Ekonom Lulusan AS Mohammad Mustafa Ditunjuk Jadi Perdana Menteri Palestina

Tidak jelas apakah penunjukan kabinet baru yang dipimpin oleh Mohammad Mustafa akan cukup untuk memenuhi tuntutan reformasi Amerika Serikat mengingat Mahmoud Abbas akan tetap memegang kendali penuh.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Mar 2024, 09:16 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2024, 09:16 WIB
Mohammad Mustafa
Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa. (Dok. AP/Majdi Mohammed)

Liputan6.com, Ramallah - Presiden Palestina Mahmoud Abbas menunjuk penasihat ekonomi lamanya menjadi perdana menteri berikutnya di tengah tekanan Amerika Serikat (AS) untuk mereformasi Otoritas Palestina sebagai bagian dari visi AS pasca perang Hamas Vs Israel.

Mohammad Mustafa, seorang ekonom lulusan AS dan independen dalam bidang politik, akan memimpin pemerintahan teknokratis di Tepi Barat yang diduduki Israel yang berpotensi mengelola Jalur Gaza sebelum akhirnya menjadi negara bagian. 

Tidak jelas apakah penunjukan kabinet baru yang dipimpin oleh sekutu dekat Abbas akan cukup untuk memenuhi tuntutan reformasi AS mengingat presiden berusia 88 tahun itu akan tetap memegang kendali penuh.

"Perubahan yang diinginkan AS dan negara-negara di kawasan ini belum tentu merupakan perubahan yang diinginkan warga Palestina," kata Hani al-Masri, seorang analis politik Palestina, seperti dilansir AP (Jumat (15/3/2024).

"Masyarakat menginginkan perubahan nyata dalam politik, bukan perubahan nama … Mereka menginginkan pemilu."

Dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan penunjukan tersebut, Abbas meminta Mustafa menyusun rencana untuk menyatukan kembali pemerintahan di Tepi Barat dan Jalur Gaza, memimpin reformasi di pemerintahan, layanan keamanan dan ekonomi serta memerangi korupsi.

Otoritas Palestina Dinilai Tidak Populer

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (tengah).
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (tengah). (Dok. AFP Photo)

Mustafa lahir di Kota Tulkarem di Tepi Barat pada tahun 1954 dan memperoleh gelar doktor di bidang administrasi bisnis dan ekonomi dari Universitas George Washington. Dia pernah memegang posisi senior di Bank Dunia dan sebelumnya menjabat sebagai wakil perdana menteri dan menteri perekonomian. Dia saat ini menjabat sebagai ketua Dana Investasi Palestina.

Perdana menteri sebelumnya, Mohammad Shtayyeh, mengundurkan diri bersama pemerintahannya bulan lalu, dengan mengatakan diperlukan pengaturan yang berbeda menyusul realitas baru di Jalur Gaza.

Otoritas Palestina didirikan pada tahun 1990-an melalui perjanjian perdamaian sementara dan diharapkan dapat menjadi batu loncatan menuju pembentukan negara.

Namun, perundingan perdamaian berulang kali gagal, yang terbaru adalah kembalinya Benjamin Netanyahu ke tampuk kekuasaan pada tahun 2009.

Hamas merebut kekuasaan di Jalur Gaza dari pasukan yang setia kepada Abbas pada tahun 2007, membatasi kewenangannya yang terbatas pada pusat-pusat populasi besar yang mencakup sekitar 40 persen dari Tepi Barat yang diduduki Israel.

Kelompok itu menang telak dalam pemilihan parlemen terakhir pada tahun 2006. Meskipun dianggap sebagai kelompok teroris oleh Israel dan negara-negara Barat, Hamas diyakini akan tampil baik dalam pemungutan suara yang bebas dan adil.

Sementara itu, Abbas sangat tidak populer di kalangan warga Palestina, banyak dari mereka memandang Otoritas Palestina hanya sebagai subkontraktor pendudukan karena mereka bekerja sama dengan Israel dalam masalah keamanan. Mandatnya berakhir pada tahun 2009, namun dia menolak mengadakan pemilu, dan menyalahkan pembatasan yang dilakukan Israel.

Tidak seperti saingannya, Hamas, Abbas mengakui Israel. Dia meninggalkan perjuangan bersenjata dan berkomitmen pada solusi negosiasi yang akan menciptakan negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan dengan Israel. Pendekatan yang sama juga diupayakan komunitas internasional.

Israel Tolak Gagasan Otoritas Palestina Ambil Alih Gaza Pasca Perang

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Israel telah lama mengkritik Otoritas Palestina atas pembiayaan yang dikeluarkannya untuk keluarga warga Palestina yang dibunuh atau dipenjarakan oleh Israel, termasuk para petinggi militan yang membunuh warga Israel. Otoritas Palestina membela langkah tersebut sebagai bentuk kesejahteraan sosial bagi keluarga yang dirugikan akibat konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

Perselisihan ini telah menyebabkan Israel menangguhkan sebagian pajak dan bea masuk yang dipungutnya atas nama Otoritas Palestina, yang berkontribusi terhadap kekurangan anggaran selama bertahun-tahun. Adapun Otoritas Palestina harus membayar gaji puluhan ribu guru, petugas kesehatan, dan pegawai negeri lainnya.

AS telah menyerukan agar setelah reformasi, Otoritas Palestina memperluas wilayahnya ke Jalur Gaza menjelang pembentukan negara Palestina. Namun, Netanyahu mengesampingkan peran Otoritas Palestina di Jalur Gaza dan pemerintahannya menentang pembentukan negara Palestina.

Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967. Padahal Palestina ingin ketiga wilayah tersebut membentuk negara masa depan mereka.

Israel mencaplok Yerusalem timur lewat tindakan yang tidak diakui secara internasional dan menganggap seluruh kota – termasuk tempat-tempat suci utama yang disucikan bagi orang Yahudi, Kristen, dan muslim – sebagai ibu kotanya yang tidak terbagi. Israel telah membangun sejumlah permukiman di Tepi Barat, di mana lebih dari 500.000 pemukim Yahudi tinggal berdekatan dengan sekitar 3 juta warga Palestina.

Israel menarik tentara dan pemukim dari Jalur Gaza pada tahun 2005, namun bersama dengan Mesir memberlakukan blokade terhadap wilayah tersebut ketika Hamas merebut kekuasaan dua tahun kemudian.

Netanyahu telah berjanji untuk memusnahkan Hamas dan mempertahankan kontrol keamanan terbuka atas Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel selatan, yang diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 250 orang lainnya. Pada hari yang sama, Israel melancarkan serangan ke Jalur Gaza, yang menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza, hingga saat ini telah menewaskan lebih dari 31.000 orang.

Otoritas Palestina telah menyatakan bahwa mereka tidak akan kembali ke Jalur Gaza dengan menaiki tank Israel dan mereka hanya akan mengambil kendali atas wilayah tersebut sebagai bagian dari solusi komprehensif terhadap konflik yang mencakup pembentukan negara.

Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya