Perubahan Iklim Buat Gurun Sahara Semakin Meluas

Menariknya, wilayah gurun Sahara merupakan padang rumput yang subur pada ribuan tahun lalu. Perubahan iklim mengubah lanskap Sahara menjadi gurun pasir seperti saat ini.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 05 Sep 2024, 01:00 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2024, 01:00 WIB
Ilustrasi - Gurun Pasir, Gurun Sahara. (Foto: YT Kabar Pedia)
Ilustrasi - Gurun Pasir, Gurun Sahara. (Foto: YT Kabar Pedia)

Liputan6.com, Jakarta Gurun Sahara merupakan padang pasir yang membentang di Utara benua Afrika. Tempat ini menjadi salah satu gurun terbesar di bumi.

Sahara memiliki beragam bentang alam geografis, yang sebagian besar terdiri atas bukit pasir, dataran kerikil, dataran tinggi berbatu, dan bahkan beberapa pegunungan. Beberapa puncak tertinggi di Sahara, meliputi pegunungan Ahaggar (2.895 m), pegunungan Tibesti (3.414 m) dan bukit pasir bahkan dapat mencapai ketinggian hingga 180 meter.

Menariknya, wilayah gurun Sahara merupakan padang rumput yang subur pada ribuan tahun lalu. Perubahan iklim mengubah lanskap Sahara menjadi gurun pasir seperti saat ini.

Tak hanya itu, penelitian mengungkapkan gurun Sahara menjadi semakin meluas dari waktu ke waktu. Dikutip dari laman Live Science pada Rabu (04/09/2024), batas luar gurun Sahara perlahan-lahan merangkak semakin ke luar.

Sejumlah penelitian, termasuk yang dilakukan selama 93 tahun oleh para peneliti di Universitas Maryland menyimpulkan, bahwa gurun Sahara telah meluas selama beberapa waktu, terutama ke selatan ke wilayah Sahel. Gurun Sahara mengalami pertumbuhan setidaknya 11 persen dan bertambah luas sebanyak 18 persen selama bulan-bulan musim panas terkering.

Selama satu abad, gurun ini terus meluas hingga menjadi sekitar 10 persen lebih besar dibandingkan pada 1920. Perluasan gurun Sahara disebabkan oleh kombinasi dari perubahan iklim yang disebabkan manusia, serta siklus iklim alami.

Pola perluasan geografis bervariasi dari musim ke musim, dengan perbedaan terbesar di sepanjang batas utara dan selatan Sahara. Secara alami, suatu proses yang disebut Atlantic Multidecadal Oscillation (AMO).

Amo adalah siklus iklim periodik di Samudra Atlantik Utara, secara signifikan memengaruhi perluasan ini dengan memengaruhi pola curah hujan regional. Dalam kasus Sahara, selama fase hangat AMO, wilayah ini mengalami kondisi yang lebih kering, yang menyebabkan bentang alam gurun meluas.

 

Sirkulasi Hadley

Pemanasan global memperburuk masalah ini dengan mengintensifkan sirkulasi Hadley, suatu proses yang menggeser zona kering subtropis gurun ke utara. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan gurun merambah lebih jauh ke selatan ke wilayah Sahel yang biasanya lebih subur, memperburuk kekeringan dan memengaruhi kehidupan jutaan orang yang bergantung pada pertanian.

Perluasan gurun Sahata mengganggu ekosistem sabana dan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Danau Chad, yang berada di tengah zona transisi ini, menjadi penanda nyata perubahan kondisi di Sahel.

Kini, danau Chad telah mengering menandakan berkurangnya curah hujan. Gurun Sahara yang meluas ke wilayah Sahel memperburuk kondisi kekeringan, sehingga menyulitkan penduduk setempat untuk mempertahankan mata pencaharian pertanian dan peternakan mereka.

Perluasan gurun Sahara juga berkontribusi terhadap flora dan fauna. Hilangnya habitat berbagai spesies tumbuhan dan hewan menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati.

Banyak spesies juga tidak dapat beradaptasi dengan kondisi yang lebih keras. Hilangnya keanekaragaman hayati ini memengaruhi segala hal, mulai dari kualitas tanah hingga ketersediaan air.

Perluasan gurun menyebabkan penurunan kualitas tanah, sehingga sulit untuk digunakan untuk pertanian dan peternakan. Debu dari gurun dapat terbawa angin hingga ke wilayah yang jauh, mempengaruhi kualitas udara dan iklim global.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya