Akibat Krisis Biaya Hidup, Aborsi Capai Tingkat Tertinggi di Inggris

Data menunjukkan bahwa mereka yang berada di daerah yang paling miskin di Inggris hampir dua kali lebih mungkin untuk melakukan aborsi dibandingkan dengan daerah yang tidak terlalu miskin.

oleh Najma Ramadhanya diperbarui 01 Jun 2024, 21:33 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2024, 21:33 WIB
ilustrasi-aborsi-131124b.jpg
Ilustrasi aborsi.

Liputan6.com, London - Jumlah aborsi yang dilakukan di Inggris dan Wales telah mencapai tingkat tertinggi sepanjang sejarah dengan lebih dari seperempat juta terminasi dalam satu tahun, dengan penyedia jasa menyalahkan lonjakan tersebut pada krisis biaya hidup.

Data dari Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial menunjukkan ada 251.377 aborsi yang dilakukan oleh wanita yang tinggal di Inggris dan Wales pada tahun 2022, naik 17% dari 214.256 pada tahun 2021, seperti dilansir dari The Independent, Sabtu (1/6/2024).

Angka-angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak Undang-Undang Aborsi diperkenalkan.

Hal ini menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di bagian paling terdeprivasi di Inggris hampir dua kali lebih mungkin untuk melakukan menghentikan kehamilan daripada mereka yang tinggal di area yang paling terdeprivasi.

Angka-angka ini muncul setelah para ibu memberi tahu The Independent bahwa tekanan keuangan mendorong mereka untuk melakukan aborsi, dengan data eksklusif yang disediakan oleh Pregnant then Screwed menemukan bahwa 87% orang tua yang menggunakan jasa penitipan anak mengatakan biaya tersebut menghalangi mereka untuk memiliki lebih banyak anak.

Poling baru dari lebih dari 1.300 wanita oleh penyedia aborsi terkemuka British Pregnancy Advisory Service (BPAS) menemukan bahwa faktor finansial memengaruhi keputusan untuk melakukan aborsi bagi hampir enam dari sepuluh wanita.

Kira-kira satu dari tiga wanita menyatakan kesulitan mendapatkan kontrasepsi yang diinginkan atau menghadapi penundaan, yang menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan hingga kemudian melakukan aborsi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Didasari Oleh Beberapa Alasan Lain

Pil Aborsi
Pil Aborsi (Foto: Pixabay)

Sarah Salked, selaku penyedia praktik aborsi MSI Reproductive Choices, mengatakan bahwa jarang ada seseorang melakukan aborsi yang didasarkan oleh alasan tunggal.

"Dengan begitu banyak wanita di seluruh negara mengalami akses yang tidak memadai terhadap kontrasepsi, tidak mengherankan jika angka aborsi meningkat," tambahnya.

"Permintaan yang lebih besar dan sumber daya terbatas untuk dokter umum dan klinik kesehatan seksual meninggalkan wanita berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan pada saat keluarga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok."

Salkeld juga menambahkan, "Angka hari ini hanya menunjukkan puncak dari gunung es. Di MSI, kami telah melihat angka terus meningkat, dengan 27 persen lebih banyak orang datang kepada kami untuk perawatan aborsi pada tahun 2023 dan peningkatan sebesar 22 persen lagi dalam triwulan pertama tahun ini."


Krisis Biaya Hidup Telah Memberikan Tekanan Besar

Ilustrasi  Krisis Ekonomi. Freepik
Ilustrasi Krisis. Freepik

Data menunjukkan peningkatan terbesar dalam tingkat aborsi dari tahun 2012 hingga 2022 terjadi di antara mereka yang berusia 25 hingga 29 tahun, naik dari 22 per 1.000 menjadi 31 per 1.000.

Heidi Stewart, selaku direktur utama BPAS (British Pregnancy Advisory Service), mengatakan bahwa wanita telah berbagi "kisah mengharukan" tentang dipaksa mengakhiri kehamilan yang diinginkan karena alasan keuangan.

"Krisis biaya hidup telah memberikan tekanan besar pada wanita dan keluarga, dengan terlalu banyak orang harus memilih antara stabilitas keuangan dan memiliki bayi," ujar Stewart.

"Wanita-wanita ini juga mengatakan kepada kami bahwa mereka menghadapi waktu tunggu yang panjang untuk janji temu kontrasepsi, ditolak oleh profesional kesehatan untuk metode kontrasepsi tertentu, dan mengalami pilihan terbatas untuk kontrol kelahiran non-hormonail."

"Tidak seharusnya seorang wanita hamil karena layanan kesehatan gagal memberikan kontrasepsi yang mereka inginkan dan butuhkan, kapan pun mereka membutuhkannya," tambah Stewart.


Kebijakan Aborsi di Inggris dan Sekitarnya

Ilustrasi Bendera Inggris
Ilustrasi bendera Inggris. (dok. Unsplash.com/Simon Lucas @simonlucas)

Di Inggris, Skotlandia, dan Wales, Undang-Undang Aborsi 1967 menetapkan aborsi legal selama kriteria-kriteria tertentu terpenuhi.

Aborsi dapat dilakukan hingga usia kehamilan 23 minggu dan 6 hari. Namun, jika terdapat bukti kecacatan janin yang serius atau risiko besar bagi nyawa ibu, aborsi masih dapat tersedia setelah batas waktu tersebut.

Melansir dari msichoices.org.uk, di Irlandia Utara, aborsi didekriminalisasi pada tahun 2019, dan kerangka hukum baru mulai berlaku pada tahun 2020.

Aborsi sekarang sah secara mutlak hingga 12 minggu di Irlandia Utara. Setelah 12 minggu, hukumnya mirip dengan yang berlaku di seluruh Inggris Raya.

Jika warga Inggris datang untuk melakukan aborsi, MSI diwajibkan oleh hukum untuk menanyakan mengapa mereka ingin melakukan aborsi. Dua dokter harus memastikan bahwa persyaratan Undang-Undang Aborsi dipenuhi dan menandatangani sertifikat yang relevan.

Meskipun aborsi legal selama kriteria-kriteria tertentu terpenuhi, di Inggris, Skotlandia, dan Wales masih diatur dalam hukum pidana.

Hal ini berarti bahwa jika seseorang mengakses aborsi di luar parameter Undang-Undang Aborsi 1967, mereka bisa menghadapi penyelidikan polisi, penuntutan, atau bahkan penjara.

Infografis Ibu Hamil Sudah Bisa Dapatkan Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis Ibu Hamil Sudah Bisa Dapatkan Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya