Polisi Jepang Membungkuk Minta Maaf Usai Iwao Hakamada Dibebaskan

Kisah Iwao Hakamada dari Jepang menoreh pilu. Tidak bersalah tapi divonis mati.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Okt 2024, 08:06 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2024, 08:06 WIB
Kepala Polisi Prefektur Shizuoka di Jepang, Takayoshi Tsuda, mengunjungi Iwao Hakamada di rumahnya dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung pada hari Senin (21/10/2024).
Kepala Polisi Prefektur Shizuoka di Jepang, Takayoshi Tsuda, mengunjungi Iwao Hakamada di rumahnya dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung pada hari Senin (21/10/2024). (Dok. Kyodo News via AP)

Liputan6.com, Tokyo - Pejabat polisi Jepang pada hari Senin (21/10/2024) meminta maaf secara langsung kepada Iwao Hakamada (88) atas penderitaannya selama puluhan tahun yang bermula dari penyelidikan yang menindas dan vonis salah yang membuatnya dijatuhi hukuman mati hingga bulan lalu, di mana dia dibebaskan dalam persidangan ulang.

Iwao, seorang mantan petinju, dibebaskan oleh Pengadilan Distrik Shizuoka, yang mengatakan bahwa polisi dan jaksa telah berkolusi untuk memalsukan bukti melawan dirinya, serta memaksanya mengaku melalui interogasi tertutup yang diwarnai kekerasan selama berjam-jam.

Pembebasan Iwao dirampungkan awal bulan ini ketika jaksa penuntut mencabut haknya untuk mengajukan banding — meskipun mengeluhkan putusan tersebut — yang akhirnya mengakhiri pertempuran hukum Iwao selama hampir 60 tahun untuk membuktikan ketidakbersalahannya.

Kepala Polisi Prefektur Shizuoka Takayoshi Tsuda pada hari Senin mengunjungi Iwao di rumahnya dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.

"Kami minta maaf telah menyebabkan Anda mengalami tekanan mental dan beban yang tak terlukiskan selama 58 tahun sejak penangkapan hingga pembebasan selesai," kata Takayoshi, sambil berdiri tegak di depan Iwao lalu membungkuk dalam-dalam, seperti dikutip dari kantor berita AP, Rabu (23/10).

"Kami sangat menyesal."

Takayoshi pun menjanjikan penyelidikan yang cermat dan tepat.

Iwao, yang kesulitan melakukan percakapan karena kondisi mentalnya selama puluhan tahun dikurung dalam hukuman mati, menjawab, "Apa artinya memiliki wewenang ... Begitu Anda memiliki kekuasaan, Anda tidak seharusnya mengeluh."

Saudari Iwao yang berusia 91 tahun, yang telah mendampinginya melalui proses panjang untuk membersihkan namanya dan sekarang tinggal bersamanya, berterima kasih kepada Takayoshi karena telah mengunjungi mereka.

"Tidak ada gunanya mengeluh kepadanya setelah bertahun-tahun. Dia tidak terlibat dalam kasus tersebut dan dia datang ke sini hanya karena tugasnya," katanya kepada wartawan setelah itu.

"Namun, saya tetap menerima kunjungannya hanya karena saya ingin (saudara laki-laki saya) benar-benar terbebas dari masa lalunya sebagai narapidana hukuman mati."

Iwao ditangkap pada bulan Agustus 1966 atas pembunuhan seorang eksekutif di sebuah perusahaan miso dan tiga anggota keluarganya di Hamamatsu, Jepang. Awalnya, dia dijatuhi hukuman mati dalam putusan pengadilan distrik tahun 1968, namun tidak dieksekusi karena proses banding dan pengadilan ulang yang panjang di Jepang.

Butuh waktu hampir tiga dekade bagi Mahkamah Agung untuk menolak banding pertamanya atas pengadilan ulang. Banding kedua, yang diajukan oleh saudara perempuannya pada tahun 2008, dikabulkan pada tahun 2014. Pengadilan memerintahkan pembebasannya dari sel isolasi hukuman mati, namun tanpa mencabut hukumannya, sambil menunggu proses pengadilan ulang.

Iwao adalah narapidana hukuman mati dengan masa tahanan terlama di dunia dan hanya yang kelima di Jepang pascaperang yang dibebaskan dalam persidangan ulang, di mana persidangan kriminal memakan waktu bertahun-tahun dan persidangan ulang sangat jarang terjadi.

Kasus dan pembebasannya telah memicu seruan untuk lebih banyak transparansi dalam penyelidikan, perubahan hukum untuk menurunkan hambatan bagi pengadilan ulang, dan perdebatan tentang hukuman mati di Jepang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya