Liputan6.com, Jakarta - Hakim di pengadilan Argentina pada Rabu (3/1) menangguhkan perubahan Undang-undang Ketenagakerjaan yang merupakan bagian dari keputusan besar reformasi ekonomi dan deregulasi yang diumumkan oleh presiden beraliran libertarian baru negara itu, Javier Milei.
Badan serikat buruh CGT telah menentang perubahan-perubahan yang secara teknis mulai berlaku pada Jumat (29/12) lalu, dengan alasan perubahan-perubahan itu mengikis perlindungan dasar bagi para pekerja, seperti hak untuk mogok kerja dan cuti orang tua.
Baca Juga
Hakim pengadilan banding tenaga kerja Argentina membekukan beberapa elemen keputusan Milei, yang antara lain meningkatkan masa percobaan kerja dari tiga bulan menjadi delapan bulan, mengurangi kompensasi jika terjadi pemecatan, dan memangkas cuti kehamilan, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (5/1/2024).
Advertisement
Hakim Alejandro Sudera mempertanyakan "kebutuhan" dan "urgensi" keputusan yang ditandatangani Milei pada tanggal 20 Desember, hanya beberapa hari setelah menjabat. Sudera juga menangguhkan langkah-langkah itu hingga dapat dipertimbangkan dengan baik oleh Kongres.
Dalam keputusan yang dikirimkan ke media, Sudera mengatakan beberapa langkah Milei tampaknya "bersifat represif atau menghukum," dan tidak jelas bagaimana penerapan hal itu akan membantu tujuan Milei untuk "menciptakan lapangan kerja yang nyata."
Pemerintah dapat mengajukan banding atas keputusan hukum itu.
Ribuan orang turun ke jalan minggu lalu untuk memprotes reformasi Milei, yang memproklamirkan diri sebagai "anarko-kapitalis.”
Milei memenangkan pemilihan umum bulan November lalu dengan janji memangkas pengeluaran negara seiring terus memburuknya krisis ekonomi, termasuk inflasi yang mencapai tiga digit.
CGT telah menyerukan aksi mogok umum pada tanggal 24 Januari.
Aksi Demonstrasi di Argentina Protes Langkah Ekonomi Drastis Pemerintah Baru
Sebelumnya, dilaporkan aksi demonstran di Buenos Aires, pada Rabu (20/12), menggelar protes menentang pemerintahan Presiden Javier Milei yang baru terpilih.
“Kami akan menunjukkan kepadanya bahwa tidak, tidak ada kediktatoran di sini. Yang ada adalah kebebasan demokratis”, kata Eduardo Belliboni, salah seorang penyelenggara protes, dikutip dari VOA Indonesia.
Hanya beberapa hari setelah tokoh populis sayap kanan, Javier Milei, menjadi presiden Argentina, pemerintahannya tidak hanya mengumumkan langkah-langkah ekonomi drastis yang langsung menuai kritik tetapi juga memperingatkan akan menindak protes apa pun yang menutup jalan-jalan.
Milei menghadapi ujian pertama tentang cara pemerintahan barunya akan menanggapi demonstrasi.
Organisasi-organisasi sosial mengajak masyarakat melakukan demonstrasi pada Rabu untuk menentang langkah-langkah baru ekonomi.
Langkah-langkah itu mencakup devaluasi 50% terhadap nilai peso, pemotongan subsidi energi dan transportasi, dan penutupan beberapa kementerian pemerintah. Kondisi tersebut terjadi di tengah melonjaknya inflasi dan meningkatnya kemiskinan di Argentina.
Advertisement
Warga Argentina Protes Kemiskinan dan Pengangguran yang Merajalela
Sementara itu, pada tahun sebelumnya Argentina juga dilanda protes terkait kondisi ekonomi.
Pada Selasa (27/9/2022), sejumlah organisasi sosial dan pekerja turun ke jalan di Buenos Aires untuk memprotes situasi kemiskinan di negara itu. Demonstran memegang poster, menuntut upah yang sesuai harga sekeranjang bahan pokok.
Ketua organisasi sosial 'Polo Obrero,' Eduardo Billiboni mengatakan negara itu sedang mengalami 'situasi sosial yang eksplosif.'
Di masa lalu, memiliki pekerjaan tetap akan membantu pekerja keluar dari kemiskinan, tetapi kini, memiliki pekerjaan tidak akan menghindarkan keluarga dari kemiskinan, ujar spesialis di Universidad Catolica, Observatorium Utang Sosial Argentina, Eduardo Donza kepada kantor berita Reuters.
Argentina, negara berpenduduk sekitar 45 juta orang, kaya akan sumber daya alam mulai dari ternak dan jagung hingga gas alam. Tetapi negara itu didera inflasi, salah urus ekonomi, dan krisis utang selama bertahun-tahun.
Protes Inflasi Naik Ribuan Warga Argentina Turun ke Jalan
Masih di tahun 2022 pada bulan Mei, ribuan orang Argentina membuat aktivitas di pusat kota Buenos Aires terhenti dalam protes besar-besaran terhadap inflasi yang melonjak di negara Amerika Selatan itu.
"Pawai federal untuk pekerjaan dan gaji, dan melawan kelaparan dan kemiskinan" didukung oleh ribuan orang yang datang dari luar ibu kota.
Mereka mengindahkan seruan dari berbagai serikat pekerja dan kelompok sayap kiri yang kritis terhadap kebijakan sosial dari Presiden Alberto Fernandez.
Seruan untuk memprotes menjadi lebih sering sejak awal tahun, karena ekonomi Argentina tidak menunjukkan tanda-tanda untuk membendung tren inflasi, demikian dikutip dari laman Channel News Asia.
Dalam empat bulan pertama 2022, harga naik 23 persen, termasuk lonjakan 6 persen pada April, menurut angka yang diterbitkan Kamis (12/5).
Setelah mencatat inflasi lebih dari 50 persen pada tahun 2021, tingkat inflasi saat ini bahkan akan melampaui perkiraan terburuk sebesar 60 persen pada akhir tahun.
Para pengunjuk rasa juga marah pada pembatasan anggaran pemerintah, suatu keharusan selama negosiasi ulang utang dengan Dana Moneter Internasional (IMF), yang akan melihat negara itu mengurangi defisit tahunannya dari 3 persen dari PDB pada tahun 2021 menjadi nol pada tahun 2025.
Salah satu slogan utama mereka adalah: "utang adalah untuk rakyat."
Sementara pemerintah telah mencoba untuk membatasi harapan bantuan lebih banyak, perpecahan mulai muncul dalam koalisi pemerintah, dengan Wakil Presiden Cristina Kirchner, mantan presiden, secara terbuka mengkritik Fernandez.
"Saya tidak berpikir kita akan menghormati semua harapan, semua kepercayaan yang telah ditempatkan pada kita," katanya beberapa hari lalu, dengan cacian terselubung pada presiden.
Dalam beberapa minggu terakhir, Fernandez meningkatkan 50 persen kupon makanan untuk orang miskin, meningkatkan bantuan pensiun bagi mereka yang bekerja di sektor informal, dan juga menaikkan upah minimum dari 38.940 menjadi 45.540 peso (US$ 319 menjadi US$ 373).
Advertisement