Mengenal Fenomena Glory, Pelangi di Luar Angkasa

Glory terbentuk akibat interferensi gelombang cahaya di dalam partikel air yang ada di atmosfer Venus.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 21 Apr 2024, 03:00 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2024, 03:00 WIB
Ilustrasi Luar Angkasa
Ilustrasi luar angkasa. (dok. Pixabay.com/Free-Photos)

Liputan6.com, Jakarta - Venus terkenal dengan atmosfernya yang panas dan beracun, serta permukaannya yang tandus. Namun, planet ini juga menyimpan fenomena optik yang indah dan unik, yaitu glory.

Glory adalah fenomena atmosfer yang menyerupai pelangi, namun dengan bentuk yang lebih kecil dan melingkar, seperti cincin. Dikutip dari laman Space pada Jumat (19/04/2024), Glory di Venus pertama kali diamati pada 2014 oleh pesawat luar angkasa Venus Express milik Badan Antariksa Eropa (ESA).

Pesawat ruang angkasa Venus Express milik ESA menangkap fenomena pelangi glory sejauh 746 mil (1.200 kilometer). Fenomena tersebut terlihat sekitar 43 mil (70 kilometer) di atas permukaan Venus setelah para peneliti mengambil gambar.

Wahana antariksa Venus Express milik Badan Antariksa Eropa saat itu berada di posisi yang tepat antara matahari dan Venus. Penemuan ini merupakan hal yang mengejutkan karena sebelumnya glory hanya diketahui terjadi di bumi.

Glory terbentuk akibat interferensi gelombang cahaya di dalam partikel air yang ada di atmosfer Venus. Interferensi ini menghasilkan pola cincin berwarna-warni yang berpusat pada titik anti-solar, yaitu titik di langit yang berlawanan dengan arah matahari.

Warna-warna pada glory tersusun secara terbalik dibandingkan dengan pelangi, dengan merah di bagian luar dan ungu di bagian dalam. Meski serupa, Golry berbeda dengan pelangi yang ada di bumi.

Glory berbentuk cincin atau lingkaran, sedangkan pelangi berbentuk lengkungan. Susunan warna pada glory terbalik dibandingkan dengan pelangi.

Glory terbentuk akibat interferensi gelombang cahaya, sedangkan pelangi terbentuk akibat pemantulan, pembiasan, dan dispersi cahaya.

 

Pelangi di Luar Angkasa

Tak hanya Venus, para astronom juga memperkirakan fenomena pelangi ini juga terjadi di Titan, satelit Saturnus. Dikutip dari laman Live Science pada Jumat (19/04/2024), Titan memiliki lapisan atmosfer yang kaya kandungan metana cair yang bisa membentuk hujan.

Atmosfer Titan sangat berkabut, sehingga bisa diperkirakan jarang terkena sinar matahari. Para astronom menyebut ada kemungkinan terbentuknya pelangi metana.

Jika benar memang ada, wujud dari pelangi metana disebut akan sangat mirip dengan pelangi terestrial yang luas jangkauannya. Selain Titan, objek Nebula juga disebut sebagai fenomena pelangi di luar angkasa.

Dikutip dari laman NASA pada Jumat (19/04/2024), Nebula Telur (CRL 2688) merupakan nebula bipolar protoplanet yang berjarak sekitar 3000 tahun cahaya jauhnya dari bumi. Nebula ini bisa dinamai telur karena ada busur warna cerah dan lingkaran yang mengelilingi bintang pusatnya.

Lapisan tebal ini berasal dari gas dan debu yang menyebar di pusat bintang sehingga menghalangi cahaya langsung dari pandangan. Berkas cahaya yang berwarna-warni ini mirip dengan pelangi memancar dari bintang.

Cahaya ini menerangi debu yang sebetulnya enggak terlihat dengan jelas karena berupa partikel-partikel kecil. Kemunculan fenomena nebula telur ini pertama kali ditangkap oleh Hubble, teleskop luar angkasa milik NASA.

Warna buatan yang indah ini menunjukkan bahwa partikel-partikel cahaya akan memantul ke bumi dan terlihat atau tertangkap mata kita. NASA mencatat sebuah pelangi luar angkasa yang muncul akibat badai sinar-X yang dikeluarkan oleh tata surya yang dinamai dengan Circinus X-1.

Uniknya, bentuk pelangi di luar angkasa Circinus X-1 punya bentuk lingkaran yang utuh mirip kumpulan dari beberapa cincin. Pelangi ini diketahui berjarak sangat jauh dari bumi yaitu sekitar 30.700 tahun cahaya dari bumi, puluhan ribu kali lebih jauh dari jarak matahari ke bumi yang hanya 4 tahun cahaya.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya