Liputan6.com, Islamabad - Amerika Serikat pada Rabu (20/3/2024) mengatakan bahwa hubungannya dengan Pakistan akan memburuk jika negara itu tidak menyelidiki pelanggaran terkait pemilu dan melakukan pemungutan suara ulang jika diperlukan.
Donald Lu, diplomat utama AS untuk Asia Selatan, mengatakan kepada anggota parlemen bahwa Amerika Serikat memiliki perhatian serius terhadap pelaksanaan pemilu yang dilaksanakan tanggal 8 Februari 2024.
Baca Juga
AS juga terus memantau permasalahan yang sedang berlangsung antara pemerintah dan pengguna media sosial, termasuk penutupan aplikasi X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, dikutip dari laman Arab News, Jumat (22/3).
Advertisement
“Jika Komisi Pemilihan Umum Pakistan menemukan bukti pelanggaran maka harus ada pemilu ulang,” kata Lu dalam sidang subkomite Urusan Luar Negeri DPR.
“Kami telah menjalani 76 tahun kemitraan dengan Pakistan. Ini akan menjadi hambatan bagi hubungan kita jika Pakistan tidak memiliki proses demokrasi yang menjunjung konstitusinya sendiri,” kata Lu.
Lu mengatakan, Amerika Serikat tidak mempertimbangkan penjualan alat militer baru dalam jumlah besar ke Pakistan.
Menjelang pemilu, mantan perdana menteri Imran Khan dipenjara dan dilarang mencalonkan diri.
Partai Khan tetap memenangkan pemilu dibandingkan partai mana pun, namun saingannya Shehbaz Sharif menjadi perdana menteri Pakistan.
Shehbaz Sharif Jadi PM Pakistan untuk Kedua Kali
Sementara itu, anggota parlemen di Majelis Nasional Pakistan pada Minggu (3/3/2024) memilih Shehbaz Sharif sebagai perdana menteri baru negara itu untuk kedua kalinya.
Sementara itu, sekutu mantan perdana menteri Imran Khan di parlemen berteriak memprotes pengangkatannya, dengan tuduhan adanya kecurangan dalam pemilu bulan lalu.
Ketua Majelis Nasional Ayaz Sadiq mengatakan Sharif memperoleh 201 suara, mengalahkan Omar Ayub dari Dewan Sunni Ittehad yang memperoleh 92 suara. Pemenang hanya membutuhkan 169 suara untuk mendapatkan mayoritas. Demikian seperti dilansir AP, Senin (4/3).
Ayub mendapat dukungan dari partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) yang mengusung Khan, yang kandidatnya tidak mendapatkan cukup kursi untuk membentuk pemerintahan sendiri. PTI menolak mengadakan pembicaraan dengan pesaingnya untuk membentuk koalisi.
Setelah perundingan selama berhari-hari, Partai Liga Muslim Pakistan yang dipimpin Sharif dan para pendukungnya membentuk aliansi pasca pemilu 8 Februari, yang hasilnya diumumkan setelah penundaan yang tidak biasa karena pemadaman telepon seluler secara nasional. Pihak berwenang mengatakan pemutusan komunikasi diperlukan untuk menghindari serangan militan terhadap kandidat dan pasukan keamanan.
Advertisement
Dugaan Kecurangan Pemilu
Namun, penundaan tersebut menuai kritik dari partai Khan, yang bersikukuh bahwa pemungutan suara dicurangi untuk mencegah PTI memperoleh suara mayoritas. PTI mengklaim mereka memiliki bukti bahwa kemenangannya dicuri saat penghitungan suara, sebuah tuduhan yang dibantah oleh Komisi Pemilihan Umum Pakistan.
Sharif, dalam pidato kemenangannya di parlemen pada Minggu, mengatakan, "Kami pernah menjadi korban politik di masa lalu, namun tidak pernah melakukan balas dendam."
Tanpa menyebut nama Imran Khan, dia menuturkan penguasa sebelumnya memenjarakan banyak lawan politiknya, termasuk dirinya dan sekutunya Asif Ali Zardari. Dia juga menuduh para pendukung Khan menyerang instalasi militer setelah pemecatannya pada tahun 2022 serta menambahkan bahwa sekarang parlemen dan pengadilan akan memutuskan apakah mereka yang terlibat dalam penyerangan instalasi militer layak mendapatkan pengampunan.