Liputan6.com, Kabul - Pada hari Kamis, 20 Maret 2014, tepat 10 tahun lalu, sejumlah orang bersenjata dilaporkan memasuki sebuah hotel dan menyerang para pengunjung di salah satu hotel di ibu kota Afghanistan, Kabul.
Sembilan orang dinyatakan tewas, termasuk dua anak kecil dan empat warga negara asing, menurut pejabat setempat, seperti dilansir dari BBC, Rabu (20/3/2024).
Baca Juga
Pasukan khusus bereaksi dengan menembak para penyerang, sementara Taliban mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Advertisement
Pemerintah Afghanistan menyalahkan Pakistan atas serangan tersebut dan mengklaim bahwa gencatan senjata dengan Taliban memberi kesempatan kepada militan untuk melancarkan serangan di Afghanistan.
Pihak berwenang Afghanistan umumnya enggan secara terbuka untuk menyatakan keyakinan bahwa Pakistan bertanggung jawab atas serangan di Afghanistan, David Llyon dari BBC melaporkan. Namun, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Sediq Sediqi, secara tegas menyalahkan Pakistan atas gencatan senjata di wilayah perbatasan selama kampanye pemilihan umum di Afghanistan.
Gencatan senjata tersebut memfasilitasi pergerakan Taliban di seluruh wilayah Afghanistan, sementara juga memungkinkan kelompok tersebut untuk membuka ribuan sekolah agama, yang dikenal sebagai Madrasah.
Menurut Sediqi, madrasah-madrasah tersebut mengajarkan para teroris untuk melakukan pertempuran melawan warga Afghanistan.
Sejumlah pria bersenjata yang diduga masih remaja memasuki Hotel Serena, sebuah hotel bintang lima yang terkenal di kalangan turis asing, dengan senjata tersembunyi di kaos kaki mereka.
Kedatangan mereka terjadi sekitar pukul 18.00 waktu setempat saat mereka mengaku sebagai pengunjung yang akan menikmati hidangan prasmanan khusus dalam rangka perayaan Nowruz, suatu momen penting yang menandai titik balik musim semi dan awal tahun baru.
Namun, tiga jam setelah kedatangan mereka, mereka mulai mengeluarkan senjata dan memulai aksi penembakan setelah bersembunyi di toilet.
Terjadi di Hotel Tempat Para Anggota PBB Beristirahat
Dalam serangan tersebut, korban tewas termasuk dua wanita dari Selandia Baru dan Kanada, serta dua pria dari India dan Pakistan. Sementara korban tewas lainnya adalah warga Afghanistan.
Kantor berita AFP melaporkan bahwa salah satu wartawannya yang bernama Sardar Ahmad, meninggal dalam serangan bersama istri dan dua anak mereka. Enam orang lainnya dilaporkan terluka, menurut pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri Mohammad Ayub Salangi.
Habib Afghan, seorang anggota parlemen Afghanistan, sempat menjalani perawatan di rumah sakit setelah terluka di wajah, perut, dan kaki karena serangan tersebut.
Pasukan elit Unit Penanggulangan Krisis Afghanistan dikabarkan segera mengepung gedung dan berhasil menewaskan para penyerang yang sempat menghabiskan tiga jam bersembunyi di toilet hotel sebelum melakukan misi penyerangan.
Hotel Serena, yang terletak kurang dari 1 km dari Istana Kepresidenan Afghanistan dan kementerian-kementerian utama pemerintah tersebut sering menjadi tempat tinggal bagi staf PBB yang akan memantau pemilihan presiden yang akan berlangsung pada bulan April 2014.
Hotel tersebut juga sudah beberapa kali menjadi target serangan oleh Taliban dalam beberapa serangan sebelumnya.
Pemilihan presiden Afghanistan akan diselenggarakan pada tanggal 5 April 2014.
Advertisement
Apakah Ada Kaitannya dengan Pemilu?
Serangan yang dilakukan oleh para remaja Taliban yang menyelinap ke sebuah hotel mewah di Kabul hingga membunuh sembilan orang dilakukan menjelang pemilihan presiden Afghanistan.
"Penyerangan ini ada kaitannya dengan pemilu, musuh kita mencoba menanamkan ketidakpastian tentang masa depan negara kita," kata Sediq Sediqqi, jubir Kementerian Dalam Negeri, dalam konferensi pers yang dilakukan pagi hari setelah penyerangan, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (20/3/2024).
"Mereka mengancam keamanan pemilu, yang merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah Afghanistan," tambahnya.
Para penembak meluncurkan serangan mereka dengan membuka tembakan di restoran prasmanan populer di Hotel Serena, yang dipadati oleh keluarga dan pejabat yang merayakan awal tahun baru Afghanistan dengan pertunjukkan musik.
Hanya bersenjatakan enam pistol kecil yang hampir sekecil bungkus rokok, penembakan berlangsung selama lebih dari dua jam ketika pasukan keamanan memburu penyerang terakhir yang bersembunyi di dalam toilet.
Menurut Sediqqi, orang terakhir yang diselamatkan merupakan target pertama para penembak. Seorang senator yang sedang makan bersama tiga legislator lainnya melemparkan gelas ke arah para penyerang dan melarikan diri ke taman terdekat. Walaupun terluka, ia masih selamat.
Panitia Pemilu Ada yang Mengundurkan Diri
Pelaku penyerangan merupakan pria-pria muda, dengan kartu identitas palsu dari provinsi Kandahar bagian selatan dengan usia mereka yang dinyatakan antara 19 dan 25 tahun.
Serangan ini dilaporkan membuat beberapa panitia pemilu mengundurkan diri. Setidaknya satu anggota dilaporkan sudah mempersiapkan diri untuk mundur hanya beberapa jam setelah serangan itu. Orang lain mengatakan bahwa meskipun kematian itu tragis, kekerasan adalah risiko di setiap negara yang sedang berperang dan mereka tetap akan melanjutkan misi mereka.
"Jika Anda pergi ke Afghanistan, sebuah negara di mana dalam setahun terakhir ribuan insiden terjadi, Anda tidak boleh dipengaruhi oleh insiden berikutnya," kata Thijs Berman, seorang anggota parlemen Eropa dan kepala misi pemantauan pemilihan EU.
Ia juga menambahkan bahwa timnya memiliki komtimen kepada jutaan warga Afghanistan yang mengorbankan nyawa mereka untuk mengatur dan berpartisipasi dalam pemungutan suara.
"Anda memiliki pemilih, Anda memiliki pegawai negeri, Anda memiliki polisi pria dan wanita, dan ribuan orang yang mengatur pemilu ini. Apakah mereka merasa terhalang dari melakukan pekerjaannya karena menemukan bahwa negara ini bukan tempat yang paling aman di dunia?" tambahnya.
Advertisement