Pakistan Tutup Toko yang Menjual Kebutuhan Pokok Bersubsidi, Warga Diprediksi Makin Kesulitan

Penutupan toko bersubsidi diprediksi akan menambah beban di pundak warga Pakistan berpenghasilan rendah.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 03 Sep 2024, 13:56 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2024, 15:35 WIB
Ilustrasi bendera Pakistan (pixabay)
Ilustrasi bendera Pakistan (pixabay)

Liputan6.com, Islamabad - Pemerintah Pakistan, yang dipimpin oleh PM Shehbaz Sharif, mungkin mengambil keputusan cukup keras dengan menutup toko serba ada bersubsidi di seluruh negeri, dengan alasan kendala keuangan.

Penutupan tersebut diprediksi akan menambah beban di pundak warga Pakistan berpenghasilan rendah yang menganggap tempat-tempat ini sebagai jalur penyelamat untuk mendapatkan bahan makanan bersubsidi.

Dalam Editorialnya yang diterbitkan oleh The Express Tribune, berjudul 'Keputusan yang Buruk', surat kabar tersebut mengatakan: "Keputusan untuk menutup Toko Serba Ada di seluruh negeri adalah keputusan yang salah dan akan mengakibatkan keresahan masyarakat."

Selama ini, toko-toko tersebut juga mempekerjakan sekitar 11.000 orang, dikutip dari laman khaama.com, Senin (3/9/2024).

Hingga keputusan untuk menutup terjadi pada sekitar 5.900 toko, termasuk waralaba, dengan subsidi lebih dari Rs 50 miliar, melayani sekitar 30 juta orang berpenghasilan rendah.

Pemerintah Pakistan dinilai tidak rasional mengambil keputusan seperti itu saat negara itu tengah berjuang melawan kenaikan harga pangan, kata banyak pengamat Pakistan.

"Terlepas dari kenyataan bahwa stok dan layanan di gerai-gerai ini tidak sesuai harapan dan orang-orang berdesak-desakan selama berjam-jam untuk mencoba peruntungan, hal itu tetap menjadi sumber penghiburan utama bagi orang-orang yang hidup dengan anggaran terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata Editorial The Express Tribune.

 

Alternatif Lainnya

Bendera Pakistan
Kedutaan besar Pakistan di Indonesia merayakan Hari Nasional Pengibaran Bendera Pakistan, Sabtu (24/03/2024). (Liputan6.com/Fitria Putri Jalinda).

Antrean panjang orang-orang yang berdiri di depan toko, terutama selama bulan Ramadan, ketika para pedagang cenderung menaikkan harga kebutuhan pokok, membuktikan bahwa gerai-gerai serba ada ini tidak kehilangan signifikansinya.

Pemerintah didorong untuk segera mengumumkan alternatif apa yang akan menggantikan toko-toko ini atau restrukturisasi struktural yang direncanakannya untuk meningkatkan perekonomian.

“Jika USC direstrukturisasi, bagaimana negara akan memastikan bahwa konsumen miskin tidak diperas? Oleh karena itu, diperlukan rencana yang dapat dilaksanakan yang merinci bagaimana kepentingan konsumen akan dilindungi sementara negara melepaskan diri dari USC,” kata Dawn News dalam Editorialnya.

Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) tahun ini menyebutkan biaya hidup Pakistan adalah yang tertinggi di Asia, disertai dengan tingkat inflasi yang mencengangkan sebesar 25 persen.

Laporan tersebut menggambarkan prospek ekonomi yang suram, memperkirakan tingkat pertumbuhan 1,9 persen untuk Pakistan, yang merupakan tingkat pertumbuhan terendah keempat di kawasan tersebut.

 

Tingkat Inflasi di Pakistan

Ilustrasi uang rupee Pakistan (AFP)
Ilustrasi uang rupee Pakistan (AFP)

Menurut Asian Development Outlook yang dikutip oleh Express Tribune Pakistan, tingkat inflasi diproyeksikan akan melonjak hingga 15 persen pada tahun fiskal mendatang, mempertahankan status Pakistan sebagai pemimpin inflasi di antara 46 negara yang disurvei.

Dengan ekonomi yang sedang berjuang, inflasi yang meningkat, pemadaman listrik, dan krisis Balochistan, pemerintah Pakistan tampaknya berada di tengah badai siklon yang dahsyat yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan melambat.

Pemerintah PM Shehbaz Sharif harus segera bertindak untuk merestrukturisasi negara dan memastikan ia terhindar dari agitasi massa seperti Bangladesh di masa mendatang.

Banner Infografis Adu Kekuatan Tempur Pakistan Vs India
Banner Infografis Adu Kekuatan Tempur Pakistan Vs India. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya