Liputan6.com, Jakarta - Seorang pria asal Chicago menggugat 27 orang wanita sebesar US$ 75 juta atau setara Rp1.17 Triliun setelah mereka memposting komentar negatif tentang dia di grup kencan Facebook.
Nikko D’Ambrosio (32) mengklaim bahwa reputasinya ternoda setelah beberapa wanita yang mengaku pernah berkencan dengannya memposting pengalaman negatif mereka di grup Facebook pribadi bernama ‘Are We Dating the Same Guy’.
Baca Juga
Kelompok populer ini berasal dari New York, namun kemudian berkembang ke kota-kota besar lainnya dan sebagian besar digunakan oleh perempuan untuk berbagi pengalaman dengan laki-laki dan meminta nasihat tentang berbagai tanda bahaya.
Advertisement
Dalam kasus D’Ambrosio, puluhan wanita menulis komentar yang bernada menghina, menjulukinya sebagai orang yang terlalu melekat atau menuduhnya kerap ghosting (menghilang) setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, dikutip dari Oddity Central, Jumat (19/1/2024).
Kini, pria Chicago tersebut menggugat beberapa wanita tersebut, serta admin grup Facebook sebesar US$ 75 juta.
Semuanya bermula ketika seorang wanita memposting tentang Nikko D'Ambrosio di grup Facebook, mengaku telah berkencan dengannya dan menjelaskan bagaimana dia memamerkan uangnya.
Hal ini memicu banyak komentar serupa dari wanita lain yang menceritakan pengalaman mereka bersama D'Ambrosio.
“Saya berkencan dengannya beberapa kali lebih dari setahun yang lalu. Dia memberi tahu saya apa yang ingin saya dengar sampai saya tidur dengannya dan kemudian dia menghilang begitu saja,” tulis seorang wanita.
Tuduhan Pengacara si Pria Asal Chicago
Pengacara pria tersebut menuduh bahwa dia telah menjadi sasaran pencemaran nama baik, doxing, dan pelanggaran privasi.
“Para tergugat menebar kebohongan yang keterlaluan, kejam dan keji. Pernyataan tersebut sembrono dan mengabaikan fakta benar atau tidaknya,” demikian bunyi pengaduan D’Ambrosio.
“Perilaku mereka yang salah sangat keterlaluan dan sangat ekstrem sehingga melampaui semua batas kesopanan dan dianggap sebagai tindakan yang keji dan sama sekali tidak dapat ditoleransi dalam komunitas yang beradab.”
Advertisement