Liputan6.com, Jakarta - Aurora adalah fenomena alam yang menghasilkan pancaran cahaya berwarna-warni dan terlihat menari-nari di langit malam. Aurora terjadi akibat adanya interaksi antara medan magnet planet dengan partikel bermuatan yang dipancarkan matahari.
Penelitian baru-baru ini menyebut, para peneliti dapat memprediksi cuaca luar angkasa dengan mengamati aurora. Melansir laman Space pada Selasa (11/06/2024), berikut fakta menarik aurora yang kini dapat memprediksi cuaca di luar angkasa.
1. Asal Aurora
Advertisement
Fenomena aurora terjadi karena partikel bermuatan dari emisi matahari yang membentuk angin matahari. Angin atau badai matahari bertabrakan dengan lapisan magnetosfer bumi, yaitu medan magnet pelindung bumi.
Baca Juga
Selanjutnya partikel bermuatan ini mengalir menyusuri garis medan magnet bumi hingga bersentuhan dengan atmosfer bumi. Saat bersentuhan dengan atmosfer dan bereaksi dengan atom-atom di atmosfer, energi dari tabrakan ini menghasilkan cahaya.
Umumnya,aurora hanya terjadi pada kutub bumi. Aurora yang terjadi di Kutub Utara dinamakan Borealis atau juga dikenal dengan Cahaya Utara.
Sedangkan aurora yang terbentuk di kutub selatan dinamakan Australis atau juga dikenal dengan cahaya selatan. Namun pada badai matahari 10 hingga 11 Mei 2024 lalu, aurora borealis terlihat sampai di New York, Amerika Serikat, dan Inggris.
2. Tidak Hanya di Bumi
Setiap planet yang memiliki medan magnet dan atmosfer berpotensi terjadinya fenomena aurora. Berdasarkan hasil pengamatan Ilmuwan, selain di planet Bumi, fenomena aurora juga terjadi di planet Jupiter, Saturnus, dan Uranus.
Bahkan, aurora juga terjadi di planet luar yang berada di luar tata surya kita atau sering disebut eksoplanet. Bentuk atau struktur aurora bisa berbeda-beda antara planet satu dengan planet yang lainnya.
Planet Jupiter memiliki aurora yang menakjubkan. Menariknya, planet terbesar di Bima Sakti ini tidak hanya memiliki satu jenis aurora, melainkan dua aurora sekaligus.
Para astronom menggunakan Teleskop Antariksa Hubble milik NASA/ESA untuk mempelajari aurora di kutub planet terbesar tata surya ini. Program pengamatan ini juga didukung oleh pengukuran yang dilakukan oleh pesawat antariksa Juno milik NASA, ketika menempuh perjalanan untuk mencapai Jupiter.
Gambar aurora di atas merupakan komposit dari dua pengamatan berbeda oleh Hubble. Gambar ini diambil selama serangkaian pemotretan oleh pencitra spectrograph dalam spektrum cahaya ultraviolet.
Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengamatan oleh pesawat antariksa Juno ketika memasuki orbit di sekitar Jupiter. Aurora Jupiter sangat dramatis dan merupakan aurora paling aktif yang pernah diamati.
Tidak hanya berukuran besar, aurora Jupiter juga ratusan kali lebih energik daripada aurora di bumi. Tidak seperti aurora di Bumi, aurora di Jupiter terjadi secara permanen.
Pada 2011, teleskop antariksa Hubble milik NASA/ESA menjadi teleskop pertama yang mengambil gambar aurora Uranus. Pada 2012, para ilmuwan melakukan pengamatan kedua terhadap aurora di Saturnus menggunakan kemampuan panjang gelombang ultraviolet dari Space Telescope Imaging Spectrograph (STIS) yang terpasang di Hubble.
Tim ilmuwan melacak guncangan yang disebabkan oleh dua semburan kuat angin matahari di Uranus. Kemudian menggunakan Hubble untuk menangkap efeknya terhadap aurora Uranus.
Para ahli menemukan peristiwa aurora paling intens yang pernah terlihat di planet ini. Dengan mengamati aurora dari waktu ke waktu, mereka secara langsung mengumpulkan bukti pertama bahwa daerah yang berkilau dengan kuat ini berotasi bersama planet.
Hubungan Aurora dan Cuaca Luar Angkasa
3. Hubungan Aurora dan Cuaca Luar Angkasa
Tim astronomi dari Departemen Ilmu Bumi Universitas Hong Kong menyatakan pendapatnya bahwa angin matahari mempengaruhi struktur aurora di berbagai planet, termasuk pada eksoplanet. Dengan demikian, teori ini dapat membantu memantau, memprediksi, dan menjelajahi lingkungan magnetis tata surya kita, termasuk di sekitar Bumi.
Kesimpulannya adalah dari struktur aurora yang terjadi di Bumi maupun di eksoplanet, kita bisa mengetahui aktivitas matahari. Aktivitas matahari ini terkait dengan angin matahari yang dihasilkan.
Selanjutnya kondisi angin matahari ini akan mempengaruhi badai geomagnetik yang terjadi akibat interaksi lapisan magnetosfer suatu planet.
4. Dampak Cuaca Luar Angkasa untuk Bumi
Badai matahari atau geomagnetik yang terjadi bisa mengakibatkan pergeseran satelit dari garis orbitnya. Hal ini akan mengganggu sistem komunikasi, dan memutus kabel bawah laut yang menghubungkan jaringan internet.
Pada Mei 2024 telah terjadi fenomena aurora terkuat yang pernah terjadi dalam kurun waktu 21 tahun terakhir.
(Tifani)
Advertisement