Penampakan Gurun Sahara Banjir Pertama dalam 50 Tahun

Citra satelit yang diambil oleh NASA mengungkapkan bahwa Danau Iriqui, dasar danau kering antara Zagora dan Tata selama setengah abad, terisi kembali oleh banjir besar di Gurun Sahara.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 14 Okt 2024, 17:14 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2024, 17:14 WIB
Gurun Sahara banjir. (AP)
Gurun Sahara banjir. (AP)

Liputan6.com, Rabat - Dalam rangkaian peristiwa yang langka dan dramatis, sebagian Gurun Sahara mengalami banjir parah setelah dua hari hujan deras di Maroko tenggara, melebihi curah hujan rata-rata tahunan wilayah tersebut. Pejabat dari badan meteorologi Maroko melaporkan bahwa Desa Tagounite, yang terletak 450 km selatan ibu kota, Rabat, mencatat lebih dari 100 mm hujan hanya dalam 24 jam pada bulan September.

Cuaca ekstrem ini mengubah lahan tandus di wilayah tersebut secara drastis.

Citra satelit yang diambil oleh NASA mengungkapkan bahwa Danau Iriqui, dasar danau kering antara Zagora dan Tata selama setengah abad, terisi kembali oleh banjir besar.

"Sudah 30 hingga 50 tahun sejak kami mengalami hujan sebanyak ini dalam waktu yang sesingkat ini," kata Houssine Youabeb, seorang pejabat badan meteorologi Maroko, kepada Associated Press yang dikutip Senin (14/10/2024).

Adapun banjir di Maroko merenggut 18 nyawa bulan September lalu dan meluas ke wilayah-wilayah yang masih dalam pemulihan pascagempa tahun sebelumnya, menurut The Guardian. Waduk-waduk yang dibendung di tenggara dilaporkan terisi kembali dengan laju yang belum pernah terjadi sebelumnya pada bulan September.

Gurun Sahara, yang membentang lebih dari 9 juta kilometer persegi di Afrika Utara, Tengah, dan Barat, menghadapi ancaman yang semakin meningkat dari cuaca ekstrem akibat pemanasan global. Para ilmuwan memperingatkan bahwa badai di masa mendatang dengan skala sebesar ini dapat menjadi lebih sering terjadi di wilayah tersebut.

Celeste Saulo, Sekretaris Jenderal World Meteorological Organisation (Organisasi Meteorologi Dunia), mengatakan "Sebagai akibat dari meningkatnya suhu, siklus hidrologi telah meningkat. Siklus ini juga menjadi lebih tidak menentu dan tidak dapat diprediksi, dan kita menghadapi masalah yang semakin besar berupa terlalu banyak atau terlalu sedikit air. Atmosfer yang lebih hangat menahan lebih banyak uap air, yang menyebabkan hujan lebat. Penguapan dan pengeringan tanah yang lebih cepat memperburuk kondisi kekeringan."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya