Liputan6.com, Jalur Gaza - PBB masih terus menyoroti nasib rakyat di Jalur Gaza yang menjadi korban serangan Israel. Selain banyaknya korban tewas, ada banyak juga rakyat Gaza yang menderita penyakit, seperti diare.
Menurut laporan UN News, Rabu (20/12/2023), juru bicara UNICEF James Elder mencatat ada 100 ribu kasus anak-anak yang terkena diare di Jalur Gaza. Toilet yang tersedia juga hanya satu untuk 700 orang.
Baca Juga
Pihak UNICEF juga berkata lebih dari 130 ribu anak berusia di bawah dua tahun tidak mendapatkan ASI yang penting dan suplemen bernutrisi.
Advertisement
"Gencatan senjata yang segera dan berlangsung lama adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri pembunuhan dan melukai anak-anak, dan anak-anak yang meninggal karena penyakit, dan mengizinkan pengiriman urgen dari bantuan penolong nyawa yang sangat dibutuhkan," ujar Elder.
Juru Bicara WHO Dr. Margaret Harris berkata staf mereka di Gaza juga kesulitan masuk ke rumah sakit darurat karena takut menyenggol orang-orang di lantai yang kesakitan serta meminta makanan dan minuman.
Dr. Harris mengaku heran mengapa situasi di Jalur Gaza dibiarkan terus berlanjut.
PBB mencatat bahwa UNRWA (lembaga PBB untuk warga Palestina) telah mengirimkan 10 juta liter air, 2,5 juta unit biskuit tinggi energi, 990 ribu kalen makanan berbasis protein, 10 ribu metrik ton tepung, dan 1,9 juta unit keju pada 21 Oktober hingga 4 Desember 2023.
Pihak kementerian kesehatan di Jalur Gaza melaporkan bahwa korban jiwa dari serangan Israel sudah mencapai 19.400 orang dan 52 ribu orang lainnya terluka.
Voting DK PBB soal Gaza Kembali Ditunda
Para anggota Dewan Keamanan (DK) PBB pada Selasa (19/12/2023) melakukan perundingan intensif mengenai resolusi yang disponsori Uni Emirat Arab untuk memacu pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan ke Jalur Gaza. Upaya ini ditempuh demi menghindari veto Amerika Serikat (AS) lagi.
Pemungutan suara, yang ditunda mulai Senin (18/12), semula diperkirakan akan berlangsung pada Selasa sore, namun kembali diundur karena AS dilaporkan belum yakin dengan rancangan resolusi tersebut. DK PBB menjadwalkan ulang pemungutan suara pada Rabu (20/12) sore waktu setempat.
"Kami masih membahas modalitas resolusi tersebut," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby pada Selasa sore, seperti dilansir AP, Rabu.
"Penting bagi kami agar seluruh dunia memahami apa yang dipertaruhkan di sini dan apa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober dan bagaimana Israel mempunyai hak untuk mempertahankan diri terhadap ancaman-ancaman tersebut."
Rancangan resolusi yang dibahas pada Senin pagi menyerukan "penghentian permusuhan yang mendesak dan berkelanjutan", namun dalam rancangan baru yang diedarkan pada Selasa pagi pernyataannya lebih rinci.
Kini resolusi tersebut menyerukan "penghentian segera permusuhan untuk memungkinkan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan, serta langkah-langkah mendesak menuju penghentian permusuhan yang berkelanjutan". AS di masa lalu menentang pernyataan mengenai penghentian permusuhan.
AS pada 8 Desember memveto resolusi DK PBB yang didukung oleh hampir semua anggota dewan lainnya dan puluhan negara lain yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Jalur Gaza. Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang menyetujui resolusi serupa pada 12 Desember dengan suara 153-10, sementara 23 abstain.
Dalam aksi terpadu pertamanya pada 15 November, di mana AS abstain, DK PBB mengadopsi resolusi yang menyerukan jeda kemanusiaan yang mendesak dan diperpanjang dalam perang Hamas Vs Israel, pengiriman bantuan tanpa hambatan kepada warga sipil, dan pembebasan semua sandera tanpa syarat.
