Liputan6.com, Abuja - Sejumlah aktivis hak asasi manusia di Nigeria meluncurkan petisi untuk menghentikan rencana dugaan kawin paksa 100 anak perempuan dan perempuan muda dalam sebuah upacara massal, yang telah menimbulkan kemarahan di negara Afrika Barat tersebut.
Rencana, yang disponsori oleh ketua majelis nasional Negara Bagian Niger, Abdulmalik Sarkindaji, dikritik oleh Menteri Urusan Perempuan Nigeria Uju Kennedy Ohanenye. Sarkindaji mengatakan akan meminta perintah pengadilan untuk menghentikan upacara tersebut pekan depan dan memastikan apakah ada di antara gadis-gadis tersebut yang masih di bawah umur.
Baca Juga
Sarkindaji menuturkan anak-anak perempuan dan perempuan muda tersebut adalah yatim piatu yang orang tuanya terbunuh dalam serangan geng di Nigeria utara. Dia bilang dia yang akan membayar mahar mereka.
Advertisement
Petisi yang diluncurkan pada hari Rabu (15/5/2024) dan mendapat lebih dari 8.000 tanda tangan menyebutkan pemerintah Negara Bagian Niger harus memprioritaskan pendidikan anak perempuan daripada memaksa mereka menikah.
"Kami menuntut tindakan segera untuk menghentikan kawin paksa dan menerapkan langkah-langkah yang akan memberdayakan gadis-gadis ini untuk menjalani kehidupan yang bermartabat dan layak," sebut para aktivis seperti dilansir The Guardian, Jumat (17/5).
Tidak di Bawah Umur
Kritikus menyatakan kekhawatiran beberapa anak perempuan mungkin masih di bawah umur atau terpaksa mematuhi kawin paksa demi keuntungan finansial.
Sarkindaji dan Forum Imam Niger menuturkan upacara pernikahan akan dilaksanakan pada 24 Mei. Mereka menegaskan gadis-gadis tersebut tidak dibawah umur.
Pernikahan anak merupakan hal yang umum terjadi di wilayah utara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, di mana tingkat kemiskinan lebih tinggi dibandingkan wilayah selatan yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Meskipun usia sah untuk menikah adalah 18 tahun berdasarkan undang-undang federal, negara bagian Nigeria dapat menentukan usia mereka sendiri.
Usia sah untuk menikah di Niger juga adalah 18 tahun, namun juru bicara Sarkindaji mengatakan bahwa berdasarkan hukum syariah, yang dipraktikkan di negara bagian tersebut, seorang anak perempuan dapat menikah ketika dia mencapai usia pubertas.
Setelah pertemuan pada hari Rabu, forum para imam mengatakan akan mengambil tindakan hukum terhadap Ohanenye jika dia tidak menarik pernyataannya yang menyatakan bahwa gadis-gadis tersebut masih di bawah umur, kata sekretarisnya, Umar-Faruk Abdullahi, di TV lokal.
"Kami memberi waktu tujuh hari kepada menteri untuk mencabut pernyataan yang dia gunakan untuk melawan kami, melawan pembicara kami, melawan komunitas muslim … bahwa kami ingin memaksa mereka menikah dan anak-anak tersebut masih di bawah umur," kata Abdullahi.
Ohanenye belum merespons ancaman tersebut.
Namun, Abdullahi tidak merinci rentang usia 100 anak perempuan dan perempuan muda yang akan dinikahkan.
Advertisement