Liputan6.com, London - Pangeran Kerajaan Arab Saudi mengungkap bahwa masih ada potensi normalisasi hubungan diplomatik antara Saudi dan Israel setelah perang di Jalur Gaza usai. Dan ternyata, hubungan diplomatik hampir pulih sebelum akhirnya perang pecah di Jalur Gaza.
Hal itu diungkap oleh Pangeran Khalid bin Bandar yang merupakan duta besar Arab Saudi untuk United Kingdom.
Baca Juga
Dilaporkan BBC, Rabu (10/1), Pangeran Khalid berkata Arab Saudi masih percaya dengan terwujudnya hubungan diplomatik dengan Israel, meski Arab Saudi juga mengecam tingginya korban jiwa di Jalur Gaza. Pangeran Khalid juga berkata tidak ingin kerja sama itu merugikan rakyat Palestina.
Advertisement
Selain itu, Pangeran Khalid meminta kepada United Kingdom agar mengambil "posisi moderat" dan "memperlakukan Israel dengan cara yang sama seperti memperlakukan yang lain".
Pangeran Khalid menilai adanya titik buta soal kelakuan Israel bisa mempersulit perdamaian.
Pada September lalu, Pangeran Mohammed bin Salman berkata isu Palestina "sangatlah penting" dan kesepakatan dengan Israel mesti memberikan dampak baik kepada rayat Palestina.
Tetapi pada awal Oktober, perang pecah antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang pada Senin kemarin baru bertemu Pangeran MbS. Blinken berkata ada ketertarikan normalisasi antara Saudi dan Israel, namun denga syarat.
"Tetapi itu membutuhkan agar konflik berakhir di Gaza, dan itu juga jelas membutuhkan adanya jalan praktis kepada kenegaraan Palestina," kata Blinken.
AS Desak Israel Bekerja Sama soal Masa Depan Jalur Gaza Pasca Perang Lawan Hamas
Sebelumnya dilaporkan, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Antony Blinken pada Selasa (9/1/2024) meminta Israel bekerja sama dengan warga Palestina yang moderat dan negara-negara tetangga mengenai rencana pembangunan Jalur Gaza pascaperang. AS, kata Blinken, bersedia membantu membangun kembali wilayah tersebut, tapi hanya jika ada jalan menuju berdirinya negara Palestina.
AS dan Israel bersatu dalam perang melawan Hamas, namun terpecah belah mengenai masa depan Jalur Gaza. AS dan sekutu Arab-nya berharap menghidupkan kembali proses perdamaian yang telah lama nyaris mati, gagasan yang sangat ditentang oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mitra koalisinya di pemerintahan.
 Perang di Jalur Gaza masih berkecamuk, tanpa tanda-tanda akan berakhir, dan memicu bencana kemanusiaan di wilayah tersebut. Perang juga telah memicu peningkatan kekerasan antara Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon, menambah kekhawatiran konflik akan meluas.
Berbicara dalam konferensi pers setelah bertemu dengan para pemimpin Israel, Menlu Blinken mengatakan, "Israel harus berhenti mengambil langkah-langkah yang melemahkan kemampuan Palestina untuk mengatur diri mereka sendiri secara efektif."
"Israel harus menjadi mitra para pemimpin Palestina yang bersedia memimpin rakyatnya dan hidup berdampingan dalam perdamaian," ujar Blinken, seperti dilansir AP, Rabu (10/1/2024).
"Kekerasan yang dilakukan pemukim, perluasan pemukiman, penghancuran rumah dan penggusuran semuanya menjadikan Israel semakin sulit, bukannya mudah, untuk mencapai perdamaian dan keamanan abadi."
Para pejabat AS telah menyerukan agar Otoritas Palestina, yang saat ini menguasai sebagian Tepi Barat yang diduduki Israel, untuk mengambil kendali di Jalur Gaza. Namun, para pemimpin Israel menolak gagasan tersebut dan belum mengajukan rencana konkret selain mengatakan bahwa mereka akan mempertahankan kontrol militer terbuka atas wilayah kantong itu.
Blinken menuturkan pula bahwa Arab Saudi, Yordania, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Turki sepakat mulai merencanakan rekonstruksi Jalur Gaza pasca perang. Untuk itu, para pemimpin Yordania, Mesir, dan Otoritas Palestina dilaporkan akan bertemu pada Rabu di Kota Aqaba, Yordania.
Advertisement
Perang Akan Berlanjut Sepanjang Tahun 2024
AS yang menerapkan standar ganda terhadap Israel dengan memberikan dukungan militer dan diplomatik pada saat bersamaan mendesak negara itu beralih ke operasi yang lebih presisi. Namun, laju kematian dan kehancuran tak berhenti, di mana ratusan warga Jalur Gaza tewas dalam beberapa hari terakhir.
Israel telah berjanji terus melakukan perlawanan sampai mereka menghancurkan Hamas. Militer Israel mengatakan mereka telah membongkar infrastruktur Hamas di Gaza Utara – di mana seluruh lingkungan telah dihancurkan – namun, masih memerangi kelompok kecil militan.
Fokus serangan Israel disebut telah bergeser ke Khan Younis di Gaza Selatan.
"Pertempuran akan berlanjut sepanjang tahun 2024," kata juru bicara militer Laksamana Muda Daniel Hagari.
Sejak perang Hamas Vs Israel meletus pada 7 Oktober 2023, serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 23.200 warga Palestina, dengan lebih dari 58.000 lainnya terluka.
Pada Senin (8/1) malam, serangan Israel menghantam sebuah rumah di pusat Kota Deir al-Balah, menewaskan ibu, tiga anak perempuan, dan tiga cucu Jamal Naeim, seorang dokter gigi terkenal di Gaza. Di luar rumah sakit, Naeim menggendong seikat kecil kain putih berisi sisa-sisa jasad putrinya, Shaimaa, yang juga seorang dokter gigi.
"Inilah yang kami temukan pada dirinya, hanya kulit kepala dan rambutnya," katanya sambil terisak-isak.
Naeim adalah saudara laki-laki Bassem Naeim, seorang tokoh politik di Hamas, namun menurut warga sekitar, dia sendiri bukan anggota kelompok tersebut.
Otoritas kesehatan Gaza menuturkan, setidaknya delapan orang tewas ketika serangan menghantam bangunan tempat tinggal berlantai lima di Rafah, Gaza Selatan, pada Selasa. Enam jenazah dibawa ke Rumah Sakit al-Kuwati. Dua jenazah lainnya, menurut Dr. Sohaib al-Hams yang bekerja di Rumah Sakit al-Kuwati, diangkut ke Rumah Sakit Youssef al-Najjar, yang juga di Rafah.
Â
Bencana Kemanusiaan
Hampir 85 persen dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat perang dan seperempat penduduk wilayah itu menghadapi kelaparan, dengan hanya sedikit makanan, air, obat-obatan dan pasokan lainnya yang masuk menyusul blokade Israel.
Kantor kemanusiaan PBB, yang dikenal sebagai OCHA, memperingatkan bahwa perang sangat menghambat pengiriman bantuan. Beberapa gudang, pusat distribusi, fasilitas kesehatan, dan tempat penampungan terdampak perintah evakuasi militer.
Situasinya disebut bahkan lebih mengerikan lagi di Gaza Utara, di mana pasukan Israel memutus aksesnya dari wilayah lainnya pada akhir Oktober. Puluhan ribu orang yang masih tinggal di sana menghadapi kekurangan makanan dan air.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak dapat mengirimkan pasokan ke wilayah Gaza Utara selama dua minggu. OCHA mengatakan militer menolak lima rencana konvoi bantuan ke utara selama periode tersebut, termasuk pengiriman pasokan medis dan bahan bakar untuk fasilitas air dan sanitasi.
Blinken telah menggarisbawahi bahwa lebih banyak makanan, air, obat-obatan dan bantuan lainnya perlu masuk dan didistribusikan secara efektif. Dia meminta Israel melakukan apa saja untuk menghilangkan segala hambatan dalam penyeberangan ke wilayah lain di Jalur Gaza.
Advertisement