Belajar Kelola Sampah dari Jepang, Ini Cara Negeri Sakura Jaga Sungai Tetap Bersih

Indonesia bisa meniru Jepang dalam hal pengolahan sampah sungai.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 27 Jul 2024, 08:00 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2024, 08:00 WIB
First Secretary Enviroment Attache Kedutaan Besar Jepang Takuya Nomoto dalam program Climate Talk Liputan6.com, Jumat (26/7/2024). (Tangkapan layar)
First Secretary Enviroment Attache Kedutaan Besar Jepang Takuya Nomoto dalam program Climate Talk Liputan6.com, Jumat (26/7/2024). (Tangkapan layar)

Liputan6.com, Jakarta - Masalah sampah di Sungai Citarum masih menjadi salah satu isu lingkungan yang cukup mengkhawatirkan.

Mengutip data resmi Citarum Harum, timbunan sampah di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mencapai 15.838 ton per hari. Padahal, Sungai Citarum memiliki peran yang sangat penting, baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat.

Permasalahan ini juga turut menjadi perhatian pemerintah Jepang yang menyadari bahwa ada dua faktor utama yang mencemari Sungai Citarum: air limbah dan limbah padat. Selain manajemen pengolahan sampah, kunci untuk mengatasi masalah tersebut adalah perubahan perilaku masyarakat.

"Penting untuk mengubah pola pikir dan tindakan masyarakat untuk mencegah membuang sampah ke sungai. Memang butuh waktu lama, tetapi saya yakin kita bisa melakukannya," kata First Secretary Enviroment Attache Kedutaan Besar Jepang Takuya Nomoto dalam program Climate Talk Liputan6.com, Jumat (26/7/2024).

Nomoto pun mencontohkan acara bersih-bersih bernama "Spo Gomi" yang diadakan oleh Aeon Delight dan Marubeni di sekitar Universitas Katolik Parahyangan, dengan kerja sama bersama pemerintah Kota Bandung dan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Banyak generasi muda yang ikut serta dalam Spo Gomi. Saat itu Ketika saya memunguti sampah di jalan, banyak orang lain yang juga melihat dan mencoba memungutinya. Saya yakin acara semacam ini berpotensi mengubah perilaku masyarakat," tutur dia.

Ia juga menjelaskan bahwa kebersihan sungai yang dimiliki oleh Jepang saat ini juga melalui proses panjang.

"Pada tahun 1960-an atau 1970-an, sungai-sungai di daerah perkotaan Jepang cukup kotor, tetapi kami berupaya memasang fasilitas pengolahan limbah seperti waste-to-energy. Kami jadi tahu pentingnya mengeluarkan uang untuk barang yang sudah kita buang," lanjutnya.

"Kalau tidak, lingkungan tidak akan bisa terjaga dengan baik dan tentu saja kita akan membutuhkan biaya lebih besar untuk memulihkannya."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Optimis Indonesia Bisa Ikuti Jejak Jepang

Sungai Citarum
Warga menggunakan perahu untuk memilah sampah plastik di aliran Sungai Citarum, Bandung, Rabu (26/6/2019). Menurut warga di kawasan itu volume sampah kiriman yang kerap menumpuk mulai mengalami penurunan setelah beberapa waktu lalu sempat menutupi permukaan aliran Sungai Citarum (Timur Matahari/AFP)

Nomoto pun merasa optimis bahwa Indonesia ke depannya dapat mengikuti jejak Jepang dalam hal kebersihan sungai.

"Menurut saya, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang sudah menyadari pentingnya lingkungan yang baik," ungkapnya.

"Jika Jepang butuh waktu 30 atau 40 tahun untuk membangun masyarakat yang bersih, mungkin Indonesia tidak harus sama. Kami ingin maju bersama Indonesia untuk mempercepat transisi lingkungan hidup guna mencapai Indonesia Emas 2045," tambahnya.


Kerja Sama Indonesia dan Jepang Bersihkan Sungai Citarum

Sungai Citarum Kering
BMKG menyatakan fenomena El Nino tahun ini menyebabkan kemarau lebih kering dan panjang. (Timur MATAHARI/AFP)

Indonesia dan Jepang telah menyepakati kerja sama untuk membersihkan Sungai Citarum.

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan oleh Menko marves Luhut B. Pandjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Nishimura Akihiro, akhirnya Menteri LHK Siti Nurbaya dan Akihiro menandatangani Nota Kesepahaman pada tahun 2022.

"Berdasarkan kerangka kerja tersebut, kerja sama untuk memperbaiki situasi Sungai Citarum sedang berlangsung dengan kolaborasi banyak mitra," tutur Nomoto.

Sejumlah proyek kerja sama tersebut meliputi:

Pertama, Sewage dan Johkasou, teknologi pengolahan air limbah terdesentralisasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas air. Misalnya, Kota Kawasaki bekerja sama dengan Kota Bandung.

"Kota Kawasaki telah memberikan pelatihan dan materi tentang pengelolaan limbah kepada rekan-rekan di Kota Bandung," jelas Nomoto. 

Kedua, untuk mengurangi sampah padat dari lahan ke sungai, penting untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang tepat.

"Langkah penting yang dilakukan adalah penandatanganan kontrak antara Provinsi Jawa Barat dan konsorsium internasional untuk Proyek Legok Nangka Waste to Energy PPP, Public Private Partnership yang diadakan di Bandung bulan lalu," tambahnya. 

Proyek ini merupakan salah satu proyek pengolahan sampah terbesar di Indonesia, yang mencakup enam kota dan prefektur di sekitar Bandung, dan juga akan menghasilkan listrik menggunakan energi terbarukan.

"JICA mendukung tender tersebut bersama dengan International Finance Corporation (IFC), dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang memberikan dialog dan dukungan teknis dengan pemerintah Indonesia," lanjut dia. 

Proyek ini juga merupakan salah satu proyek prioritas Asia Zero Emission Community (AZEC).

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya