Liputan6.com, Wellington - Nga Wai hono i te po dinobatkan sebagai ratu Maori setelah ayahnya, Raja Tuheitia Potatau Te Wherowhero VII, dimakamkan pada Kamis (5/9/2024).
Berusia 27 tahun, Nga Wai hono i te po dipilih sebagai kuini - kata Maori untuk ratu - oleh dewan kepala Suku Maori Selandia Baru dalam sebuah upacara rumit di Pulau Utara negara itu.
Dia adalah ratu kedua Maori, yang pertama adalah neneknya, Te Arikinui Dame Te Atairangikaahu. Dia diberkati dengan Alkitab yang sama yang digunakan untuk mengurapi raja Maori pertama pada tahun 1858.
Advertisement
Nga Wai hono i te po adalah anak bungsu dari Raja Tuheitia, yang meninggal Jumat (30/8) lalu pada usia 69 tahun. Raja Tuheitia sedang dalam pemulihan pascaoperasi jantung di rumah sakit ketika dia meninggal, beberapa hari setelah merayakan ulang tahun ke-18 penobatannya. Demikian seperti dilansir BBC, Jumat (6/9).
Pengangkatan Nga Wai hono i te po sebagai ratu menandai perubahan generasi. Banyak juga yang melihatnya sebagai isyarat pembaruan dan pengaruh positif pada anggota Maori yang lebih muda.
"Kematian Raja Tuheitia adalah momen kesedihan mendalam bagi ... seluruh bangsa," kata juru bicara Gerakan Raja Maori (Kiingitanga).
Masa Berkabung Diperpanjang
Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon memuji Raja Tuheitia sebagai pemimpin yang komitmennya terhadap suku Maori dan seluruh warga Selandia Baru telah terasa di seluruh negeri.
Namun, Luxon – yang kebijakan pemerintahnya telah dituduh oleh beberapa warga Selandia Baru sebagai anti-Maori – sedang dalam perjalanan resmi ke Korea Selatan dan tidak menghadiri pemakaman.
Tahun lalu, ribuan pengunjuk rasa di seluruh Selandia Baru berunjuk rasa menentang rencana pemerintah membatalkan kebijakan yang mendukung hak-hak Pribumi. Kebijakan tersebut termasuk rencana untuk menutup Otoritas Kesehatan Maori, Te Aka Whai Ora, yang didirikan pada masa pemerintahan Jacinda Ardern, dan rencana mengganti nama beberapa departemen dari bahasa Maori ke bahasa Inggris.
Masa berkabung resmi Raja Tuheitia diperpanjang dari tiga hari menjadi tujuh hari untuk mengakomodasi delegasi besar yang datang untuk memberi penghormatan kepadanya.
Raja Tuheitia lahir dengan nama Tuheitia Paki pada tahun 1955 dan dimahkotai pada tahun 2006 setelah kematian ibunya, Te Arikinui Dame Te Atairangikaahu. Seperti ibunya, dia dipandang sebagai tokoh pemersatu yang hebat, baru-baru ini menyerukan kepada orang-orang Maori untuk bersatu dalam menghadapi kebijakan yang menargetkan mereka.
Monarki Maori bermula pada Abad ke-19, ketika berbagai suku Maori memutuskan menciptakan figur pemersatu yang mirip dengan raja Eropa untuk mencegah hilangnya tanah secara luas oleh penjajah Inggris di Selandia Baru dan untuk melestarikan budaya Maori. Peran tersebut sebagian besar bersifat seremonial.
Advertisement