Liputan6.com, Moskow - Vladimir Putin mengatakan dia akan kembali mencalonkan diri dalam Pilpres Rusia 2024, sebuah langkah yang bisa membuatnya mempertahankan kekuasaan setidaknya hingga tahun 2030. Putin membuat pengumuman tersebut pada Jumat (8/12/2023) di Kremlin, yang merupakan kediaman resmi presiden Rusia.
Putin akan mencalonkan diri untuk masa jabatan presiden kelimanya melalui pilpres yang akan berlangsung pada 17 Maret 2024.
Baca Juga
Pemilu mendatang menandai pertama kalinya penduduk wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson, yang dianeksasi oleh Rusia selama perang Ukraina, akan berpartisipasi. Komisi Pemilihan Umum Pusat Rusia mengatakan akan menyelenggarakan "pemungutan suara dari rumah ke rumah" di empat wilayah tersebut selama tiga hari berturut-turut pada 15, 16, dan 17 Maret. Demikian seperti dilansir CNN, Sabtu (9/12)
Advertisement
Komunitas internasional sebelumnya mengecam pemilu lokal di wilayah tersebut, yang diselenggarakan oleh pejabat yang didukung Rusia, sebagai sebuah pemilu palsu.
Putin menjadi penjabat perdana menteri Rusia pada Agustus 1999, sebelum secara tak terduga diserahkan jabatan presiden oleh Boris Yeltsin pada Malam Tahun Baru di tahun yang sama.
Dia menjabat presiden selama dua masa jabatan, masing-masing empat tahun, sebelum mengundurkan diri pada tahun 2008 karena tidak diizinkan secara konstitusional untuk mencalonkan diri kembali. Dia mendukung Dmitry Medvedev, yang menggantikannya sebagai presiden, sementara Putin mengambil peran sebagai perdana menteri untuk kedua kalinya.
Namun, Putin kembali menjadi presiden pada tahun 2012 dan belum melepaskan kekuasaannya sejak saat itu. Setelah memenangkan pemilu kembali pada tahun 2018, Putin kemudian menandatangani undang-undang pada tahun 2021 yang membuka jalan baginya mencalonkan diri untuk dua masa jabatan lagi.
Perubahan undang-undang tersebut berarti bahwa Putin, yang berusia 71 tahun, berpotensi memperpanjang kekuasaannya hingga tahun 2036, yang pada saat itu dia akan berusia pertengahan 80-an dan pemerintahannya akan memasuki dekade ketiga.
Menang dengan Mudah?
Putin diperkirakan tidak akan mendapat perlawanan berarti dalam Pilpres Rusia 2024. Di bawah pemerintahannya, politikus oposisi mengalami nasib serupa: pengasingan, pemenjaraan, atau kematian dalam keadaan yang mencurigakan.
Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny, yang menjadi salah satu tantangan politik paling serius terhadap Putin selama pemerintahannya, dijatuhi hukuman 19 tahun penjara pada Agustus atas tuduhan ekstremisme. Navalny dan para pendukungnya mengklaim penangkapannya bermotif politik, dimaksudkan untuk membungkam kritiknya terhadap Putin.
Navalny langsung ditahan sekembalinya ke Rusia pada tahun 2021. Dia dibawa dari Rusia ke Jerman pada tahun 2020, setelah diracuni dengan agen saraf Novichok. Navalny tiba dalam keadaan koma di sebuah rumah sakit di Berlin, setelah penerbangan evakuasi medis dari Kota Omsk di Siberia.
Investigasi bersama oleh CNN dan kelompok Bellingcat menyimpulkan Dinas Keamanan Rusia (FSB) terlibat dalam keracunan Navalny.
Rusia membantah keterlibatannya. Putin mengatakan pada Desember 2020 bahwa jika Dinas Keamanan Rusia ingin membunuh Navalny, mereka "akan menyelesaikan" tugasnya.
Advertisement
Tak Terganjal Isu Perang Ukraina
Meskipun sulit mengukur opini publik di Rusia secara akurat, perang Ukraina diperkirakan masih mendapatkan dukungan luas, sekalipun hal ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat Rusia.
Kremlin berusaha untuk mengisolasi penduduk Rusia dari konflik terburuk yang terjadi, namun Ukraina telah berulang kali berupaya untuk membawa perang ke Rusia, dengan melancarkan serangan ke kota-kota di seluruh negeri, bahkan termasuk ke Kremlin.
Rusia merahasiakan jumlah korban perang di Ukraina. Pada September 2022, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengatakan 5.937 tentara tewas dalam perang tersebut.
Kementerian Pertahanan Rusia belum menerbitkan pembaruan sejak saat itu. Penilaian intelijen Barat menyebutkan jumlah korbannya jauh lebih tinggi.
Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan pada Oktober kemungkinan besar Rusia telah menderita antara 150.000 dan 190.000 korban permanen, yang berarti terbunuh atau terluka secara permanen, sejak Februari 2022.
Awal bulan ini, Rusia mengumumkan akan menambah jumlah pasukannya sebanyak 170.000 personel saat invasi ke Ukraina memasuki bulan ke-22.