Advertisement
Resolusi DK PBB Diharapkan Lebih dari Sebelumnya
Presiden Israel Isaac Herzog dalam pengarahan dengan para duta besar mengatakan Israel siap untuk jeda kemanusiaan lagi dan bantuan kemanusiaan tambahan yang memungkinkan pembebasan sandera.
Namun, Duta Besar Lana Nusseibeh dari Uni Emirat Arab, perwakilan Arab di DK PBB yang beranggotakan 15 negara, mengatakan pada Selasa bahwa resolusi baru harus menjangkau sedikit lebih jauh dibandingkan resolusi 15 November.
Resolusi DK PBB penting karena mengikat secara hukum, meskipun dalam praktiknya banyak pihak memilih mengabaikan permintaan DK PBB untuk bertindak. Adapun resolusi-resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum, meskipun resolusi-resolusi tersebut merupakan barometer penting bagi opini dunia.
Otoritas Kesehatan Gaza menyatakan bahwa hampir 20.000 warga Palestina di wilayah itu tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober. Menurut perkiraan PBB, terdapat ribuan warga Palestina yang masih terkubur di bawah reruntuhan di Jalur Gaza.
Dalam serangannya ke Israel selatan pada hari yang sama, Hamas disebut menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 orang - 105 di antaranya telah dibebaskan di bawah kesepakatan gencatan senjata.
Dukungan Tak Tergoyahkan bagi Solusi 2 Negara
Dalam pertemuan DK PBB Selasa pagi, utusan PBB untuk Timur Tengah Tor Wennesland mengatakan respons kemanusiaan di ambang batas dan respons Israel jauh dari apa yang diperlukan untuk mengatasi bencana kemanusiaan di lapangan.
Sementara itu, Wakil Duta Besar Uni Emirat Arab Mohamed Abushahab menekankan kepada DK PBB, "Warga Gaza mengalami tingkat kelaparan dan kehausan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara dokter kekurangan pasokan medis yang paling dasar untuk merawat yang terluka dan meningkatnya ancaman infeksi."
Dia mengatakan resolusi terbaru bertujuan memenuhi kebutuhan mereka dan bahwa Israel harus berhenti memblokir masuknya bantuan, kargo komersial, dan pekerja bantuan.
Rancangan resolusi yang diedarkan Selasa pagi oleh Uni Emirat Arab mengungkapkan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang mengerikan dan memburuk dengan cepat di Jalur Gaza serta dampak buruknya terhadap warga sipil.
Melalui rancangan resolusi tersebut diakui bahwa warga sipil di Gaza tidak memiliki akses terhadap makanan, air, sanitasi, listrik, telekomunikasi, dan layanan medis yang memadai yang penting untuk kelangsungan hidup mereka. Dan hal ini menegaskan kembali keprihatinan yang kuat dari DK PBB atas dampak yang tidak proporsional dari konflik terhadap kehidupan dan kesejahteraan anak-anak, perempuan dan warga sipil lainnya yang berada dalam situasi rentan.
Resolusi yang diusulkan juga menuntut pihak-pihak yang berkonflik – Israel dan Hamas, yang tidak disebutkan namanya – memfasilitasi pengiriman bantuan melalui darat, laut dan udara di seluruh Jalur Gaza, termasuk melalui perbatasan di Karem Shalom. Resolusi ini menyerukan PBB untuk membentuk mekanisme untuk memantau pengiriman bantuan.
Rancangan resolusi terbaru menuntut pula pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera dan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan internasional, yang mengharuskan perlindungan terhadap warga sipil dan rumah, sekolah, rumah sakit dan infrastruktur lainnya yang penting untuk kelangsungan hidup mereka.
Dalam rancangan resolusi terbaru ditegaskan kembali komitmen tak tergoyahkan DK PBB terhadap visi solusi dua negara di mana dua negara demokratis, Israel dan Palestina, hidup berdampingan secara damai dalam batas-batas yang aman dan diakui dan dalam hal ini menekankan pentingnya menyatukan Jalur Gaza dengan Tepi Barat di bawah Otoritas Palestina.
Advertisement