Hamas dan Fatah Berdamai Lewat Mediasi China

China belakangan intens memainkan perannya sebagai perantara perdamaian. Contoh lainnya adalah hubungan Arab Saudi dan Iran.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Jul 2024, 15:06 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 15:06 WIB
Ilustrasi Palestina
Ilustrasi Palestina (AP)

Liputan6.com, Beijing - Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian untuk mengakhiri perpecahan dan memperkuat persatuan Palestina. Hal tersebut dilaporkan stasiun televisi China, CCTV, pada hari Selasa (23/7/2024), menyusul kesepakatan yang ditengahi oleh China.

Pengumuman tersebut menyusul perundingan rekonsiliasi yang melibatkan 14 faksi Palestina di Beijing, yang dimulai padaMinggu (21/7).

Menteri Luar Negeri China Wang Yi menuturkan, perjanjian itu didedikasikan untuk rekonsiliasi besar dan persatuan seluruh 14 faksi Palestina.

"Hasil intinya adalah PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) adalah satu-satunya perwakilan sah seluruh rakyat Palestina," kata Wang Yi seperti dikutip dari CNN, seraya menambahkan bahwa kesepakatan telah dicapai mengenai masa depan Jalur Gaza pasca perang, yakni melalui pembentukan pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara.

PLO merupakan koalisi partai-partai yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1993 dan membentuk pemerintahan baru, yakni Otoritas Palestina (PA).

Fatah mendominasi PLO dan PA, pemerintahan sementara Palestina yang didirikan di Tepi Barat yang diduduki Israel setelah perjanjian tahun 1993 yang dikenal sebagai Perjanjian Oslo ditandatangani. Hamas sendiri tidak mengakui Israel.

Hamas dan Fatah memiliki sejarah panjang permusuhan sengit. Kedua belah pihak telah mencoba – dan gagal – berkali-kali mencapai kesepakatan untuk menyatukan dua wilayah Palestina yang terpisah di bawah satu struktur pemerintahan dan perjanjian tahun 2017 dengan cepat berubah menjadi kekerasan.

PA memegang kendali administratif atas Jalur Gaza hingga tahun 2007, setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif tahun 2006 dan mengusirnya dari jalur tersebut. Sejak itu, Hamas menguasai Gaza dan PA menguasai sebagian Tepi Barat.

Persimpangan Sejarah

Presiden China Xi Jinping.
Presiden China Xi Jinping. (Dok. AFP)

Pada konferensi pers hari Selasa di Beijing, perwakilan delegasi Hamas Mousa Abu Marzook mengatakan mereka telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan jalan rekonsiliasi.

"Kita berada di persimpangan bersejarah. Rakyat kami bangkit dalam upaya mereka untuk berjuang," kata Abu Marzook, menurut terjemahan yang diberikan oleh Kementerian Luar Negeri China, seraya menambahkan bahwa operasi Hamas pada 7 Oktober 2023 telah banyak membawa perubahan, baik dalam lanskap internasional maupun regional.

Perjanjian damai ini muncul ketika China menampilkan dirinya sebagai suara utama bagi Global South yang mengecam perang Israel di Jalur Gaza dan menyerukan pembentukan Negara Palestina.

China sejauh ini belum secara eksplisit mengecam Hamas atas serangannya terhadap Israel pada 7 Oktober.

Namun, ketika para pemimpin negara-negara Arab mengunjungi Beijing pada bulan Mei, Presiden Xi Jinping mengecam penderitaan luar biasa di Timur Tengah dan menyerukan konferensi perdamaian internasional sekalipun para pengamat mempertanyakan sejauh mana pengaruh geopolitik China di wilayah di mana AS telah lama berada di sana dan menjadi kekuatan yang dominan.

Perdamaian yang Tertunda

Ilustrasi Palestina.
Ilustrasi Palestina. (Dok. safary248/Pixabay)

Perjanjian damai Hamas dan Fatah juga ditandatangani ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di Amerika Serikat (AS) untuk kunjungan yang sangat dinanti-nantikan, dimana dia akan bertemu dengan para pejabat tinggi AS dan berpidato di depan Kongres.

Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian rekonsiliasi di Kairo pada Oktober 2017 di bawah tekanan negara-negara Arab, yang dipimpin oleh Mesir. Berdasarkan kesepakatan tersebut, pemerintah persatuan baru seharusnya mengambil kendali administratif atas Jalur Gaza dua bulan kemudian, mengakhiri satu dekade persaingan yang dimulai ketika Hamas mengusir PA dari Gaza pada tahun 2007.

Namun, aspirasi luhur perjanjian itu dengan cepat runtuh. Ketika Perdana Menteri PA Rami Hamdallah mengunjungi Jalur Gaza pada Maret 2018, dia menjadi sasaran upaya pembunuhan ketika sebuah bom meledak di dekat konvoinya. Fatah yang dipimpin Hamdallah segera menyalahkan Hamas atas serangan itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya