Liputan6.com, Washington, DC - Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) sedang menyelesaikan rincian kesepakatan penting untuk memperkuat perdagangan dan pertahanan, namun kesepakatan tidak akan tercapai jika Arab Saudi dan Israel tidak menjalin hubungan diplomatik. Hal tersebut diungkapkan sejumlah pejabat AS.
Perjanjian pertahanan akan memperkuat aliansi keamanan selama tujuh dekade antara Arab Saudi dan AS, serta semakin mengikat mereka satu sama lain seiring dengan upaya musuh-musuh AS seperti Iran, Rusia, dan China memperluas pengaruh mereka di Timur Tengah. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu disebut telah lama mengincar menjalin hubungan dengan Arab Saudi, negara yang menjadi rumah bagi situs-situs suci umat Islam.
Baca Juga
"AS saat ini sedang menegosiasikan satu kesepakatan besar yang melibatkan tiga komponen," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller pada hari Kamis (2/5/2024), seperti dilansir CNN, Minggu (5/5).
Advertisement
Komponen pertama mencakup paket perjanjian antara AS dan Arab Saudi, komponen berikutnya adalah normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel, dan komponen ketiga adalah jalan menuju negara Palestina merdeka.
"Semuanya saling terkait. Tidak satupun (komponen) maju tanpa yang lain," kata Miller.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken beberapa waktu lalu menuturkan, "Agar normalisasi antara Arab Saudi dan Israel dapat diwujudkan, harus ada jalan bagi negara Palestina dan ketenangan di Gaza."
"Pekerjaan yang telah dilakukan Arab Saudi dan AS dalam hal perjanjian, menurut saya berpotensi hampir selesai, namun untuk melanjutkan normalisasi, diperlukan dua hal: ketenangan di Gaza dan jalur yang kredibel menuju negara Palestina," ujarnya.
Para ahli menggambarkan pakta Arab Saudi-AS sebagai "seperangkat pemahaman komprehensif" yang mencakup jaminan keamanan, ekonomi, dan teknologi bagi kerajaan tersebut, serta dukungan terhadap program nuklir sipilnya.
Kesepakatan normalisasi ini diharapkan mencontoh Abraham Accords, yaitu serangkaian perjanjian di mana empat negara, Bahrain, Uni Emirat Arab, Maroko, dan Sudan mengakui Israel. Langkah mereka mengabaikan tuntutan lama banyak negara agar berdirinya negara Palestina merdeka menjadi prasyarat atas pengakuan Israel.
Pemerintahan Joe Biden dilaporkan menjadikan normalisasi Israel-Arab Saudi sebagai pusat kebijakan Timur Tengahnya. AS dan Arab Saudi terus berdiskusi mengenai pakta tersebut pada tahun 2023.
Serangan Israel ke Jalur Gaza, yang telah menghancurkan daerah kantong tersebut dan menewaskan lebih dari 34.000 warga Palestina, disebut para analis mungkin telah mengubah parameter kesepakatan Arab Saudi. Penerimaan Israel terhadap berdirinya negara Palestina merdeka dinilai menjadi kunci bagi komponen normalisasi penting dari kesepakatan yang lebih luas.
"Kami memiliki garis besar mengenai apa yang perlu terjadi di Palestina … (jalan menuju negara Palestina) yang kredibel dan tidak dapat diubah," ungkap Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan tanpa merujuk pada normalisasi hubungan dengan Israel.
Konsolidasi
Netanyahu telah berulang kali menolak prospek negara Palestina merdeka. Dia beralasan hal itu akan merugikan keamanan Israel. Selain itu, dia bersikeras untuk terus melanjutkan perang di Jalur Gaza sampai Hamas dilenyapkan.
Bagi Arab Saudi, perjanjian bilateral dengan AS akan menjadi kemenangan besar, menandai berakhirnya era ketika Biden berusaha melemahkan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dengan berjanji untuk mengubah negaranya menjadi "paria" pasca pembunuhan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi di Turki.
"Kesepakatan (normalisasi) itu juga akan mengonsolidasikan dominasi AS di Timur Tengah selama beberapa generasi dan akan menghilangkan tantangan yang semakin besar yang ditimbulkan oleh China dan Rusia," kata peneliti Senior dan Direktur Penjangkauan Strategis di Middle East Institute di Washington DC Firas Maksad.
MBS berkeinginan untuk memperkuat pertahanan kerajaan dan mendiversifikasi perekonomian Arab Saudi agar tidak bergantung pada hidrokarbon, seiring dia menjalankan kebijakan ekonomi ambisius yang disebut Visi 2030. Arab Saudi disebut memiliki program nuklir sipil yang baru lahir dan ingin dikembangkan oleh MBS dengan dukungan AS.
Advertisement