Liputan6.com, Gaza - Sosoknya disebut adalah kandidat utama pemimpin Palestina di masa depan. Dia juga merupakan tahanan politik paling berpengaruh yang mendekam di penjara Israel.
Kebebasan Marwan Barghouti (64) dipertaruhkan dalam perundingan gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang tengah berlangsung. Para pemimpin Hamas pada Jumat (2/2/2024) menuntut agar Israel membebaskan Marwan Barghouti sebagai bagian dari kesepakatan untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza. Demikian seperti dilansir AP, Sabtu (3/2).
Tuntutan tersebut seketika membawa perhatian publik kembali pada sosok Marwan Barghouti, yang dianggap memainkan peran penting dalam politik Palestina, bahkan setelah dia menghabiskan lebih dari dua dekade di balik jeruji besi.
Advertisement
Langkah Hamas untuk membebaskannya dinilai merupakan upaya untuk menggalang dukungan publik terhadap kelompok tersebut serta pengakuan atas statusnya sebagai tokoh pemersatu Palestina yang unik.
"Hamas ingin menunjukkan kepada rakyat Palestina bahwa mereka bukanlah gerakan yang tertutup. Mereka mewakili bagian dari komunitas sosial Palestina. Mereka berusaha terlihat bertanggung jawab," kata Menteri Urusan Tahanan Palestina Qadoura Fares, yang berkedudukan di Tepi Barat dan terlibat dalam negosiasi pembebasan tahanan.
Pejabat senior Hamas Osama Hamdan menyerukan pembebasan Marwan Barghouti di tengah upaya mediator internasional mendorong Israel dan Hamas mencapai kesepakatan setelah hampir empat bulan berperang.
Israel sendiri sedang mengupayakan pembebasan lebih dari 100 sandera yang masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza. Ada pun Hamas menuntut diakhirinya operasi militer Israel yang menghancurkan dan pembebasan ribuan tahanan Palestina.
Perang Hamas Vs Israel pecah pada 7 Oktober 2023, ketika Hamas menyerang Israel. Setidaknya 1.200 orang diklaim tewas dalam peristiwa itu, sementara 250 lainnya disandera. Lebih dari 100 sandera dibebaskan selama gencatan senjata selama seminggu pada November 2023.
Israel memperkirakan masih tersisa 136 sandera, sementara 20 orang dinyatakan tewas. Dengan adanya protes yang menyerukan pembebasan segera para sandera yang melanda Israel dan kekhawatiran bahwa waktu hampir habis untuk membawa mereka pulang dengan selamat, tekanan meningkat terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mencapai kesepakatan.
Sementara itu, serangan balasan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober menurut otoritas setempat telah menewaskan setidaknya 27.238 orang sekaligus memicu bencana kemanusiaan hingga saat ini.
Kenapa Sosok Marwan Barghouti Krusial?
Bagi warga Palestina khususnya, penderitaan orang-orang tercinta mereka yang dipenjara sangatlah emosional. Bagi Israel mereka teroris, sementara masyarakat Palestina secara luas melihat mereka sebagai pahlawan yang memerangi pendudukan.
Hampir setiap orang Palestina mempunyai teman, saudara atau kenalan yang pernah dipenjara.
Kelompok hak asasi manusia Israel HaMoked mengatakan Israel saat ini menahan hampir 9.000 tahanan Palestina. Hamas berupaya membebaskan mereka semua. Namun, dalam sambutannya pada Jumat, Hamdan hanya menyebut dua nama – Marwan Barghouti dan Ahmad Saadat.
Ahmad Saadat mengepalai sebuah faksi kecil yang membunuh seorang menteri kabinet Israel pada tahun 2001 dan menjalani hukuman 30 tahun penjara karena diduga ikut serta dalam serangan.
Warga Palestina dilaporkan melihat sosok Marwan Barghouti, yang merupakan anggota Partai Fatah pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, sebagai penerus Abbas yang berusia 88 tahun untuk memimpin Otoritas Palestina yang diakui secara internasional.
Abbas, yang kekuasaannya di Jalur Gaza direbut Hamas pada tahun 2007, disebut berharap bisa mendapatkan kembali kendali atas wilayah tersebut pasca perang. Namun, dia sangat tidak populer di wilayah kantong itu karena korupsi di dalam pemerintahannya dan koordinasi keamanannya dengan Israel.
Warga Palestina belum pernah mengadakan pemilu sejak tahun 2006, ketika Hamas memenangkan mayoritas parlemen.
Fares, seorang pendukung Marwan Barghouti, menuturkan jika Barghouti dibebaskan, dia bisa menjadi kandidat konsensus dalam putaran pemilu baru yang didukung oleh Hamas, Fatah, dan faksi Palestina lainnya. Jajak pendapat yang diterbitkan pada Desember menunjukkan Marwan Barghouti menjadi politikus paling populer di kalangan warga Palestina, mengungguli Abbas dan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.
Israel memandang Marwan Barghouti sebagai teroris ulung dan meyakinkan Israel untuk membebaskannya akan menjadi perjuangan yang berat.
Advertisement
Hamas Lebih Kuat dan Lebih Pintar
Marwan Barghouti, yang memimpin Tepi Barat yang diduduki selama Intifada II, divonis lima hukuman seumur hidup atas perannya dalam beberapa serangan mematikan.
Pada tahun 2002, dia ditangkap atas berbagai tuduhan pembunuhan dan tidak memberikan pembelaan, menolak mengakui otoritas pengadilan. Sejak itu, sosoknya berulang kali menjadi sorotan.
Marwan Barghouti pernah memimpin lebih dari 1.500 tahanan melakukan mogok makan selama 40 hari untuk menyerukan perlakuan yang lebih baik di sistem penjara Israel. Dari penjara, dia terus menyerukan pembentukan negara Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur – wilayah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967.
Israel sebelumnya menolak seruan untuk membebaskannya. Mereka menolak untuk memasukkan dia dalam pertukaran lebih dari 1.000 tahanan Palestina pada tahun 2011 dengan seorang tentara yang ditawan di Jalur Gaza oleh Hamas, kata Fares, yang merupakan salah satu pihak dalam negosiasi tersebut. Yehya Sinwar, pemimpin Hamas saat ini di Jalur Gaza termasuk yang dibebaskan dalam pertukaran itu.
Negosiasi tahun 2011 berkisar pada pembebasan satu sandera. Dengan kondisi saat ini, di mana nyawa lebih dari 100 sandera berada dalam bahaya, terdapat tekanan yang lebih besar terhadap Israel untuk membebaskan tahanan Palestina. Hal ini dipandang sebagian kalangan akan mematangkan situasi tercapainya kesepakatan yang sekaligus dapat memenangkan pembebasan Marwan Barghouti dan memperkuat posisi Hamas di mata masyarakat Palestina.
"Hamas kini lebih kuat dan lebih pintar dari sebelumnya," kata Fares. "Mereka memahami betapa pentingnya bagi rakyat Palestina untuk memiliki konsensus."