingkat pengangguran tertinggi di dunia.

Selain Jalur Gaza, di Tepi Barat Palestina yang diduduki juga kehilangan sekitar 24 persen lapangan kerja. Angka ini setara dengan 208.000 pekerjaan, akibat dampak perang.

Jika digabungkan, hilangnya pekerjaan di dua wilayah Palestina berarti hilangnya pendapatan harian sebesar USD16 juta. Nilai kerugian ini setara Rp 250,17 miliar (estimasi kurs 15.365 per dolar AS).


Mahkamah Agung Israel Larang Demonstrasi Tolak Perang di Gaza

Kenzi Al Madhoun, seorang anak Palestina berusia empat tahun yang menjdi korban serangan Israel. Ia dirawat di RS Al Aqsa yang berlokasi di Jalur Gaza. (Ap Photo/Abdel Kareem Hana)
Kenzi Al Madhoun, seorang anak Palestina berusia empat tahun yang menjdi korban serangan Israel. Ia dirawat di RS Al Aqsa yang berlokasi di Jalur Gaza. (Ap Photo/Abdel Kareem Hana)

Mahkamah Agung Israel melarang demonstrasi terhadap perang di Jalur Gaza. Keputusan ini berdampak kepada warga komunitas Arab yang ingin bersuara.

MA Israel mengakui bahwa demonstrasi merupakan hak warga, tetapi situasi saat ini disebut "kompleks".

"Meski ada status tinggi yang diberikan kepada hak demonstrasi dan berkumpul, ada realita kompleks yang kita dapati yang mana berdampak pada keseimbangan-keseimbangan terhadap hal ini," ujar keputusan MA Israel, dikutip Middle East Monitor, Rabu (8/11/2023).

Petisi itu awalnya diserahkan oleh partai politik Hadash dan Adalah (lembaga hukum hak minoritas rab di Israel). Media Israel menyebut supaya demonstrasi diizinkan di kota-kota mayoritas Arab, yakni Sakhnin dan Umm Al-Fahm.

Polisi Israel lantas mengirimkan petisi juga ke Mahkamah Agung Israel bahwa demo-demo tersebut bisa membahayakan keamanan dan keselamatan publik.

MA menegaskan bahwa mereka setuju pada polisi bahwa demo yang terjadi bisa merepotkan polisi yang notabene dibutuhkan untuk menjaga area yang terancam rudal dari Lebanon.

Dua pekan lalu, Kepolisian Israel membubarkan paksa demonstrasi yang terjadi di kota Haifa. Peserta demo itu adalah orang Arab dan Yahudi.

Hingga kini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih menolak gencatan senjatan dengan Gaza, meski berbagai negara dan lembaga internasional telah menyerukan hal tersebut.

Infografis Hamas-Israel Perang Lagi, Ini Respons Dunia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Hamas-Israel Perang Lagi, Ini Respons Dunia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya