World Water Forum ke-10: UNESCO Dorong Kerja Sama Global untuk Pengelolaan Air Berkelanjutan

World Water Forum 2024 yang merupakan penyelenggaraan ke-10 mengusung tema "Air untuk Kemakmuran Bersama".

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 20 Mei 2024, 21:30 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2024, 21:30 WIB
Tantangan Pengelolaan Air Secara Global dalam Kick off Meeting 10th WWF
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (keenam kiri), Presiden World Water Council Loic Fauchon beserta peserta dari Dewan Gubernur World Water Council foto bersama usai pembukaan Kick off Meeting 10th World Water Forum di Jakarta, Rabu (15/2/2023). (Liputan6.com/HO)

Liputan6.com, Denpasar - UNESCO mempromosikan kerja sama internasional dan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan air global yang mendesak pada World Water Forum ke-10 pada 18-24 Mei di Bali, Indonesia.

Forum ini akan mempertemukan para pembuat kebijakan, ilmuwan, dan pemangku kepentingan dari seluruh dunia untuk mencapai komitmen global dalam ketersediaan dan kerja sama pada isu air.

World Water Forum tahun ini, yang dipimpin bersama oleh UNESCO, akan menekankan hubungan penting antara pengelolaan air dan gangguan iklim, menyoroti bahwa peningkatan kerja sama yang ditingkatkan dan pengumpulan data yang lebih baik dapat mengarahkan dunia menuju keamanan dan ketahanan air. UNESCO fokus pada tiga tujuan utama, yaitu:

  1. Meningkatkan kerja sama pada pengelolaan air
  2. Meningkatkan pengetahuan dan pengumpulan data
  3. Meningkatkan pendidikan dan kesadaran mengenai isu-isu terkait air

"Seiring dengan meningkatnya kelangkaan air dan perubahan iklim yang bervariasi, sangat penting bagi kita untuk meningkatkan kerja sama internasional untuk mengukur dan mengelola sumber daya air secara bersama dan berkelanjutan serta melatih dan memberdayakan generasi baru untuk para profesional di bidang air," kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay dalam pernyataan tertulisnya seperti dikutip Selasa (21/5).

Berikut masing-masing penjelasan dari tiga tujuan utama UNESCO.

Meningkatkan Kerja Sama di Bidang Perairan Lintas Batas

Ilustrasi sungai
Ilustrasi sungai. (Dok. Unsplash)

Berawal dari sungai, danau hingga lapisan kulit bumi berpori yang dapat menahan air (akuifer) yang lintas - batas, negara-negara perlu segera berkolaborasi dalam mengelola sumber daya air bersama yang mengalir bebas melintasi batas negara.

Langkah pertama yang sering kali dilakukan adalah mengidentifikasi sumber air bersama. Sebagai pemimpin dalam pemantauan akuifer lintas batas, UNESCO telah membantu mengidentifikasi sistem lintas batas di 153 negara, yang mencakup 468 akuifer dan 286 sungai dan danau.

Program UNESCO, Proyek Tata Kelola Sumber Daya Air Tanah dalam Akuifer Lintas Batas (GGRETA) di dunia yang telah berlangsung selama satu dekade, telah memberikan penilaian, tata kelola, dan kebijakan mengenai akuifer lintas batas di tiga benua. Program ini telah diadaptasi di Afrika Barat, Mediterania, Balkan, dan Amerika Selatan.

Kerangka kerja "sumber daya air bersama" dapat menjadi katalis utama bagi pembangunan kolektif, namun hanya sebagian kecil negara-negara tepi sungai yang memiliki perjanjian lintas batas. Praktik terbaik terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Senegal pada Bendungan Manantali, meskipun secara fisik berlokasi di Mali, bendungan tersebut dimiliki dan dikelola secara kolektif oleh Otoritas Pembangunan Wilayah Sungai Senegal yang berkontribusi pada sektor energi di negara-negara wilayah sungai (Guinea, Mali, Mauritania dan Senegal). Kerja sama ini menghasilkan listrik dengan biaya lebih rendah dan dari sumber daya yang bersih.

 

Meningkatkan Pengetahuan dan Pengumpulan Data tentang Air

Ilustrasi air dan sanitasi.
Ilustrasi air dan sanitasi. (Dok. Pixabay)

Sejak tahun 1980-an, pengumpulan data mengenai air semakin memburuk dan terdapat kebutuhan mendesak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memperbaikinya.

UNESCO memainkan peran penting dalam menyelaraskan dan menyediakan data dan pengetahuan tentang air melalui "Sistem Jaringan Informasi Air". Jaringan ini adalah sebuah database informasi air global dan lokal yang memungkinkan para pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang tepat. Sebagai pelengkap, UNESCO memiliki platform pembelajaran yang dapat membantu pengguna mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk mengubah data mentah menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti.

Karena air dan iklim semakin berhubungan satu sama lain, UNESCO telah mengembangkan metodologi Climate Risk Informed Decision Analysis (CRIDA) untuk mengelola sumber daya air di wilayah yang mengalami kekurangan air dengan menggunakan pendekatan partisipatif dari bawah ke atas secara efisien dalam mengidentifikasi kerentanan hidroklimatik. Sebagai contohnya, Sistem Peringatan Dini Banjir dan Kekeringan telah diterapkan di Afrika.

Selain data yang berasal dari teknologi maju seperti pengawasan satelit, UNESCO juga menyerukan kepada pemerintah untuk berinvestasi lebih banyak dalam pelatihan masyarakat lokal untuk menyediakan data nyata di lapangan guna melengkapi, mengonfirmasi, dan mengkalibrasi pengukuran ini.

Inefisiensi sistemik juga harus diatasi. Saat ini diperkirakan 5 persen - 50 persen air tidak pernah mencapai tujuannya karena kebocoran pipa dan sistem yang rusak. Meningkatkan identifikasi dan resolusi kebocoran ini merupakan peluang besar untuk mengurangi kelangkaan air di seluruh dunia.

Meningkatkan Kesadaran dan Pemahaman terhadap Isu Air

Ilustrasi air bersih
Ilustrasi air bersih. (Dok. Jonas KIM/Pixabay)

Pelatihan generasi baru bagi profesional di bidang air yang dapat memberikan saran kepada pemerintah untuk menerapkan kebijakan air, dan juga mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, politik, kesehatan dan pertanian, akan menjadi kunci untuk memerangi kelangkaan air di masa depan.

Setiap tahun, UNESCO dan mitranya telah melatih sekitar 20.000 orang melalui 29 jaringan pusat penelitian Kategori-2, 84 universitas dan Komite Nasional untuk UNESCO. Jaringan ini meningkatkan dan memperkuat pertukaran pengetahuan antar negara dan menyediakan pembelajaran, pelatihan dan kegiatan mengenai isu-isu air yang spesifik.

UNESCO juga berupaya meningkatkan pendidikan air bagi masyarakat umum, khususnya anak-anak dan pemuda. Kampanye UNESCO untuk meningkatkan kesadaran akan isu air, salah satunya dilakukan melalui Jaringan Global Museum Air yang terdiri dari 89 institusi di 38 negara, dan telah mendidik 10 juta pengunjung per tahun tentang berbagai topik mulai dari ilmu air hingga penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari.

UNESCO juga menyerukan pendekatan yang lebih inklusif dalam mengatasi permasalahan air: pengetahuan dan keahlian leluhur terkait air memberikan banyak solusi untuk pengelolaan sumber daya ini secara berkelanjutan. Program LINKS UNESCO berupaya mendukung masyarakat adat dalam berbagi pendekatan dan metode pengelolaan air, tata kelola, dan permasalahan hak asasi manusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya